Monday, November 24, 2025

Santa Katarina dari Alexandria

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 10 Agustus 2013 Diperbaharui: 18 November 2019 Hits: 25029

  • Perayaan
    25 November
  •  
  • Lahir
    Hidup pada Abad ke-4
  •  
  • Kota asal
    Alexandria - Mesir
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir, Dipenggal kepalanya di tahun 305 di Alexandria, Mesir
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Santa Katarina dari Alexandria, menurut tradisi adalah seorang perawan yang menjadi martir pada awal abad ke-4 pada masa penganiayaan kaisar Maxentius. Dia adalah seorang putri bangsawan yang sangat terpelajar dan menjadi Kristen pada usia sekitar empat belas tahun.  Lebih dari 1.100 tahun setelah kemartirannya, Santa Joan of Arc mengidentifikasi Santa Katarina sebagai salah satu dari para suci yang menampakkan diri dan menasihati dia. Gereja Katolik Ortodoks menghormati  Santa Katarina sebagai Martir besar, dan merayakan hari pestanya pada tanggal 24 atau 25 November (tergantung pada tradisi lokal masing-masing Metropolis Orthodox).  

St. Katarina baru berusia delapan belas tahun ketika Kaisar Maxentius mulai melakukan penganiayaan terhadap umat Kristen. Tanpa gentar sedikit pun, gadis Kristen yang cantik ini menghadap raja untuk mengatakan pendapatnya tentang perbuatan raja yang kejam. Ketika raja berbicara tentang berhala-berhala, Katarina dengan gamblang menunjukkan kepadanya bahwa berhala-berhala itu adalah bohong. Kaisar Maxentius tidak dapat membantah penjelasan Katarina. Oleh karenanya, ia memerintahkan agar dipanggil lima puluh orang ahli fisafat kafir yang terbaik. Sekali lagi, Katarinalah yang berhasil membuktikan kebenaran imannya. Kelimapuluh ahli filsafat itu menjadi yakin bahwa Katarina benar.  Karena amat murka, Maxentius membunuh semua ahli filsafat itu.

Kemudian, raja yang sebenarnya juga terpesona dengan kecantikan putri Kristen itu membujuknya dengan menjanjikan mahkota ratu baginya.  Katarina dengan tegas menolak dengan menyatakan bahwa suaminya adalah Yesus Kristus, kepada siapa ia mempersembahkan kesuciannya. Penolakan Katarina ini membuat Kaisar murka. Ia  memerintahkan agar Katarina dicambuk dan dipenjara.

Selama dalam penjara banyak orang datang untuk melihatnya, termasuk istri Maxentius, seorang pejabat istana dan  dua ratus pasukan pengawal. Pada awalnya mereka hanya penasaran dan ingin mendengar gadis Kristen yang menakjubkan ini berbicara. Namun setelah bertemu dengan Katarina  mereka semua bertobat. Semua menjadi Kristen dan kemudian martir.

Katarina sendiri dihukum mati dengan cara digilas pada roda berduri besar hingga tewas. Ketika roda mulai berputar, secara misterius roda berduri itu terbelah menjadi dua dan hancur berantakan.  Pada akhirnya, St. Katarina menemui ajalnya dengan dipenggal kepalanya.  

Pada masyarakat Kristen perdana di Timur Tengah terdapat "mitos" yang mengatakan bahwa setelah kematiannya para malaikat kemudian membawa jenazah St. Katarina ke puncak Gunung Sinai, di mana, di abad ke-6, Kaisar Yustinus kemudian mendirikan sebuah biara yang indah yang sampai saat ini disebut Biara Santa Katarina, Gunung Sinai. 

Gereja utama Biara ini dibangun antara tahun 548 dan tahun 565, dan biara ini menjadi situs ziarah terutama bagi pemeluk Kristen Timur dan Barat. 

Biara Santa Katarina dapat bertahan sampai hari ini, dan merupakan warisan seni dan arsitektur dari kebudayaan Kristen perdana.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

Lamunan Pekan Biasa XXXIV

Selasa, 25 November 2025

Lukas 21:5-11

5 Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: 6 "Apa yang kamu lihat di situ--akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan."

7 Dan murid-murid bertanya kepada Yesus, katanya: "Guru, bilamanakah itu akan terjadi? Dan apakah tandanya, kalau itu akan terjadi?" 8 Jawab-Nya: "Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan: Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka. 9 Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera." 10 Ia berkata kepada mereka: "Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, 11 dan akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, ada yang sungguh tak mau berbicara tentang kematian. Meskipun demikian kematian adalah realitas yang harus dihadapi oleh setiap orang.
  • Tampaknya, karena keyakinan akan hidup abadi, ada yang sungguh serius mempersiapkan diri berhadapan dengan kematian. Tetapi ada juga yang kebingungan bagaimana harus siap kalau tiba-tiba kematian datang.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun orang tak bisa mengerti kapan dan di mana kematian akan datang, orang sadar atau tidak sadar sudah berjalan benar kalau menjaga kemesraan hubungan dengan relung hati. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan relung hati, sekeliru apapun pemahamannya tentang kematian, orang tak akan tersesat.

Ah, bagaimanapun juga kematian itu mengerikan.

Sunday, November 23, 2025

Dari Sanjungan Sadar Karunia

Bagaimanapun juga sanjungan memang bisa menghadirkan kegembiraan bagi yang disanjung. Sayapun, sekalipun sudah lansia dan bahkan sebagai seorang rama, juga merasa sening karena mendapatkan sanjungan. Barangkali pengalaman tersanjung bukan muncul dari banyak orang. Tetapi kalau sanjungan itu disikapi seperti Bunda Maria menghadapi sebuah peristiwa, itu sungguh bisa disadari sebagai karunia. Ketika mendapatkan kehadiran para gembala untuk melihat bayi Yesus, menghadapi ocehan kata para gembala Bunda Maria “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). Di sini saya akan mensharingkan pengalaman saya ketika mendapatkan yang saya sebut saja sebagai sanjungan. 

Kata Tiga Teman

Sebetulnya yang masuk dalam hati saya adalah sanjungan yang hanya berasal dari 3 orang rama. Dua orang rama tinggal serumah bersama saya di rumah rama sepuh yang bernama Domus Pacis Santo Petrus. Sedang seorang lain adalah seorang rama yang masih segar dan bugar serta menjadi salah seorang pastor paroki di Keuskupan Agung Semarang.

