Sunday, October 6, 2024

Jadi Katekumen Masuk Sorga Minggu 5

  "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (Mat 18:3-4)

Siapa tak ingin masuk sorga? Paling tidak kaum beragama pada umumnya ingin masuk sorga. Sorga adalah keadaan bahagia yang meresap ke dalam relung kalbu. Kebahagiaan seperti itu tak akan lekang hanya karena berhadapan dengan kesusahan, penderitaan, dan bahkan kematian. Tetapi, karena aku ikut Yesus, ternyata untuk masuk sorga aku harus berguru pada anak kecil. Bersama anak-anak kecil aku punya pengalaman. Itu terjadi ketika Mas Tian mengantar aku dengan mobilnya dari ikut Misa di salah satu keluarga. Mbak Rachel, istri Mas Tian juga ikut mengantar aku. Bahkan Mbak War ART rumahnya termasuk di dalam mobil. Tentu saja kesertaan Mbak Rachel dan Mbak War dikarenakan harus menjaga anak-anak kecilnya : Chrissel usia 4 tahun dan Nel 10 bulan. Aku duduk di muka. Nel dan Chrissel duduk di tengah bersama maminya dan Mbak War. Chrissel berdiri sambil mengelus lenganku dan kadang mau mencabut-cabut bulunya. Tiba-tiba Nel, yang sudah bisa berdiri dengan merambat kursi yang kududuki, meletakkan telapak tangannya di kepalaku. Kemudian tangan kecilnya aktif mencabut-cabut rambutku. Tahu hal itu, Chrissel menimbrung ikut memegang aku dan juga menjambak-jambak rambutku berebutan dengan adiknya. Ketika Mbak War melarang karena mungkin ada yang dirasa tidak sopan, Chrissel berkata “Ini Yangmo Icel”. Yangmo adalah kependekan dari Eyang rama yang berarti kakek rama. Sementara itu Nel meneruskan menjambak-jambak sambil tertawa-tawa. Bagi orang dewasa yang dilakukan Chrissel dan Nel memang tak sopan. Sopan santun adalah tata hubungan dalam kebersamaan. Tetapi ketika kepalaku untuk rembutan Nel dan Chrissel, aku merasakan dua anak kecil itu mengungkapkan cinta atau kasihnya kepadaku. Bukankah kasih itu di atas segala macam tatanan? Aku jadi teringat kata-kata dalam Injil “mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” (Mrk 12:330). DALAM ANAK ADA SUKACITA KARENA ADA CINTA SEJATI.

Saturday, October 5, 2024

Santo Bruno, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender/6Okt.html

Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-cita menjadi imam. Oleh karena itu ia kemudian masuk Seminari di Rheims. Semasa sekolah ia benar-benar tekun belajar sehingga studinya dapat diselesaikan dalam waktu singkat dan ditahbiskan menjadi imam. Pada usia 26 tahun, ia ditugaskan kembali di Seminari Rheims sebagai pengajar Gramatika dan Teologi. Ia pandai mengajar, jujur dan suka membantu mahasiswa-mahasiswanya yang mengalami kesulitan belajar. Cara hidupnya sendiri menarik minat banyak mahasiswa akan kehidupan sebagai imam. Pada umur 45 tahun, ia ditunjuk sebagai penasehat Uskup Rheims. Inilah saat awal ia mengalami sesuatu hal baru yang kemudian membawanya ke dalam kehidupan sebagai pertapa. Sayang bahwa pada tahun itu juga Uskup Rheims meninggal dunia.

Manases dengan segala caranya yang licik berhasil menjadi uskup pengganti. Ia menyogok. Bruno yang menjadi penasehat uskup dan dosen teologi merasa tidak puas dengan taktik licik dan curang dari Manases. Oleh karena itu ia mengadakan perlawanan keras terhadap Manases. Kebetulan juga bahwa pada masa itu Bruno menjadi salah seorang pendukung Paus Gregorius VII dalam usahanya membaharui cara hidup para rohaniwan. Akibat dari perlawanannya itu ia dipecat Manases dari jabatan dan tugasnya sebagai pengajar Teologi di Seminari Rheims.

