Entah bagaimana dulu beberapa orang Katolik yang sedang main di Pastoran ketika omong-omong tiba-tiba membicarakan Rm. Bambang. “Saya sungguh heran dengan Rama Bambang. Jadi orang kok beraninya bukan bain” salah satu berkata yang disambung temannya “Dia kalau tampil sungguh amat pede. Padahal kakinya pincang”. Salah satu lain tak mau kalah menunjukkan tahunya “Justru itu. Rm. Bambang malah mengandalkan kepincangannya di hadapan banyak umat. Dia pernah dikenalkan oleh seorang MC pertemuan bahwa namanya adalah Rama D Bambang Sutrisno. Ketika MC bertanya ‘D itu Damianus atau Dionisius, Rama?’ Rm. Bambang menjawab ‘Dheglogius’ dan meledaklah tawa umat.” Dalam bahasa Jawa kata dheglog berarti kaki pincang sehingga kalau berjalan tak seimbang. “Tetapi kaki kiri lemah tak membuat dia tak bisa motoran dan menyetir mobil sendiri. Rama Bambang dulu kerap sendirian dengan mobil pergi antar kota, antar propinsi, dan bahkan ke Bali dan Sumatera” kata yang masih menambahkan berdasar pengenalannya.
Tiba-tiba ada yang menerobos berkata “Tetapi aku pernah mendengar Rm. Bambang menyampaikan pengalaman. Ketika berada di dalam kereta api malam menuju Jakarta, dia memesan nasi goreng ke restorasi. Pada waktu akan menyantap, Rm. Bambang mengalami perang batin membuat tanda salib atau tidak untuk doa. Akhirnya dia berdoa batin tanpa tanda salib agar tak diketahui penumpang di samping dan depannya. Dia juga pernah bercerita menderita malu. Ketika bertamu ke teman yang beragama Islam, pada waktu makan Rm. Bambang juga berdoa batin tanpa tanda salib. Eeeee, ketika mulai menyuap bibir temannya berkata ‘Kok tidak doa dulu, Rama?’. Rama Bambangpun menjawab ‘Sudah, kok. Dalam hati’. Ternyata temannya berkata ‘Kok tidak pakai gini’ sambil membuat tanda salib”. Cerita ini memang membuat tawa. Tetapi pengalaman takutnya Rm. Bambang membuat omong-omong itu bergeser ke orang-orang Katolik yang bahkan menggunakan nama baptisnya takut. Mereka juga menduga apakah semua ini karena ketakutan sebagai kaum minoritas. Bukankah kerap muncul pikiran dengan menjadi Kristen orang bisa terhalang untuk meraih posisi sosial?
Di tengah asyiknya omongan, tiba-tiba salah satu menyeruak “Bukankah sebutan Kristen ketika muncul memang bernuansa negatif? Katanya kata Kristen muncul dari pihak lain sebagai penghinaan”. Sesudah itu dia membaca https://www.gotquestions.org/Indonesia/arti-Kristen.html yang dibuka dari HP :
Para pengikut Yesus Kristus pertama kali disebut sebagai “Kristen” oleh orang-orang non-Yahudi di Antiokhia Siria, dan kemungkinan besar nama tersebut dimaksudkan sebagai penghinaan (lihat Kisah Para Rasul 11:26).
Dalam Perjanjian Baru, orang-orang percaya tidak pernah menyebut diri mereka sebagai “Kristen”; sebaliknya, mereka menggunakan istilah-istilah seperti saudara (Kisah 15:1; 1 Korintus 16:20), murid (Kisah 11:26; 14:24), dan orang-orang kudus (Kisah 9:13; 2 Korintus 13:13). Sebelum pertobatannya, Saulus dari Tarsus mencari orang-orang “yang mengikuti Jalan Tuhan” (Kisah 9:2), yang menunjukkan bahwa label awal bagi umat Kristen bisa saja adalah “para pengikut sang Jalan” (lihat juga Kisah Para Rasul 19:9; 24: 22).
Orang-orang yang percaya kepada Kristus kemudian disebut “Kristen” pada masa pertumbuhan gereja yang pesat. .....”
No comments:
Post a Comment