Dua rama serumah tampak mengagumi saya. Kekaguman salah satu saya dengar beberapa kali dari kata-katanya kepada rombongan tamu pengunjung Domus Pacis. Sebagai salah satu rama yang masuk di Domus karena kondisi sakit yang membutuhkan pelayanan dan penjagaan khusus, beliau kerap membandingkan ketika masih di paroki dan ketika sudah di Domus. “Saya melihat Rama Bambang bisa segar penuh keceriaan padahal juga menanggung penyakit seperti saya. Rama Bambang bisa disiplin dalam menyantap menu makan. Beliau dengan tenang tak mengambil menu yang berbahaya untuk penyakitnya” demikian sekitar kata-kata yang saya dengar tak hanya sekali. Bahkan salah satu perawat home care, yang datang setiap Rabu di Domus Pacis, tak hanya sekali berkata “Wah, kalau omong tentang Rama Bambang, beliau selalu mengatakan teladan segalanya”.

Sedang sanjungan dari rama serumah lain saya dengar dari Bu Rini. Bu Rini pernah terlibat omong-omong dengan rama ini. Rama ini berkata kepada Bu Rini bahwa ketika ditetapkan tinggal di Domus Pacis, beliau sebenarnya merasa amat tidak nyaman. “Di Domus saya akan hidup bersama dengan Rama Bambang. Jujur saja, saya takut karena Rama Bambang itu galak. Ternyata sesudah berada di Domus, Rama Bambang itu menyenangkan. Beliau selalu tampak segar dan paling sehat” kata beliau yang sebenarnya juga tahu bahwa saya setiap hari menyantap obat-obat dar dokter. Ada yang bilang bahwa rama itu dulu biasa menolak obat rumah sakit. Yang jelas, yang saya ketahui di Domus beliau selalu minum obat dan sering juga terdengar kata-katanya “Endi obatku?” (Mana obatku) kalau karyawan belum menyediakan obat di bagian menjanya ketika makan bersama.

Sedang rama yang masih aktif melayani paroki berbicara tentang saya, hal ini juga saya dengar dari Bu Rini. Beliau memang masih terhitung muda karena belum mencapai 20 tahun menjadi imam. “Saya besok akan seperti Rama Bambang. Sekalipun masih bisa aktif tetapi sudah masuk lansia, beliau masuk rumah tua. Di Domus beliau masih tetap bisa terbuka melayani umat. Bahkan hingga kini, ketika sudah tak bisa banyak keluar karena tak lagi bermotor dan bermobil, Rama Bambang masih bisa ikut berbuat untuk komunitas. Bahkan kadang-kadang masih bisa diminta datang ke umat” kata rama itu menurut Bu Rini. “Katanya omongan itu juga muncul ketika beliau memimpin Misa di depan umat” kata Bu Rini berdasarkan kisah kenalannya yang ikut Misa rama tersebut.

Karunia Derita

Mendengar kata-kata bernuansa sanjungan memang menghadirkan rasa bangga dalam diri saya. Tetapi kalau saya menelusuri kembali peristiwa awal dari hal yang membuat tersanjung, saya menyadari hal yang bagi saya baru.

Ketika sadar gagap perkembangan pastoral

Sebenarnya ketika masuk Domus Pacis pada 1 Juni 2010 saya masih bisa ke sana-sini sendiri. Memang saya sudah memakai kruk untuk alat bantu berjalan. Tetapi saya masih bisa mengendarai mobil sendiri. Padahal pada waktu itu saya belum mengenal mobil matic. Saya mengenalnya baru pada tahun 2013. Bermotor roda 2 memang sudah kesulitan. Tetapi dengan menjadikan modifikasi roda 3, saya masih bisa tegar kuat bermotor hingga Magelang dan Sala. Maka, saya masih bisa banyak melayani permintaan umat untuk Misa Keluarga. Untuk membantu Misa-misa Paroki dan atau kapel-kapel Stasi/Wilayah juga masih bisa saya jalani. Saya juga masih diminta untuk bersedia masuk jadual pelayanan hari besar seperti Natal dan Paskah di Paroki peminta. Bahkan memimpin rekoleksi dan retret juga terjadi. Yang pokok, saya tidak mau mendapatkan jadual rutin untuk Paroki atau tempat pelayanan tertentu. Rasa-rasanya bisa menjadi seperti pastor pembantu terbatas yang bebas mengatur jadual sendiri.

Saya mendengar beberapa rama bertanya mengapa saya tinggal di Domus Pacis. Banyak yang tahu bahwa sedikit banyak itu adalah keinginan dan pilihan saya yang disetujui oleh Pimpinan Keuskupan, yang pada waktu itu adalah Rm. Pius Riana Prapdi sebagai Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang. “Njenengan niku tesih isa aktif lho. Kénging napa kok pun mlebet Domus?” (Anda bisa bisa aktif. Mengapa sudah masuk Domus?) tanya seorang rama ketika saya membantu di Parokinya. Saya hanya tertawa dan tidak menjawab. Apapun jawaban saya, komentar beberapa sekitar “Bambang ki cèn nakal kok. Mung golèk senengé dhéwé” (Bambang memang nakal, Hanya cari senang sendiri) dari beberapa teman rama. Mereka tidak tahu betapa saya sungguh merasa sudah merasa berat untuk meneruskan kerja di Komisi Karya Misioner (KKM) dan Karya Kepausan Indonesia (KKI) serta Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM) di Keuskupan Agung Semarang. Itulah bidang karya misi yang saya jalani selama 27 tahun. Perkembangan hidup menggereja dan zaman sudah mulai membuat saya gagap. Apalagi tuntutan-tuntutan institusional lebih-lebih yang berkaitan dengan tata administratif dan akuntansi, saya sungguh ketinggalan. Sebagai tenaga full timer karya Keuskupan, menyaksikan perkembangan karya Paroki termasuk tuntutan-tuntutannya, saya sudah merasa akan amat gagap kalau harus ikut menangani sekalipun hanya bertugas sebagai pembantu.

Tinggal di Domus Pacis bagi saya memang masuk dalam dunia kehidupan yang amat berbeda dengan dunia karya misioner yang saya jalani 27 tahun sebelumnya. Saya hidup bersama dengan para rama sepuh yang masuk karena memang kondisi tubuh karena putusan dari Keuskupan dan memang sungguh sudah bebas tugas pelayanan dengan datang ke umat. Memang saya mengalami 10 tahun bersama Rm. Agoeng yang memilih tinggal di Domus. Beliau memang termasuk anggota pengurus Domus. Tetapi sebagai Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan, beliau amat sibuk dan kerap memiliki kegiatan luar Domus. Yang jelas, dengan menjadi penghuni Domus, saya jauh lebih banyak mengalami kesendirian di kamar. Bahkan saya mengawali tinggal di Domus dengan memegang kata hati “Kecuali karena diminta melayani Misa, aku tak akan pergi keluar Domus sebelum merasa nyaman tanpa kegelisahan dengan berada dalam kamar”. Tetapi selewat 59 hari, saya bisa menghayati kenyataan dunia Domus. Bahkan ketika masuk 5 bulan saya tiba-tiba terlibat membantu teman serumah. Dengan persetujuan Rm. Agoeng saya mencari seorang pramurukti untuk melayani salah satu rama yang dalam segalanya membutuhkan penjagaan dan bantuan. Maklumlah, jumlah tenaga Domus bagi saya tidak memadahi. Ketika bulan keenam saya ikut memulai terjadinya acara yang selama 10 tahun belum pernah terjadi. Pada tanggal 21 Desember 2010 Domus mengadakan Pesta Ulang Tahun Imamat 2 rama sepuh Domus dengan mengundang umat. Dari sini mulailah jaringan hubungan dengan umat.