Tetapi ia tidak putus asa dengan semua perlakuan Manases. Bersama 6 orang temannya, ia menghadap Uskup Grenoble untuk meminta ditunjukkan suatu tempat pertapaan bagi mereka. Uskup itu yang sekarang dihormati sebagai Santo Hugo - menunjukkan suatu tempat yang cocok bagi hidup bertapa di deretan gunung dekat Grenoble, Perancis. Tempat itu disebut La Grande Chartreuse, yang kemudian dipakai sebagai nama bagi pertapaannya, yaitu-pertapaan 'Kartusian'. Bruno dengan kawan-kawannya mendiami tempat itu pada tahun 1084. Sebagai tahap awal, mereka mendirikan sebuah gereja kecil dan beberapa pondok sederhana di sekelilingnya. Mulanya setiap pondok ditempati oleh dua orang" tetapi kemudian setiap pondok hanya untuk satu orang. Dalam pondoknya masing-masing mereka bertekun dalam doa dan meditasi. Mereka baru berkumpul bersama untuk berdoa pada pagi dan sore hari.

Aturan hidup mereka tergolong keras: mereka bertekun dalam doa dan meditasi, dan hanya makan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali pada hari raya. Itu pun hanya makan roti kering. Mereka tidak makan daging. Pakaian mereka kasar dan pendek dan rambut bagian tengah kepala mereka dibotakkan. Tugas utama mereka ialah membaca dan menyalin buku-buku rohani, dan juga bertani.

Mendengar kesucian hidup Bruno di tengah rimba Chartreuse, Paus Urbanus II, bekas muridnya dahulu, memanggilnya ke Roma untuk membantu dia dalam tugas-tugas khusus, teristimewa dalam memperlancar usaha pembaharuan Gereja dan perjuangannya melawan Paus tandingan Klemens III (seorang calon Paus yang diajukan oleh Kaisar Henry IV dari Jerman). Dengan taat, Bruno pergi ke Roma untuk membantu Paus Urbanus II. Di sana sambil menjalankan tugas yang diserahkan kepadanya, ia sendiri tetap menjalankan cara hidup bertapanya. Tetapi tak lama kemudian, ia mulai merasa bahwa kota Roma yang bising itu dan pekerjaan-pekerjaan yang begitu banyak tidak cukup membantu dia berdoa dan bermeditasi dengan tenang sebagaimana dialaminya di pertapaan. Oleh karena itu ia mengajukan permohonan undur diri kepada Paus agar boleh kembali menjalani hidup sebagai pertapa di pertapaannya. Pada kesempatan itu Paus memberikan kepadanya jabatan Uskup Agung dioses Reggio, Italia, tetapi Bruno menolak jabatan itu karena lebih menyukal hidup di dalam kesunyian pertapaan. Dengan sepenuh hati Paus mengizinkan dia pergi ke La Torre, Calabria, untuk mendirikan sebuah pertapaan baru. Pertapaan ini didirikan dengan dukungan keuangan dari Roger, saudara Robert Guiscard.

Di pertapaan La Torre ini, Bruno meninggal dunia pada tahun 1101. Ia tidak pernah secara resmi dinyatakan sebagai 'santo' karena aturan biaranya tidak mengijinkan semua usaha publisitas. Namun pada tahun 1514 Paus Leo X memberi izin khusus kepada para Kartusian untuk merayakan tanggal 6 Oktober sebagai tanggal pestanya.

Lamunan Pekan Biasa XXVII

Minggu, 6 Oktober 2024

Markus 10:2-16

2 Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?" 3 Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" 4 Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai." 5 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. 6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. 9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." 10 Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. 11 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. 12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."

13 Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. 14 Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. 15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." 16 Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, dalam hidup beragama orang berjuang menemukan kemudahan menuju sorga. Pemahaman tentang ketuhananpun menjadi pegangan.
  • Tampaknya, dalam agama orang biasa memperdalam tentang ketuhanan untuk makin trampil hidup menuju sorga. Ilmu ketuhanan atau teologi menjadi andalan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun paham dan selalu memperdalam pengetahuan ketuhanan dalam agama, orang baru sungguh berada dalam jalan besar menuju sorga kalau biasa memiliki jiwa mengecil dalam kebersamaan bagaikan anak kecil di kalangan kaum dewasa. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa kedewasaan iman adalah pola anak kecil di kalangan kaum dewasa dan tua. 

Ah, anak-anak yang harus meneladan kaum tua dan bukan sebaliknya.

