Berbicara tentang tubuh orang bisa mengatakan kokoh karena ketegaran dan kebugaran dengan postur kekar. Bisa saja orang melihat tubuh tertentu bilang “Aduuuh gemulainya” karena tinggi semampai, tidak kurus dan tidak gemuk, dada ke bawah diantarai pinggang mengecil dan kalau berjalan bisa dikomentari dengan kata-kata Jawa “kaya macan luwé” (bagaikan macan lapar). Dengan tubuhnya orang bisa dikatakan ganteng atau cantik. Dengan tubuhnya orang juga bisa dibilang “Wah, gak ketulungan”. Orang bisa tidak enak kalau akan mengomentari tubuh yang menderita difabilitas. Pokoknya berkaitan dengan tubuh orang bisa mendapatkan berbagai macam komentar bisa baik bisa buruk, bisa menyanjung bisa jatuh kasihan, bisa positif bisa negatif, bisa pula di tengah-tengah semua itu. Tetapi dalam paparan ini saya akan menyampaikan renungan saya tentang tubuh dalam keutuhan kemanusiaan.
Tubuh Bagian Manusia Seutuhnya
Kalau omong tentang manusia seutuhnya saya sungguh mendapatkan cahaya keyakinan iman dari kata-kata Santo Paulus “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat” (1Tes 5:23). Hidup manusia terdiri dari roh, jiwa, dan tubuh. Tetapi ketiganya tidak berjejer atau berdempetan atau menjadi bongkokan yang diikat. Ketiganya terpadu menyatu menjadi unsur-unsur yang terwujud menjadi manusia. Memang manusia mewujud dalam amat banyak sekali macam-macam orang, macam-macam ras, macam-macam suku, macam-macam kebangsaan. Dalam berperilaku manusia akan terkait dengan aneka macam pola budaya, pola pandangan hidup, pola bentuk kebersamaan yang mengalirkan adanya macam-macam kepercayaan, agama, politik, pola tata ekonomi. Tetapi di sini saya mengetengahkannya sebagai hasil permenungan iman.
Dari Bahan Material
Bagaimanapun juga unsur tubuh dalam diri manusia memang terdiri dari unsur material barang benda. Sebagai salah satu ciptaan “TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kej 2:7). Tetapi bahan dasar demi tanah itu tak menjadikan manusia hanya seperti arca atau patung. Paling tidak sekalipun dari debu tanah, dengan mengingat pelajaran waktu SMP, saya bisa mengatakan bahwa itu adalah debu tanah yang hidup. Dulu ada mata pelajaran yang bernama biologi, yaitu ilmu tentang yang hidup. Ada tiga macam isi biologi, yaitu ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, dan ilmu manusia. Debu tanah yang menjadi unsur manusia bisa mengalami pertumbuhan. Secara keseluruhan debu tanah manusia itu mengalami pertumbuhan dari janin, bayi, kanak-kanak, remaja, muda, dewasa, tua, hingga lansia. Bahkan bagian-bagian kecil debu tanah sebagai tubuh juga mengalami pertumbuhan. Ambil contoh bagi kecil yang bernama kuku. Kuku bisa membesar seiring pertambahan usia dan memanjang seiring pertambahan lama waktu. Ketika dipotong, bandingkan sebuah tanaman yang dipotong daunnya, akan tumbuh lagi. Oleh karena itu, sekalipun dari bahan material debu tanah, tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan bahkan perkembangan.
Terasuk rasa seperti hewan
Dalam permenungan saya menyadari bahwa dengan mata saya merasakan kelucuan anak kecil lari-lari. Ketika ada luka sariawan saya merasakan sakit di bibir. Ketika belum masuk usia 70an tahun, walaupun menderita diabetes, saya merasakan rangsangan pada alat kelamin. Pada pokoknya saya mengalami rasa yang merasuki bagian-bagian tubuh. Pada jam-jam tertentu saya merasa lapar dan merasa senang ketika masuk kamar makan apalagi mata melihat lauk pauk cocok dengan selera. Rasa kantuk juga bisa datang meredupkan mata dan ada rasa mendorong tubuh naik ke ranjang. Badan juga terasa segar ketika ada guyuran air di kamar mandi.
Itu semua membuat tubuh seperti digetarkan oleh aroma kesenangan kalau cocok. Tetapi kalau tidak cocok ada rasa tak suka. Di ruang makan kalau lauk tersedia tak cocok dengan selera saya, ada rasa kecewa menusuk organ hati. Ketika melihat pisang ambon, jari-jari tangan mengambil dan mengupas lalu dimasukkan ke mulut dan lidah merasa kenikmatan. Apalagi kalau ada nasi goreng atau gudeg, lidah ikut lahap menikmati. Ketika seorang perawat rumah sakit datang dan menusuk pucuk jari dan menempelkan tetesan darah di sebuah alat, perawat bilang “Dua ratus empat puluh, rama”. Ternyata organ darah mendapatkan luapan unsur-unsur gula dan tubuh dikatakan diabetes. Maka ada rasa gelisah melihat gudeg atau nasi goreng atau bakmi tersaji di meja makan, saya seperti anjing terikat melihat kesukaan dari jauh dan tak bisa mendekat apalagi menyantap.