Perhatian kepedulian umat untuk penghuni Domus makin berkembang bahkan ketika masih di Domus Pacis Puren terjadi sajian lauk pauk 3 kali sehari datang dari keluarga-keluarga lintas Paroki yang berhenti sesudah siaga dan pindah di Domus Pacis Santo Petrus pada tahun 2021. Domus Pacis tak hanya menerima kepedulian umat. Domus juga menyelenggarakan pelayanan pastoral. Dengan makin banyak umat datang, kunjungan-kunjungan rombongan umat bisa dijadikan kesempatan mensharingkan kehidupan menjadi lansia, bahkan dengan kondisi berkebutuhan khusus namun bisa ceria berbahagia. Tak sedikit rombongan datang minta pelayanan Misa dan atau rekoleksi. Pastoral Ketuaan berkembang dan kemudian terjadilah Novena Domus Pacis setiap Minggu I dari Maret sampai November sejak tahun 2013. Novena ini selalu berisi seminar 2 jam ditutup Misa. Banyak umat ikut terlibat jadi relawan. Pelayanan ke kelompok-kelompok lansia di beberapa paroki terjadi dalam program Jagongan Iman yang berisi pendalaman keagamaan.  

Mulai November 2020 saya sudah tak bermotor atau pergi mengendarai mobil sendiri. Ketajaman saya menurun. Semua derap pelayanan pastoral amat banyak menghilang sesudah berada di Domus Pacis Santo Petrus Kentungan. Dari hitung-hitungan jam di Domus Petrus 90% lebih saya berada di kamar. Menghilangnya banyak aktivitas pastoral memang bermula dari terjadinya pandemi Covid-19. Tetapi kondisi usia lebih dari 70 tahun memang membuat saya sudah tak sekuat dulu apalagi sejak 2014 sudah selalu berkursi roda. Meskipun demikian saya masih bisa memiliki sisa kemampuan public speaking sehingga bisa ikut menyemarakkan penyambutan rombongan-rombongan kunjungan dengan memandu interaksi pengunjung dengan para rama Domus. Puji Tuhan, atas pendampingan dulu oleh Rm. Agoeng dan beberapa bantuan karyawan, saya mendapatkan anugrah bermedia sosial. Hal ini membuat saya, yang mayoritas hidup di kamar, bisa ambil bagian punya hubungan dengan umat umum walaupun secara maya. Saya bisa menayangkan renungan harian, kisah santo-santa, dan peristiwa Domus atau juga pikiran-pikiran pastoral ketuaan. Bahkan lewat hubungan maya saya boleh ikut membantu Domus mengumpulkan dana untuk tambahan honor karyawan dan menerima kepedulian umat untuk dana hajatan. Saya ikut ambil bagian terjadinya hajatan untuk pesta ulang tahun imamat masing-masing rama, peringatan arwah rama yang pernah jadi penghuni Domus, dan even-even lain seperti menyemarakkan Malam Natal/Paskah. Bersama Bu Rini saya juga bisa ikut mencari dana lewat penjualan kain batik.

Ketika sadar kondisi kesehatan

Sejak minggu terakhir Desember 1972 saya sudah harus minum obat tensi setiap hari. Itu berarti sejak saya umur 21 tahun. Di usia 40an ada tambahan obat setiap hari untuk asam urat. Menu obat bertambah pada 50an tahun karena ada kelebihan kolesterol dan trigliserida. Terhadap kenyataan seperti itu saya tenang-tenang saja. Toh menu favorit masih bisa saya nikmati. Bagi saya menu favorit adalah gudeg, nasi goreng, bakmi baik goreng maupun godog.

Kejutan datang pada Januari 2012 ketika saya sudah berada di Domus Pacis. Ternyata penyakit yang ngendon di tubuh saya tambah, yaitu diabetes. Dari beberapa kali kontrol dokter disertai periksa laboratorium, termasuk juga pencobaan obat-obat tertentu, kadar gula selalu di atas 200. Saya tidak pernah digelisahkan oleh hipertensi, asam urat, kolesterol, dan trigliserida. Tetapi terhadap diabetes saya sungguh ketakutan. Dari informasi penyakit gula bisa diam-diam menyerang organ-organ tubuh lain. Yang paling saya takuti adalah kalau karena gula darah harus terjadi penderitaan cuci darah. Dokter mengatakan bahwa saya harus berhenti menikmati menu-menu favorit saya. Makan nasi pun harus pakai ukuran. Itulah yang membuat saya berkonsultasi ke ahli gizi untuk tanya menu yang baik untuk mengendalikan gula darah sekalipun harus tetap menerima tambah obat harian. Itulah yang membuat saya sehari 3 kali makan sayur sebagai pengganti nasi. Pikir saya makan itu yang paling pokok kenyang. Tidak nasi tidak apa asal kenyang. Sebetulnya saya tak suka sayuran dan buah-buahan. Tetapi dari petunjuk ahli gizi sayuran amat baik. Enam hari pertama saya memang merasakan tubuh lemas. Tetapi pada hari ketujuh jadi biasa. Jujur saja, sebetulnya hingga kini saya belum bisa mengatakan enak menyantap daun-daun sayuran. Tetapi hati saya diwarnai oleh pemahaman bahwa “Beriman itu berarti semakin mengikuti Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat” (Arah Dasar Umat Allah Keuskupan Agung Semarang 1996-2000). Yang jelas dengan santapan ini saya mengalami kesegaran badan dalam keseharian. Gula darah selalu biasa tidak menyentuh angka 200 bahkan biasa di bawah 150. Kalau ada rasa tak nyaman, saya biasa ingat kata-kata Tuhan Yesus “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). Bagi saya penyangkalan diri dalam makan adalah mengalahkan selera pucuk lidah. Kalau saya bisa menang terhadap sepucuk kecil bagian tubuh, seluruh tubuh mengalami kenyamanan tubuh. Di sini saya juga merasa diyakinkan oleh firman “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20).