Friday, October 4, 2024

Karena Gula Darah Drop

Pada sekitar jam 16.00 Jumat 4 Oktober 2024 seorang karyawan masuk kamar Rm. Bambang. "Rama, Rm. Hartanta nyuwun pun gantos Misa" (Rama, Rm. Hartanta minta diganti untuk memimpin Misa) kata karyawan itu. Ternyata pada jam itu ada pesan WA dari Rm. Hartanta masuk di HP Rm. Bambang "Saya di IGD mengantar Mgr yang baru drop gula. Hanya 42. Sempat kejang. Ndherek tulung kalau jam 17.20 saya belum kelihatan, ndherek misa nggih. Nuwunnn". Pada hari itu Rm. Hartanta memang bertugas memimpin Misa Harian di Kapel Domus yang biasa terjadi pada jam 17.30. Dengan menjawab "Okeeeee" Rm. Bambang menyatakan kesiapannya menggantikan untuk memimpin Misa. Ternyata pada jam 16.45 datang kepastian dari Rm. Hartanta lewat WA "Estu ndherek tulung gantos misa nggih. Punika nembe nengga observasi gula yang drop ke angka 39" (Saya jadi minta tolong memimpin Misa, ya. Sekarang sedang menunggu observasi gula yang drop ke angka 39). Sehabis makan malam Rm. Bambang menemukan pesan WA lagi dari Rm. Hartanta yang masuk pada jam 17.33 "Selamat sore... Sore ini jam 15.30 ketika hendak dibantu mandi sore, Mgr Blasius lemes dan sempat agak kejang. Gula darah ternyata 39.  Kami antar ke IGD dan  harus dirawat inap di Rumah Sakit. Nanti akan dirawat di Lukas 216. ..... Nyuwun sembahyangipun. ..... Nuwunnn ..... Sementata setelah diberi obat, gula darah sesaat di angka 82".

Santa Faustina Kowalska

                                                 diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 02 Oktober 2014 Diperbaharui: 30 September 2016 Hits: 11624

  • Perayaan
    5 Oktober
  •  
  • Lahir
    25 Agustus 1905
  •  
  • Kota asal
    Glogowiec, Polandia
  •  
  • Wafat
  •  
  • 5 Oktober 1938 di Krakow, Polandia karena sakit TBC
  •  
  • Venerasi
    7 Maret 1992 oleh Paus Yohanes Paulus II
  •  
  • Beatifikasi
    18 April 1993 oleh Paus Yohanes Paulus II
    Salah satu Mujizat sebagi syarat beatifikasinya adalah penyembuhan Maureen Digan yang menderita Milroy Syndrome
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • 30 April 2000 oleh Paus Yohanes Paulus II
    Salah satu Mujizat sebagi syarat kanonisasi-nya adalah penyembuhan kondisi jantung Pater Ronald P. Pytel

Helena Kowalska dilahirkan di Glogowiec, Polandia pada tanggal 25 Agustus 1905 sebagai anak ketiga dari sepuluh putera-puteri pasangan suami isteri Katolik yang saleh Stanislaw Kowalski dan Marianna Babel. Ayahnya seorang petani merangkap tukang kayu. Keluarga Kowalski, sama seperti penduduk Glogowiec lainnya, hidup miskin dan menderita dalam masa penjajahan Polandia oleh Rusia.

Helena hanya sempat bersekolah hingga kelas 3 SD saja. Ia seorang anak yang cerdas dan rajin, juga rendah hati dan lemah lembut hingga disukai orang banyak. Sementara menggembalakan sapi, Helena biasa membaca buku; buku kegemarannya adalah riwayat hidup para santa dan santo. Seringkali ia mengumpulkan teman-teman sebayanya dan menjadi “katekis” bagi mereka dengan menceritakan kisah santa dan santo yang dikenalnya. Helena kecil juga suka berdoa. Kerapkali ia bangun tengah malam dan berdoa seorang diri hingga lama sekali. Apabila ibunya menegur, ia akan menjawab, “Malaikat pelindung yang membangunkanku untuk berdoa.”