Itulah tubuh atau yang dibangun dari debu tanah yang terasuki oleh daya rasa. Daya rasa menjadi dorongan yang ada dalam diri. Dorongan itu akan terwujud dalam perilaku atau berbagai aktivitas tubuh lewat organ-organnya. Yang menjadi soal adalah rasa itu kalau mendominasi tubuh akan membuat orang berperilaku berdasarkan senang atau tidak senang. Bagi hewan rasa seperti ini tidak akan membahayakan. Sesenang apapun hewan hanya akan berperilaku secukupnya. Hewan menghentikan makan kalau perut sudah merasa cukup kenyang. Hewan akan menyingkiri atau menolak apapun yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh. Hewan akan hidup sesuai dengan tubuhnya. Ikan hanya akan hidup di dalam air dan tidak akan sendiri keluar dari air lalu tinggal di daratan. Tetapi ketika rasa senang tak senang atau cocok tak cocok mendominasi seseorang, hal itu mudah membahayakan tubuhnya. Orang memang bisa cari makan lagi yang dirasa senang menyenangkan sekalipun sudah makan dengan kenyang. Sesenang apapun kalau menjadi terlalu senang, yang menyenangkan bisa merusak tubuh. Sebaliknya kalau tubuh meminta yang tak enak, diet karena derita penyakit tertentu dan orang menolaknya, dia bisa mengorbankan tubuh.
Terasuk roh jadi manusiawi
Sebagai ciptaan, barang benda material duniawi yang digambarkan sebagai debu tanah, pada manusia itu tak sekedar menjadi bentuk material yang bisa berubah dan berkembang seperti yang ada pada tumbuh-tumbuhan. Pada manusia itu juga tak hanya seseonggok paduan fisik dengan segala organnya yang memiliki dorongan rasa seperti hewan. Pada manusia tubuh yang berasal dari debu tanah mendapatkan bentuk ragawi yang terasuki oleh kesejatian manusia. Pada manusia debu tanah itu tak menjadi gambar tumbuhan. Pada manusia debu tanah itu juga bukan gambar hewan. Lalu, pada manusia debu tanah itu jadi gambar apa? Gambar manusia?
Bagi saya pada manusia debu tanah sebagai tubuh bukanlah gambar manusia. Bukankah tubuh adalah bagian dari manusia seutuhnya. Tangan saya bukanlah gambar Bambang. Karena saya adalah Bambang, dengan melihat tangan saya orang bisa berkata “Itu Rama Bambang”. Bahkan gesekan dari gerakan organ dalam yang menggiring udara lalu terolah oleh tenggorokan dan mulut menjadi suara, orang bisa berkata “Itu suara Rama Bambang”. Bukan gambar Bambang. Gambar bahkan gambaran bukanlah realita. Tetapi tubuh manusia adalah realita manusia. Dari sini muncul pertanyaan “Apakah yang mencirikan debu tanah sebagai tubuh menjadi tubuh manusia?”
Itu semua membawa saya ke ingatan akan kisah penciptaan dalam Kitab Suci. Dalam hal ini saya pernah memiliki catatan sebagai berikut :
“Saya tidak tahu mengapa Santo Paulus menyebut roh
mendahului jiwa dan tubuh ketika berkata tentang manusia secara keseluruhan
(lihat 1Tes 5:23). Apakah beliau akan mengatakan bahwa roh adalah yang pertama
dan utama dalam diri manusia? Dalam hal ini saya teringat pada kisah penciptaan
yang terdapat dalam Kitab Suci. Allah menciptakan langit dan bumi seisinya. Ini
menjadi pokok iman pertama dalam syahadat iman "Aku percaya akan Allah
Bapa yang Mahakuasa Pencipta langit dan bumi". Di dalam Kitab Kejadian 1-2
dilukiskan bagaimana terjadinya barang benda material, tumbuh-tumbahan, hewan,
dan manusia. Kisah itu dimulai dengan adanya peran Roh Allah. “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan
bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera
raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kej 1:1-2)
Dalam Kej 1 Allah menciptakan segalanya dengan
firman-Nya. Dalam hal ini ada perbedaan mencolok di antara manusia dan ciptaan
lain. Ciptaan-ciptaan lain terwujud begitu saja ketika Allah berfirman (lihat
ayat 3.6.11.14.20.22.24). Tidak demikian ketika Allah menciptakan manusia.
Sebelum manusia jadi Allah berfirman "Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung
di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala
binatang melata yang merayap di bumi" (ay 26). Selanjutnya Kitab Suci
menyatakan "Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" (ay
27).
Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya. Inilah kekhasan dan bahkan hakikat manusia yang tak dimiliki oleh ciptaan-ciptaan lain. Manusia sebagai gambar Allah dipahami dengan merujuk kisah peciptaan dalam Kej 2. "TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (ay 7) Manusia memang berasal dari debu tanah. Namun demikian debu tanah ini menjadi makhluk hidup karena Tuhan memasukkan nafas-Nya ke dalam manusia, sehingga dalam diri setiap orang terdapat hembusan nafas Tuhan.”
Manusia adalah gambar Allah karena dalam diri manusia ada nafas Allah. Nafas Allah adalah Roh Allah. Manusia menjadi gambar Allah karena setiap orang sejatinya hidup mendapatkan bagian daya Roh Allah. Bukankah Santo Paulus berkata “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh” (1Kor 12:4)? Dari sini debu tanah yang jadi tubuh sejatinya menjadi sungguh tubuh manusia kalau menjadi peragaan roh atau jadi peragaan gambar Allah.

No comments:
Post a Comment