Karunia tak selalu mengenakkan

Bagaimanapun juga pengalaman saya ketika masuk Domus Pacis bukanlah pengalaman enak. Ketidakenakan sesungguhnya mewarnai hidup saya. Memang, kata-kata Tuhan Yesus yang saya ungkapkan berkaitan dengan kesehatan tubuh, sebenarnya juga mewarnai perjalanan awal saya tinggal di Domus Pacis. Tetapi segala ketidaknyamanan itu justru menghadirkan hidup segar, ceria, dan tak ada rasa merana. Ternyata pilihan saya tinggal di rumah sepuh Domus Pacis menghadirkan inspirasi bagi salah satu rama Paroki. Di hadapan beberapa rama yang bertanya kepada saya mengapa saya tinggal di Domus walau masih segar, saya biasa menjawab “Itu hak saya sebagai rama sepuh”. Ternyata sikap dan tindakan saya menghadapi penyakit menghadirkan semangat ke 2 orang rama sepuh serumah di Domus. Ketika ditanya mengapa saya tahan makan menu sekalipun tak masuk selera, saya menjawab “Saya juga harus taat pada kehendak tubuh”.

Sebenarnya saya dalam pengalaman itu tidak berpikir dan berkeinginan untuk menghadirkan keteladanan bagi teman-teman lain. Saya menjalani segala ketidakenakan itu karena yakin akan mengalami keenakan mendalam. Bahwa kemudian ada 3 orang menyatakan mendapatkan inspirasi, entah bagaimana saya berpikir apakah yang tidak enak ini juga merupakan karunia atau anugrah ilahi. Dari sini saya merasa mendapatkan karunia “bisa masuk rumah tua meninggalkan hiruk pikuk menyenangkan berada di tengah kancah kegiatan umat”. Ada juga karunia yang saya terima “Saya bisa sakit. Saya bisa hidup bersahabat dengan penyakit”. Dalam permenungan saya yakin bahwa itu adalah karunia bisa enak dalam ketidakenakan. Saya jadi ingat kata-kata Santo Paulus “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. ..... Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1Kor 12:4.7).

Santa Maria dari Cordoba

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 11 Oktober 2015 Diperbaharui: 03 Februari 2019 Hits: 10973

  • Perayaan
    24 November
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad ke-9
  •  
  • Kota asal
    Cordoba - Spanyol
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir - Kepalanya dipenggal sekitar tahun 851 atau 856, pada masa penganiayaan Sultan Abderrahman II di Cordoba Spanyol
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Santa Maria dari Cordoba hidup di Spanyol saat kerajaan di semenanjung Iberia itu berada dibawah penjajahan bangsa Moor. Ia dilahirkan dalam perkawinan campuran Kristen-Islam. Ayahnya adalah tuan tanah Kristen, dan ibunya, seorang wanita Muslim Moor yang telah dibabtis menjadi Kristen.

Saat Sultan Abderahman II mulai menganiaya orang Kristen, keluarga mereka terpaksa melarikan diri, meninggalkan rumah dan tinggal bersembunyi di sebuah desa dekat Cordoba. Ibunya yang tidak tahan menderita dalam pelarian memilih untuk murtad dan meninggalkan mereka.

Seorang saudara Maria, bernama Walabonsus, masuk seminari lokal Santo Felix, lalu melanjutkan pendidikannya di seminari Cuteclara. Setelah ditahbiskan menjadi imam, Walabonsus sempat kembali ke rumah dan bertemu keluarganya dalam sukacita Kristus. Namun, beberapa waktu kemudian, Walabonsus tewas sebagai martir Kristus karena menolak mempraktekkan Islam dan secara terbuka menyatakan dirinya sebagai seorang imam Kristen.

Maria sangat tersentuh oleh keberanian dan kemartiran kakaknya. Ia memutuskan untuk mengikuti jejak kakaknya dan menjalani hidup religius. Setiap hari Maria akan selalu ke Gereja untuk berdoa memohon kekuatan. Di gereja inilah ia bertemu dan bersahabat dengan Santa Flora.

Saat Flora harus melarikan diri karena menolak untuk menikah dengan seorang pria muslim, Maria dengan sepenuh hati menemaninya. Namun pelarian mereka tidak berlangsung lama. Seorang saudara laki-laki Flora mengkhianati dan menyerahkan mereka kepada penguasa muslim. Kedua wanita pemberani ini lalu dipenjara, dihukum cambuk setiap hari, sebelum akhirnya di penggal. Kemartiran mereka terjadi pada tahun 851 atau 856.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

Lamunan Peringatan Wajib

Santo Andreas Dung Lac, Imam dan Kawan-kawan

Senin, 24 November 2025

Lukas 21:1-4

1 Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. 2 Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. 3 Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. 4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, di dalam agama umat akan senang kalau banyak orang kaya menjadi anggota. Kebutuhan-kebutuhan finasial bisa tercukupi dengan mudah.
  • Tampaknya, untuk mengelola agama bagaimanapun juga dibutuhkan uang. Orang-orang kaya tentu menjadi andalan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, semelimpah apapun persediaan uang dalam agama, sejatinya agama adalah ungkapan daya Roh Ilahi sehingga kaum miskinpun juga jadi andalan, karena dalam sumbangan seberapapun yang paling peting adalah motivasi batinnya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa dalam sumbang menyumbang dalam hidup beragama orang tak dapat membandingkan jumlahnya.

Ah, kalau punya banyak uang, agama akan kuat.

Saturday, November 22, 2025

Tamu dari Bangkok


Ternyata pada tanggal 18 November 2025 ada 8 orang tamu mulai menginap di Domus Pacis Santo Petrus. Mereka menginap di lantai 3. Penerima dan pemandu utama adalah Rm. Bismoko, dosen Fakultas Teologi di Kentungan yang tinggal di Paroki Mlati. Kata Rm. Bismoko para tamu hadir dalam rangka membangun kerjasama dengan Fakultas Teologi Wedhabakti dan Keuskupan Agung Semarang. Sebenarnya dalam beberapa bulan sebelumnya sudah ada 2 rombongan datang dan kesemuanya selalu menginap di Domus Pacis Santo Petrus. Setiap ada rombongan datang untuk proses tujuan itu, Rm. Pitaya SY dari Kolese de Britto juga selalu menyertai. Rm. Pitaya adalah Rektor SMA de Britto. Beliau selalu menyertai para tamu karena bisa berbahasa Thailand. Maklumlah, para tamu datang dari Thailand. Untuk rombongan yang terakhir menginap di Domus Pacis hingga Jumat 21 November 2025. Ternyata salah satu di antaranya bernama Mgr. Prancis Xavier Vira Arpondratana. Beliau adalah Uskup Agung Bangkok dan Ketua Konferensi Waligereja Thailand. Ketujuh lainnya adalah 6 rama dan seorang awam dosen sekolah tinggi teologi Saengtham College. Kedelapan tamu itu juga berjumpa dengan Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Semarang. Ketika akan meninggalkan Domus Pacis, mereka sempat menghampiri para rama Domus yang sedang makan pagi. Mgr. Vira menyampaikan kata-kata yang diterjemahkan oleh Rm. Pitaya. Beliau juga memberikan berkat untuk para rama Domus.