Ketika berusia 16 tahun, Helena mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga agar dapat meringankan beban ekonomi keluarganya. Tetapi, setahun kemudian ia pulang ke rumah untuk minta ijin masuk biara. Mendengar keinginan Helena, ayahnya menanggapi dengan tegas, “Papa tidak punya uang untuk membelikan pakaian dan barang-barang lain yang kau perlukan di biara. Selain itu, papa masih menanggung hutang!”. Puterinya mendesak, “Papa, aku tidak perlu uang. Tuhan Yesus Sendiri yang akan mengusahakan aku masuk biara.” Namun, orangtuanya tetap tidak memberikan persetujuan mereka.

Patuh pada kehendak orangtua, Helena bekerja kembali sebagai pembantu. Ia hidup penuh penyangkalan diri dan matiraga, hingga suatu hari pada bulan Juli 1924 terjadi suatu peristiwa yang menggoncang jiwanya.

Ia menulis :

“Suatu ketika aku berada di sebuah pesta dansa dengan salah seorang saudariku. Sementara semua orang berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu hebat. Ketika aku mulai berdansa, sekonyong-konyong aku melihat Yesus di sampingku; Yesus menderita sengsara, nyaris telanjang, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku : “Berapa lama lagi Aku akan tahan denganmu dan berapa lama lagi engkau akan mengabaikan-Ku” Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-orang di sekelilingku lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana. Aku mengambil tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit kepala guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian aku menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku, melangkahkan kaki menuju Katedral St. Stanislaus Kostka. Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam katedral. Tanpa mempedulikan sekeliling, aku rebah (= prostratio) di hadapan Sakramen Mahakudus dan memohon dengan sangat kepada Tuhan agar berbaik hati membuatku mengerti apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Lalu aku mendengar kata-kata ini: “Segeralah pergi ke Warsawa, engkau akan masuk suatu biara di sana.” Aku bangkit berdiri, pulang ke rumah, membereskan hal-hal yang perlu diselesaikan. Sebisaku, aku menceritakan kepada saudariku apa yang telah terjadi dalam jiwaku. Aku memintanya untuk menyampaikan selamat tinggal kepada orangtua kami, dan lalu, dengan baju yang melekat di tubuh, tanpa barang-barang lainnya, aku tiba di Warsawa,”.

Setelah ditolak di banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi ini membaktikan diri pada pelayanan kepada para perempuan yang terlantar secara moral. Sejak awal didirikannya oleh Teresa Rondeau, konggregasi mengaitkan misinya dengan misteri Kerahiman Ilahi dan misteri Santa Perawan Maria Berbelas Kasih.

“Ketika Moeder Superior, yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang, keluar untuk menemuiku, setelah berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk menemui Tuan rumah dan menanyakan apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku mengerti bahwa aku diminta menanyakan hal ini kepada Tuhan Yesus. Dengan kegirangan aku menuju kapel dan bertanya kepada Yesus: “Tuan rumah ini, apakah Engkau mau menerimaku? Salah seorang suster menyuruhku untuk menanyakannya kepada-Mu.” Segera aku mendengar suara ini : “Aku menerimamu; engkau ada dalam Hati-Ku.” Ketika aku kembali dari kapel, Moeder Superior langsung bertanya, “Bagaimana, apakah sang Tuan menerimamu?” Aku menjawab, “Ya.” “Jika Tuan telah menerimamu, maka aku juga akan menerimamu.” Begitulah bagaimana aku diterima dalam biara.”

Namun demikian, Helena masih harus tetap bekerja lebih dari setahun lamanya guna mengumpulkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada tahap awal tinggal di biara. Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1925, menjelang ulangtahunnya yang ke-20, Helena diterima dalam Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. “Aku merasa sangat bahagia, seakan-akan aku telah melangkahkan kaki ke dalam kehidupan Firdaus,” kenang Santa Faustina.

Setelah tinggal di biara, Helena terkejut melihat kehidupan para biarawati yang sibuk sekali hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu kemudian Helena bermaksud meninggalkan biara tersebut dan pindah ke biara lain yang kontemplatif dan menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena yang bingung dan bimbang rebah dalam doa di kamarnya.

“Beberapa saat kemudian suatu terang memenuhi bilikku, dan di atas tirai aku melihat wajah Yesus yang amat menderita. Luka-luka menganga memenuhi wajahNya dan butir-butir besar airmata jatuh menetes ke atas seprei tempat tidurku. Tak paham arti semua ini, aku bertanya kepada Yesus, “Yesus, siapakah gerangan yang telah menyengsarakan-Mu begitu rupa?” Yesus berkata kepadaku: “Engkaulah yang yang akan mengakibatkan sengsara ini pada-Ku jika engkau meninggalkan biara. Ke tempat inilah engkau Ku-panggil dan bukan ke tempat lain; Aku telah menyediakan banyak rahmat bagimu.” Aku mohon pengampunan pada Yesus dan segera mengubah keputusanku.”  

Pada tanggal 30 April 1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru, yaitu Suster Maria Faustina; di belakang namanya, seijin kongregasi ia menambahkan “dari Sakramen Mahakudus”. Dalam upacara penerimaan jubah, dua kali Suster Faustina tiba-tiba lemas; pertama, ketika menerima jubah; kedua, ketika jubah dikenakan padanya. Dalam Buku Catatan Harian, Santa Faustina menulis bahwa ia panik sekaligus tidak berdaya karena pada saat itu ia melihat penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai seorang biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan kepadanya sungguh sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai penerima tamu. Semuanya dijalankan Suster Faustina dengan penuh kerendahan hati.

Pada tanggal 22 Februari 1931, Santa Faustina mulai menerima pesan kerahiman ilahi dari Kristus yang harus disebarluaskannya ke seluruh dunia. Kristus memintanya untuk menjadi rasul dan sekretaris Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih kepada sesama, menjadi alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih Allah bagi dunia. Seluruh hidupnya, sesuai teladan Kristus, akan menjadi suatu kurban-hidup yang diperuntukkan bagi orang lain. Menanggapi permintaan Tuhan Yesus, Santa Faustina dengan rela mempersembahkan penderitaan pribadinya dalam persatuan dengan-Nya sebagai silih atas dosa-dosa manusia; dalam hidup sehari-hari ia akan menjadi pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan damai bagi sesama; dan dengan menulis mengenai kerahiman ilahi, ia mendorong yang lain untuk mengandalkan Yesus dan dengan demikian mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya kembali.

Meskipun sadar akan ketidaklayakannya, serta ngeri akan pemikiran harus berusaha menuliskan sesuatu, toh akhirnya, pada tahun 1934, ia mulai menulis buku catatan harian dalam ketaatan pada pembimbing rohaninya, dan juga pada Tuhan Yesus sendiri. Selama empat tahun ia mencatat wahyu-wahyu ilahi, pengalaman-pengalaman mistik, juga pikiran-pikiran dari lubuk hatinya sendiri, pemahaman serta doa-doanya. Hasilnya adalah suatu buku catatan harian setebal 600 halaman, yang dalam bahasa sederhana mengulang serta menjelaskan kisah kasih Injil Allah bagi umatnya, dan di atas segalanya, menekankan pentingnya kepercayaan pada tindak kasih-Nya dalam segala segi kehidupan kita. Buku itu menunjukkan suatu contoh luar biasa bagaimana menanggapi belas kasih Allah dan mewujud-nyatakannya kepada sesama.

Di kemudian hari, ketika tulisan-tulisan Santa Faustina diperiksa, para ilmuwan dan juga para teolog terheran-heran bahwa seorang biarawati sederhana dengan pendikan formal yang amat minim dapat menulis begitu jelas serta terperinci; mereka memaklumkan bahwa tulisan Santa Faustina sepenuhnya benar secara teologis, dan bahwa tulisannya itu setara dengan karya-karya tulis para Pujangga Gereja dan para mistikus besar.

Devosinya yang istimewa kepada Santa Perawan Maria Tak Bercela, kepada Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat memberi Santa Faustina kekuatan untuk menanggung segala penderitaannya sebagai suatu persembahan kepada Tuhan atas nama Gereja dan mereka yang memiliki kepentingan khusus, teristimewa para pendosa berat dan mereka yang di ambang maut.

Santa Faustina Kowalska menulis dan menderita diam-diam, hanya pembimbing rohani dan beberapa superior saja yang mengetahui bahwa suatu yang istimewa tengah terjadi dalam hidupnya. Setelah ia wafat, barulah teman-temannya yang terdekat terperanjat mengetahui betapa besar penderitaan dan betapa dalam pengalaman-pengalaman mistik yang dianugerahkan kepada saudari mereka ini, yang senantiasa penuh sukacita dan bersahaja.