Santa Felisitas dari Roma

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 04 September 2013 Diperbaharui: 23 Oktober 2019 Hits: 39294

  • Perayaan
    23 November
  •  
  • Lahir
    Hidup pada Abad ke-2
  •  
  • Kota asal
    Roma - Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • MARTIR - Dipancung pada tahun 165 di Roma, Italia. Dimakamkan di Pekuburan San Maximus disamping Via Salaria, Roma
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Felisitas adalah seorang wanita Kristen bangsawan dari Roma. Ia hidup pada abad kedua. Sesudah suaminya meninggal dunia, Felisitas mengabdi pada Tuhan dengan berdoa dan melakukan karya belas kasihan. Teladan baiknya menghantar banyak orang untuk menjadi Kristen pula.

Hal ini menyebabkan imam-imam kafir amat marah dan melaporkannya kepada Kaisar Antonius Pius. Mereka mengatakan bahwa Felisitas adalah musuh negara oleh sebab ia membuat dewa-dewa murka. Maka, kaisar memerintahkan agar Felisitas ditangkap. Tujuh orang pemuda ditangkap bersamanya. Mereka adalah ketujuh putera Felisitas.

Seperti ibu dalam Kitab Makabe dalam Perjanjian Lama, Felisitas tetap tenang. Gubernur sia-sia saja membujuknya untuk mempersembahkan korban kepada para dewa. Akhirnya Gubernur berseru, “Perempuan celaka! Jika engkau ingin mati, matilah! Tetapi, janganlah engkau membinasakan anak-anakmu pula.”

“Putera-puteraku akan hidup selama-lamanya jika mereka, seperti saya, mengutuk dewa-dewa berhala dan mati bagi Tuhan,” jawab Felisitas.  Wanita yang gagah berani ini dipaksa menyaksikan putera-puteranya dihukum mati. Seorang mati dicambuk, dua orang didera dengan tongkat, tiga orang dipenggal kepalanya dan seorang lagi tewas ditenggelamkan. Tujuh orang Martir putera-putera Santa Felisitas yang gagah berani itu adalah :

St.Alexander
St.Vitalis
St.Martialis
St.Januarius
St.Felix
St.Filipus
St. Silvanus

Empat bulan kemudian, Felisitas juga dihukum pancung. Kekuatannya yang luar biasa itu bersumber pada pengharapannya yang besar akan kehidupan kekal kelak bersama Tuhan dan putera-puteranya di surga.

Dapat dikatakan, St. Felisitas wafat dimartir delapan kali, sebab ia harus menyaksikan satu demi satu puteranya wafat dimartir hingga akhirnya ia sendiri mempersembahkan nyawanya juga bagi Yesus.

Lamunan Hari Raya

Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam

Minggu, 23 November 2025

Lukas 23:35-43

35 Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah." 36 Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka mengunjukkan anggur asam kepada-Nya 37 dan berkata: "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!" 38 Ada juga tulisan di atas kepala-Nya: "Inilah raja orang Yahudi". 39 Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" 40 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah." 42 Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." 43 Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, seseorang bisa amat terkenal karena memiliki kemampuan pengobatan. Dia mampu meramu obat untuk penyembuhan berbagai penyakit sehingga menjadi penyelamat kehidupan.
  • Tampaknya, seseorang bisa amat terkenal karena memiliki kemampuan bela diri. Dia bisa menjadi pembela banyak orang yang menderita kekerasan sehingga menjadi penyelamat kehidupan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun termasyhur jadi penyelamat kehidupan bagi amat banyak orang dari berbagai penyakit dan tindak kekerasan, seorang pejuang kehidupan sejati akan ikhlas menerima kekerasan untuk dirinya sendiri. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati kemampuan kuat untuk menolong kehidupan orang lain akan menjadikannya pejuang sejati kalau ikhlas tak ada kesempatan menolong kehidupan diri sendiri.

Ah, kalau jadi idola masyarakat hidup pasti aman.

Friday, November 21, 2025

Mati Upah Dosa?

Pada Kamis 20 November 2025 saya diminta salah satu keluarga untuk memimpin Misa Peringatan 7 harswafat seorang bapak. Kebetulan saja almarhum adalah sesama alumni SMA dengan aya. Saya kelas I ketika almarhum kelas III. Ketika wafat almarhum dalam berita lelayu tertulis berumur 78 tahun.  Entah bagaimana, karena tak tahu bacaan apa dari Kitab Suci yang akan dipakai dalam Misa, pikiranku terarah pada yang namanya kematian. 

Yang Mati Tubuh?

Peristiwa kematian pada umumnya dikaitkan dengan keputusan medis berdasarkan berhentinya keaktivan organ jantung. Kemudian orang sibuk perawatan jenazah dari memandikan hingga mendandaninya. Urusan peti juga masuk dalam kesibukan. Tirakatan hingga doa dan ibadat menyusul. Bahkan sesudah pemakaman doa-doa peringatan arwah juga masuk menjadi agenda. Untuk orang Jawa peringatan arwah bisa terjadi pada hari ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, setahun, 2 tahun, dan 1000 hari dari saat wafat almarhum.

Bagi saya yang bisa menjadi soal adalah kalau sebagai murid Kristus mendalami iman berdasarkan Kitab Suci. Santo Paulus pernah berkata bahwa “upah dosa ialah maut” (Rom 6:23). Itu berarti dengan berdosa orang akan mati. Tetapi ternyata dari pengalaman, saya sudah berulang kali melakukan dosa baik kecil maupun besar. Bukankah setiap kita juga mengalami berdosa dan berdosa? Bukankah sekalipun sudah mengaku dosa kita mudah berdosa lagi. Mengapa kita masih belum mati bahkan masih berdoa untuk yang wafat? Apalagi kalau kita membaca kisah ketika Adam dan Hawa menjalani dosa dengan melanggar perintah Allah karena makan buah larangan. Allah sudah bersabda “Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati” (Kej 3:3). Itulah dosa, yaitu melakukan yang berseberangan dengan kehendak Allah. Kalau melanggar ada konsekuensi kematian. Ada yang menjelaskan bahwa itu adalah kepastian yang segera terjadi. Tetapi setelah berbuat dosa Adam masih hidup bahkan dalam Kitab Suci dikatakan “Setelah Adam hidup seratus tiga puluh tahun, ia memperanakkan seorang laki-laki menurut rupa dan gambarnya, lalu memberi nama Set kepadanya. Umur Adam, setelah memperanakkan Set, delapan ratus tahun, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan” (Kej 5:3-4).