Pesan Kerahiman Ilahi yang diterima Santa Faustina sekarang telah tersebar luas ke segenap penjuru dunia; dan buku catatan hariannya, “Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku” menjadi buku pegangan bagi Devosi Kerahiman Ilahi. Santa Faustina sendiri tak akan terkejut mengenai hal ini, sebab telah dikatakan kepadanya bahwa pesan kerahiman ilahi akan tersebar luas melalui tulisan-tulisan tangannya demi keselamatan jiwa-jiwa.

Dalam suatu pernyataan nubuat yang ditulisnya, Santa Faustina memaklumkan: “Aku merasa yakin bahwa misiku tidak akan berakhir sesudah kematianku, melainkan akan dimulai. Wahai jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan menyingkapkan bagi kalian selubung surga guna meyakinkan kalian akan kebajikan Allah” (Buku Catatan Harian, 281)

Santa Maria Faustina Kowalska dari Sakramen Mahakudus, rasul kerahiman ilahi, wafat pada tanggal 5 Oktober 1938 di Krakow dalam usia 33 tahun karena penyakit TBC yang dideritanya. Jenasahnya mula-mula dimakamkan di pekuburan biara, lalu dipindahkan ke sebuah kapel yang dibangun khusus di biara.

Pada tahun 1967, dengan dekrit Kardinal Karol Wojtyla, Uskup Agung Krakow (kelak menjadi Santo Paus Yohanes Paulus II), kapel tersebut dijadikan sanctuarium reliqui Abdi Allah Suster Faustina Kowalska.

Pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 18 April 1993, Suster Faustina dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II dan pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 30 April 2000 ia dikanonisasi oleh paus yang sama. Pesta Santa Faustina dirayakan setiap tanggal 5 Oktober.


Lamunan Pekan Biasa XXVI

Sabtu, 5 Oktober 2024

Lukas 10:17-24

17 Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." 18 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. 19 Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. 20 Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga."

21 Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 22 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu." 23 Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: "Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. 24 Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang akan bangga karena mampu menjalani tugas dengan lancar. Berbagai kesulitan dapat diatasi.
  • Tampaknya, orang dapat merasa senang sekali karena pekerjaannya dapat dinikmati oleh banyak orang. Banyak orang menyanjungnya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun kesuksesan kerja bahkan bisa berjasa bagi banyak orang sungguh menyenangkan, itu semua baru menjadi keceriaan sejati kalau menjadi buah kemesraannya dengan relung hati. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan berada dalam genangan sumber dari segala sumber penghadir sukacita  dalam keadaan apapun. 

Ah, yang membuat bahagia itu ya kalau keinginan terpenuhi.

Thursday, October 3, 2024

Bagaimanapun Juga Sudah Susut Tenaga

Dulu, sebelum Covid-19, Rm. Bambang memiliki kegiatan yang disebut Jagongan Iman. Ini adalah program untuk melayani kelompok-kelompok lansia Katolik. Lansia peserta lansia pada umumnya masih ikut terlibat dalam kegiatan hidup menggereja. Ada yang aktif dalam kelompok-kelompok di paroki. Ada yang aktif di Lingkungan. Bahkan ada yang masih ikut terlibat dalam kepengurusan Dewan Pastoral Paroki yang biasanya menjadi anggota tim kerja. Dengan Jagongan Iman Rm. Bambang mendampingi kelompok lansia untuk menyadari hidup keagamaannya dan kemudian dibahas dengan pegangan Katekismus Gereja Katolik. Mereka diajak mendalami pokok-pokok iman dan praktek-praktek keagamaan Katolik seperti Syahadat Iman, 10 Perintah Allah, Sakramen-sakramen, dan masih ada lainnya. Dengan mendalami agama dengan pegangan Katekismus Gereja Katolik, para lansia peserta diharapkan memahami dan menghayati iman dengan dasar ajaran Katolik sedunia sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat. Sebelum Covid-19 Rm. Bambang mengalami datang di kelompok-kelompok lansia : Sleman Paroki Medari, Murangan Paroki Medari, Soran Paroki Klaten, Gondang, Bantul, Imogiri, Ngireng-ireng Paroki Ganjuran, dan Paroki Pringgolayan. Masing-masing kelompok mendapat pendampingan dari Rm. Bambang sebulan sekali dalam program 2 jam. Tetapi sejak Covid-19 kegiatan Jagongan Iman terhenti. Bahkan sejak Rm. Bambang tidak bermotor dan bermobil sendiri karena merosotnya ketajaman penglihatan, pelayanan Jagongan Iman sudah tidak menjadi kesibukan. Memang, seusai pandemi Covid-19 Rm. Bambang masih mendampingi Kelompok Paroki Pringgolayan. Ini terjadi karena Bu Rini selalu bisa mengantar bersama sopir. Selain itu Rm. Bambang memang juga menyadari tenaganya sudah tidak sekuat dulu.

Santo Fransiskus Asisi, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender

Giovanni Francesco Bernardone lahir di Asisi, daerah pegunungan Umbria, Italia Tengah pada tahun 1182. Ayahnya, Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya raya; sedang ibunya Yohana Dona Pica, seorang puteri bangsawan picardia, Prancis. Ia dipermandikan dengan nama 'Giovanni Francesco Bernardone' tetapi kemudian lebih dikenal dengan nama 'Francesco' karena kemahirannya berbahasa Prancis yang diajarkan ibunya.

la sangat dimanjakan ayahnya sehingga berkembang menjadi seorang pemuda yang suka berfoya-foya dan pemboros. Pada umur 20 tahun ia bersama teman-temannya terlibat sebagai prajurit dalam perang saudara antara Asisi dan Perugia. Dalam pertempuran itu ia ditangkap dan dipenjarakan selama 1 tahun hingga jatuh sakit setelah dibebaskan. Pengalaman pahit itu menandai awal hidupnya yang baru. Ia tidak tertarik lagi dengan usaha dagang ayahnya dan corak hidup mewahnya dahulu. Sebaliknya ia lebih tertarik pada corak hidup sederhana dan miskin sambil lebih banyak meluangkan waktunya untuk berdoa di gereja, mengunjungi orang-orang di penjara dan melayani orang-orang miskin dan sakit. Sungguh suatu keputusan pribadi yang datang di luar bayangan orang sedaerahnya dan orangtuanya.

Tak lama kemudian ketika sedang berdoa di gereja San Damian di luar kota Asisi, ia mendengar suatu suara keluar dari Salib Yesus: "Fransiskus, perbaikilah rumahku yang hampir rubuh ini!" Fransiskus tertegun sebentar lalu dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia lari ke rumah. Tanpa banyak pikir dia mengambil setumpuk kain mahal dari gudang ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang basil penjualan kain itu diberikan kepada pastor paroki San Damian untuk membiayai perbaikan gereja itu. Tetapi pastor menolak pemberiannya itu.

Ayahnya marah besar lalu memukul dan menguncinya di dalam sebuah kamar. Ibunya jatuh kasihan lalu membebaskan dia dari kurungan itu. Setelah dibebaskan ibunya, ia kembali ke gereja San Damian. Ayahnya mengikuti dia ke sana, memukulnya sambil memaksanya mengembalikan uang hasil penjualan kain itu. Dengan tenang ia mengatakan bahwa uang itu sudah diberikan kepada orang-orang miskin. Ia juga tidak mau kembali lagi ke rumah meskipun ayahnya menyeret pulang. Ayahnya tidak berdaya lalu meminta bantuan Uskup Asisi untuk membujuk Fransiskus agar mengembalikan uang itu. Fransiskus patuh pada Uskup. Di hadapan Uskup Asisi, ia melucuti pakaian yang dikenakannya sambil mengatakan bahwa pakaian-pakaian itu pun milik ayahnya. Dan semenjak itu hanya Tuhan-lah yang menjadi ayahnya. Sang Uskup memberikan kepadanya sehelai mantel dan sebuah ikat pinggang. Inilah pakaian para gembala domba dari Umbria, yang kemudian menjadi pakaian para biarawan Fransiskus.