Ternyata orang-orang, yang dikisahkan dalam Kitab Suci sebagai pendosa, amat banyak yang tetap punya tubuh hidup. Bahkan Santo Paulus pernah berkata bahwa “semua orang telah berbuat dosa” (Rom 5:23). Dari Kitab Kejadian kita dapat membaca bahwa yang berumur hingga ratusan tahun tak hanya Adam. Dalam Kitab Kejadian bab 5 saya menemukan umur-umur mereka : Adam 930 tahun (ay. 5), Set 912 tahun (ay. 8), Enos 905 tahun (ay. 11), Kenan 910 tahun (ay. 14), Mahalaleel 895 tahun (ay 17), Yared 962 tahun (ay. 20), Henokh 365 tahun (ay. 22-24), Lamekh 777 tahun (ay. 31). Di lain bab Noh berumur 950 tahun (Kej 9:29). Katanya yang tertua adalah Metusalah, yaitu 969 (Kej 5:27). Sebagai murid Kristus saya harus memahami bagaimanakah kematian sejati sesuai dengan firman Tuhan.

Manusia Sepenuhnya

Yang diomongkan di atas adalah tentang kematian yang hanya dikaitkan dengan tubuh. Kematian yang hanya seperti itu juga ada pada hewan. Bahkan matinya pohon juga bisa disebut sebagai hilangnya daya batang tubuh termasuk anggota-anggota. Kesejatian manusia tak bisa hanya dikaitkan dengan tubuh. Santo Paulus mengatakan bahwa manusia sepenuhnya tak hanya bisa dimengerti dari bagian tubuh. “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1Tes 5:23) demikian kata Santo Paulus. Orang sungguh manusiawi kalau dalam dirinya ada kepaduan roh, jiwa, dan tubuh”.

Roh kunci hidup

Sebagai salah satu ciptaan, Allah menciptakan manusia dengan martabat jauh melebihi ciptaan-ciptaan lainnya. Saya pernah membuat catatan penciptaan sebagai berikut :

Dalam Kej 1 Allah menciptakan segalanya dengan firman-Nya. Dalam hal ini ada perbedaan mencolok di antara manusia dan ciptaan lain. Ciptaan-ciptaan lain terwujud begitu saja ketika Allah berfirman (lihat ayat 3.6.11.14.20.22.24). Tidak demikian ketika Allah menciptakan manusia. Sebelum manusia jadi Allah berfirman ""Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi" (ay 26). Selanjutnya Kitab Suci menyatakan "Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" (ay 27).

 

Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya. Inilah kekhasan dan bahkan hakikat manusia yang tak dimiliki oleh ciptaan-ciptaan lain. Manusia sebagai gambar Allah dipahami dengan merujuk kisah peciptaan dalam Kej 2. "TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (ay 7) Manusia memang berasal dari debu tanah. Namun demikian debu tanah ini menjadi makhluk hidup karena Tuhan memasukkan nafas-Nya ke dalam manusia, sehingga dalam diri setiap orang terdapat hembusan nafas Tuhan.

Kekhasan hidup manusia ada dalam daya roh yang membuatnya menjadi gambar Allah. Maka kesejatian setiap orang sebagai manusia adalah sebagai bait Allah. “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor 3:16). Dari sini bisa dipahami kalau landasan hidup manusia ada dalam keterbukaan hidup bersama Roh Allah yang bagi saya bertahta dalam relung hati. Kalau saya selalu menjaga keterbukaan dengan relung hati, itu berarti menjaga kehidupan roh saya untuk tetap ada bersama dengan Roh Allah. Kalau saya tetap menjaga relung hati berhubungan dengan kehendak Allah, saya mengalami kesejatian hidup. Tentu saja yang adalah hidup roh saya sepenuhnya termasuk jiwa dan tubuh. Jiwa saya akan didominasi oleh cahaya keceriaan sejati (bukankah ini Injil?), dan tubuh akan mengalami kesegaran dalam kondisi apapun. Tetapi kalau saya ada dalam keadaan dosa, abai atau berseberangan dengan kehendak Roh Allah yang berdengung dalam relung hati, matilah roh saya. Jiwa kehilangan cahaya sehingga mengalami kegelapan. Perilaku tubuh bisa ngawur kehilangan pegangan yang menghadirkan damai sejahtera. Kematian sebagai upah dosa membuat orang mencari ruang dan kesempatan yang bisa membuat orang melihat kekeliruan, kesalahan, atau apapun yang bisa membuat dirinya tak berharga di mata orang lain. Hidup adalah cahaya roh atau nurani yang menerangi jiwa dan terungkap serta terwujud dalam perilaku tubuh yang segar ceria dan menyegarceriakan banyak orang lain. 

Sempurna dan Tak Bercacat dalam Kristus

Dosa tak hanya melukai kemanusiaan seseorang. Dan dosa terutama memisahkan orang dengan Allah. Keterpisahan inilah kematian sejati. Tetapi ternyata Allah tak menghendaki keterpisahan atau kematian manusia yang ditentukan menjadi gambar-Nya. “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8). “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16) Kesejatian hidup bagi kita adalah hidup kekal, yaitu hidup yang mengalir dari keterbukaan kita untuk ada bersama dengan Allah. Kehidupan kekal, atau hubungan hati dengan Allah, kita alami sejak masih berada di dunia fana. Inilah hidup beriman dan iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr 11:1).

Bagi kita Tuhan Yesus adalah segala-galanya untuk kita. Tuhan Yesus bersabda “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Dalam Yesus kita bisa berharap menjadi manusia sepenuhnya yang mengalami damai sejahtera. “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1Tes 5:23) kata Santo Paulus. Damai sejahtera yang menguduskan itu bagi saya terjadi dalam Kristus sebagai ketaatan iman. Kitab Suci mencatat penyaliban Tuhan sebagai puncak penghayatan hidup di dunia, yaitu “sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr 5:8-9). Dalam permenungan saya mencoba meraba-rama untuk mengetahui apa isi ketaatan iman dalam roh, jiwa, dan tubuh saya :

  •  Dalam roh. Ketaatan iman yang mengalir dalam roh bagi saya adalah kasih. Ini adalah tuntutan utama sebagai pengikut Tuhan Yesus yang bersabda “semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35).
  • Dalam jiwa. Sejauh saya pahami ranah jiwa adalah kebutuhan batin yang berupa motivasi, pemahaman, dan ketulusan. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5) demikian kata Santo Paulus. Dengan meneladan Kristus kita akan memiliki motivasi sejati yang kuat, tekun, dan terarah pada hal baik dan mulia. Selain itu pikiran dan perasaan kita akan membuat kita seperti Bunda Maria dalam menghadapi realita hidup, yaitu biasa “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19).
  • Dalam tubuh. Manusia sepenuhnya adalah gambar Allah. Selain ada tuntutan taat dalam roh dan taat dalam jiwa, orang beriman juga dituntut taat dalam realita tubuh. Orang akan sungguh mengalami damai sejahtera kalau menghayati tubuh dalam kepaduan dengan roh dan jiwanya. Dalam beriman orang akan semakin mengikuti Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan perkembangan situasi hidup. Ungkapan dan wujud ketaatan dalam tubuh harus memperhitungkan perkembangan usia dan perubahan kondisi nyata dari tubuhnya. Orang akan menjaga agar tubuh menghadirkan kehidupan yang sungguh damai bahagia sekalipun ada kondisi derita misalnya karena sakit.  

Dari paparan itu saya menyadari bahwa landasan hidup atau mati seseorang tergantung pada olahan hidup rohaninya, yaitu penjagaan kebersatuan diri terbuka pada Allah. Penjagaan ini akan menyuburkan penghayatan kasih yang membuat orang punya jiwa terlibat demi kebaikan umum. Kesemuanya akan sungguh terungkap dan terwujud dalam perilaku seseorang sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi hidupnya. Kalau dalam realita masih ada dosa dan perilaku buruk dan jahat yang menghadirkan kesejatian kematian, dalam Tuhan Yesus dinyatakan adanya kebangkitan. Dalam Syahadat Iman memang ada rumusan percaya akan “kebangkitan badan dan kehidupan kekal”. Bagi saya kata badan dalam Syahadat adalah badan manusia. Maka itu selalu meliputi manusia sepenuhnya, yaitu roh, jiwa, dan tubuh. Sebagaimana kalau kita bicara tentang Bapa atau Tuhan Yesus atau Roh Kudus, itu selalu menunjuk ke Allah Tritunggal Mahakudus Bapa dan Putra, dan Roh Kudus.

Santa Sesilia

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 16 Agustus 2014 Diperbaharui: 26 November 2019 Hits: 45811

  • Perayaan
    22 November
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad ke-3
  •  
  • Kota asal
    Roma
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir
    Awalnya ia dibakar hidup-hidup; tapi karena api tidak menyakitinya ia kemudian dipenggal

    Makamnya ditemukan kembali tahun 817, dan dipindahkan ke Gereja yang khusus dibangun untuk mengenangnya; Gereja Santa Cecilia di Roma

    Pada tahun 1599 makamnya dibuka dan tubuhnya ditemukan masih utuh
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Kisah tentang Santa Sesilia sedikit berbau legenda. Dikisahkan bahwa Sesilia adalah seorang gadis bangsawan Romawi  yang telah menjadi Kristen. Konon semenjak kecil ia telah berkaul untuk hidup suci-murni dan tidak menikah. Namun ketika sudah dewasa, ayahnya menikahkannya dengan Valerianus, seorang pemuda yang berhati mulia dan jujur tetapi masih kafir.

Dikisahkan bahwa pada saat perayaan pernikahan berlangsung, pengantin wanita yang cantik itu duduk menyendiri. Di dalam hatinya, ia menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan serta berdoa memohon pertolongan-Nya. Ketika ia dan Valerianus, suaminya, tinggal sendirian dalam kamar pengantin, Sesilia memberanikan diri berkata kepada suaminya: "Aku mempunyai suatu rahasia yang hendak kukatakan kepadamu. Aku mohon agar engkau mendengarkannya dengan sepenuh hati dan tetap menerima aku sebagai isterimu. Engkau harus tahu bahwa aku telah berkaul untuk mempersembahkan kesucianku kepada Kristus, dan aku mempunyai seorang malaikat yang selalu menjaga aku. Jika engkau berani menyentuh aku, maka malaekat pelindungku itu akan marah dan engkau akan menanggung banyak penderitaan. Tetapi jika engkau menghormati kesucianku, maka malaikat pelindungku itu akan mencintai engkau sebagaimana dia mencintai aku."

Valerianus amat terperanjat ketika mengetahui bahwa isterinya itu adalah seorang Kristen. Masa itu adalah masa penganiayaan bagi umat kristiani.  Menjadi Kristen adalah terlarang dan bila ketahuan, akan segera ditangkap dan dihukum mati. Namun atas pengakuan isterinya itu Valerianus berkata dengan lembut; “Tunjukkanlah kepadaku malaikatmu. Jika ia datang dari Tuhan, aku akan mengabulkan permintaanmu.”

Kata Sesilia, “Jika engkau percaya akan Allah yang satu dan benar serta menerima air pembaptisan, maka engkau akan dapat melihat malaikatku.” Kemudian Valerianus pergi menemui Uskup Roma (PausGayus yang menerimanya dengan gembira. Setelah menyatakan pengakuan iman Kristiani, Valerianus dibaptis dan pulang kerumah. Di rumahnya ia terkesima menemukan Sesilia sedang berdoa dengan ditemani oleh seorang malaikat.  Malaikat itu kemudian mengenakan mahkota pada kepala mereka berdua.

Tiburtius, saudara Valerianus, juga belajar iman Kristiani dari Sesilia.  Santa Sesilia mengisahkan Yesus dengan begitu indahnya hingga tak lama kemudian Tiburtius juga minta dibaptis. Bersama-sama,  Tiburtius dan Valerianus melakukan banyak perbuatan amal kasih. Ketika penganiayaan atas orang Kristen semakin memuncak,  kedua pemuda bangsawan itu selalu berupaya untuk memberikan penguburan yang layak pada setiap martir Kristen terbunuh.  Ketika mereka juga tertangkap, dengan berani mereka memilih mati daripada mengingkari iman mereka kepada Yesus.

Dengan penuh kasih sayang Sesilia menguburkan jenasah mereka, sebelum akhirnya ia sendiri juga tertangkap. Dalam penjara Sesilia masih sempat mempertobatkan para penjaga yang berusaha membujuknya untuk mempersembahkan korban bakaran kepada berhala. Setelah ditahan beberapa lama, Sesilia lalu dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup.

Ketika Sesilia dibakar dalam kobaran api, api sama sekali tidak menyakitinya. Akhirnya, seorang algojo diperintahkan untuk memenggal kepala Sesilia. Ia menebaskan pedangnya tiga kali ke leher Sesilia. Sesilia langsung rebah tetapi tidak langsung tewas. Dalam sakratul maut tersebut Santa Sesilia  mengacungkan tiga jari dengan tangannya yang satu dan satu jari di tangannya yang lain. Ia masih menyatakan imannya kepada Allah Tritunggal Maha kudus sebelum menerima  mahkota kemartirannya di surga.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

Lamunan Peringatan Wajib

Santa Sesilia, Perawan dan Martir

Sabtu, 22 November 2025

Lukas 20:27-40

27 Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: 28 "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. 29 Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. 30 Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, 31 dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. 32 Akhirnya perempuan itupun mati. 33 Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." 34 Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, 35 tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. 36 Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. 37 Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. 38 Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." 39 Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali." 40 Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, pada umum agama dan kepercayaan orang yakin bahwa hidup tak terbatas di dunia ini. Ada juga kehidupan abadi.
  • Tampaknya, untuk menyiapkan hidup baik dalam keabadian orang berjuang untuk tidak menumpuk dosa. Dengan itu mereka akan bisa meneruskan penghayatan dan berkeluarga dan berteman dengan para sahabat lama di alam kekal.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun dengan persiapan hidup baik di dunia orang akan mengalami kebaikan hidup di alam kekal, dalam keabadian orang akan mengalami kebangkitan badan yang menyempurnakan pola hidup fana dalam kemuliaan ilahi. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang yakin bahwa dalam keabadian orang akan mengalami kebahagiaan jauh di atas tatacara dan bentuk-betuk penghayatan hidup duniawi.

Ah, keabadian itu ya meneruskan yang duniawi hanya tidak berubah-ubah.

Thursday, November 20, 2025

Wilayah Maria Mater Dei Boyolali

Pada Jumat tanggal 14 November 2025 Rm. Bambang menerima pesan WA dari Bapak Chrisan Yusuf "Ngaturaken Run down acara wilayah kawulo, mbenjing dinten minggu, 16 November 2025. ..... Sakderengipun jam 12.00 Kawulo nyuwun izin palilah, badhe kempal rumiyin  wonten Pendopo Makam, kangge kegiatan Wilayah, rembag pemilihan ketua Wilayah, saha pengurusipun. Atawis jam 12.00 kawulo kunjungan dateng Wisma Domus Pacis. Matur suwun Berkah Dalem" (Ini saya menyampaikan susunan acara Wilayah saya besok hari Minggu 16 November 2025. ..... Mohon izin sebelum jam 12.00 kami akan kumpul di Pendopo Makam untuk kegiatan rapat Wilayah pemilihan ketua Wilayah dan pengurusnya. Sekitar jam 12. kami kunjungan ke Domus Pacis. Terima kasih dan Berkah Dalem).


Itulah rombongan umat Wilayah Maria Mater Dei, paroki Boyolali, yang berkunjung ke Domus Pacis Santo Petrus pada Minggu 16 November. Rombongan itu pertama-tama ke Peziarahan Oblat milik para Rama OMI. dan sampai di Makam para rama praja Kentungan sekitar jam 10.00. Katanya mereka mengadakan Rapat Wilayah di Pendapa Makam. Yang jelas pada jam 12.11 di HP Rm. Bambang ada pesan WA masuk dari Pak Chrisan Yusuf "Wilujeng Siang Romo Bambang. Pangapunten, kami umat Wilayah Maria Mater Dei, Paroki Boyolali, sampun siap berkunjung🙏🏻 Maturnuwun" (Selamat siang, Rama Bambang. Maaf, kami umat Wilayah Maria Mater Dei, Paroki Boyolali, sudah siap berjunjung. Terima kasih). Maka, para rama sepuh 9 orang termasuk Rm. Direktur keluar menjumpai rombongan umat dari Boyolali. Sekalipun dari Domus mereka masih akan Porta Santa ke Taman Doa Pringwulung, di Domus para tamu santai-santai saja bilang tak terikat jam. Sambutan dari wakil tamu dan Rm. Andika disampaikan dengan singkat. Tanya jawab terjadi dipandu oleh Rm. Bambang. Ketika ada yang tanya nama-nama para rama, perkenalan jadi bahan menarik penuh kelucuan. Kebetulan saja Paroki Boyolali pernah mengalami didampingi oleh Rm. Ria dalam pelatihan kor-kor umat. Mereka juga banyak yang sudah tahu Rm. Bambang karena ketika aktif sering membantu Boyolali pada hari-hari besar Gereja. Suasana memang sungguh meriah penuh kehangatan persaudaraan. Tawa terbahak juga kerap membahana. Ketika akan selesai ada bapak yang tunjuk jari dan berkata "Jujur saja sebelumnya saya tidak bergitu bersemangat bertamu di rumah para rama sepuh. Saya membayangkan akan berjumpa dengan rama-rama yang banyak diam dalam suasana lengang. Ternyata, sekalipun sudah sepuh, para rama bisa omong yang membuat kami tertawa. Apalagi ketika bicara tentang enaknya di rumah tua bahkan dalam banyak kesendirian. Ini sungguh menginspirasi kami yang pasti akan mengalami jadi lansia".

Beato Nicolo Giustiniani

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 05 September 2014 Diperbaharui: 17 November 2019 Hits: 12723

  • Perayaan
    21 November
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad ke-12 (tanggal dan tahun lahir tidak diketahui)
  •  
  • Kota asal
    Venesia - Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • Sekitar tahun 1180 di Biara San Nicolo del Libo, Venesia - Oleh sebab alamiah
  •  
  • Beatifikasi
    Tidak mendapat Beatifikasi secara resmi
  •  
  • Kanonisasi

Nicolò Giustiniani  lahir dalam keluarga bangsawan di  kota Venesia pada pertengahan abad ke-12. Ditahun 1153, Nicolo meninggalkan kehidupan duniawi dan masuk biara Benediktin di biara San Nicolo del Libo, Venesia.

Nicolo sudah menjadi seorang biarawan Benediktin selama sembilan belas tahun ketika semua saudaranya tewas dalam sebuah pertempuran di dekat Konstantinopel. Kematian semua saudaranya membuat marga Giustiniani dari Venesia terancam punah karena tidak lagi memiliki penerus.  Masyarakat Venesia lalu mengirimkan sebuah petisi kepada Paus Alexander III. Mereka meminta agar biarawan Nicolo Giustiniani dibebaskan dari kaul monastiknya dan dikirim pulang untuk menikah, demi meneruskan garis keturunan marga Giustiniani. 

Bapa suci mengabulkan petisi ini. Nicolo lalu kembali menjalani hidup sebagai seorang awam dan menikah dengan  Anna Michieli. Pernikahan mereka diberkati dengan kelahiran sembilan orang anak, enam orang putra dan tiga orang putri.

Setelah anak-anak mereka dewasa, Nicolo dan Anna sepakat untuk berpisah. Nicolo kembali ke biaranya di San Niccolo del Libo. Beberapa tahun kemudian, Anna juga meninggalkan kehidupan duniawi  dan menjadi seorang  biarawati pada biara yang didirikan oleh Nicolo sebelumnya.

Santa Katarina dari Alexandria

diambil dari katakombe.org/para-kudus  Diterbitkan:  10 Agustus 2013  Diperbaharui:  18 November 2019  Hits:  25029 Perayaan 25 November   L...