Fransiskus tidak kecut apalagi sedih hati dengan semua yang terjadi atas dirinya. Ia bahkan dengan bangga berkata: "Nah, sekarang barulah aku dapat berdoa sungguh-sungguh "Bapa kami yang ada di surga." Dan semenjak itu Sabda Yesus "Barangsiapa yang mau mengikuti Aku, ia harus menjual segala harta kekayaannya dan membagikannya kepada orang miskin" menjadi dasar hidupnya yang baru. Sehari-harian ia mengemis sambil berkotbah kepada orang-orang yang ada di sekitar gereja San Damiano. Ia menolong orang-orang miskin dan penderita lepra dengan uang yang diperolehnya setiap hari. Ia sendiri hidup miskin. Kalau ia berbicara tentang nasehat-nasehat Injil, ia menggunakan bahasa lagu-lagu cinta yang populer dan bahasa-bahasa puitis. Ia sendiri rajin menyusun puisi-puisi dan selalu membacakannya keras-keras kalau ia berjalan jalan.

la disebut orang sekitar dengan nama "Poverello" (=Lelaki miskin). Cara hidupnya, yang miskin tetapi selalu gembira dan penuh cinta kepada orang-orang miskin dan sakit, menarik minat banyak pemuda. Pada tahun 1209, ada tiga orang bergabung bersamanya: Bernardus Guantevale, seorang pedagang kaya; Petrus Katana, seorang pegawai, dan Giles, seorang yang sederhana dan bijak. Harta benda mereka dipakai untuk melayani kaum miskin dan orang-orang sakit. Bersama derigan tiga orang itu, Fransiskus membentuk sebuah komunitas persaudaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah ordo yaitu "Ordo Saudara-saudara Dina", atau "Ordo Fransiskan." Tak ketinggalan wanita-wanita. Klara, seorang gadis Asisi meninggalkan rumahnya dan bergabung juga bersamanya. Bagi Klara dan kawan-kawannya, Fransiskus mendirikan sebuah perkumpulan khusus. Itulah awal dari Kongregasi Suster-suster Fransiskan atau Ordo Kedua Fransiskan.

Fransiskus ditahbiskan menjadi diakon dan mau tetap menjadi seorang diakon sampai mati. Ia tidak mau ditahbiskan menjadi imam. Lebih dari orang-orang lain, Fransiskus berusaha hidup menyerupai Kristus. Ia. menekankan kemiskinan absolut bagi para pengikutnya waktu itu. Sebagai tambahan pada kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, ia menekankan juga penghayatan semangat cinta persaudaraan, dan kesederhanaan hidup. Ordo Benediktin yang sudah lama berdiri memberi mereka sebidang tanah. Demi sahnya komunitas yang dibentuknya, dan aturan hidup yang disusunnya, ia berangkat ke Roma pada tahun 1210 untuk meminta restu dari Sri Paus Innosensius III (1198-1216). Mulanya Sri Paus menolak. Tetapi pada suatu malam dalam mimpinya, Paus melihat tembuk-tembok Basilik Santo Yohanes Lateran berguncang dan Fransiskus sendiri menopangnya dengan bahunya. Pada waktu pagi, Paus langsung memberikan restu kepada Fransiskus tanpa banyak bicara.

Lagi-lagi Ordo Benediktin menunjukkan perhatiannya kepada Fransiskus dan kawan-kawannya. Kapela Maria Ratu para Malaekat di Portiuncula, milik para rahib Benediktin, kira-kira dua mil jauhnya dari kota Asisi, diserahkan kepada Fransiskus oleh Abbas Ordo Benediktin. Fransiskus gembira sekali. Ia mulai mendirikan pondok-pondok kecil dari kayu di sekitar kapela itu sebagai tempat tinggal mereka yang pertama. Kemudian Chiusi, seorang tuan tanah di daerah itu, memberikan kepadanya sebidang tanah di atas bukit La Verna, di bilangan bukit-bukit Tuscan. La Verna kemudian dijadikannya sebagai tempat berdoa dan bermeditasi. Semangat kerasulannya mulai membara dari hari ke hari. Dalam hatinya mulai tumbuh keinginan besar untuk mempertobatkan orang-orang Muslim di belahan dunia Timur. Ia mulai menyusun rencana perjalanan ke Timur. Pada musim gugur tahun 1212, ia bersama seorang kawannya berangkat ke Syria. Tetapi nasib sial menghadang mereka di pertengahan jalan. Kapal yang mereka tumpangi karam dan mereka terpaksa kembali lagi ke Italia. Tetapi ia tidak putus asa. Ia mencoba lagi dan kali ini ia mau pergi ke Maroko melalui Spanyol. Tetapi sekali lagi niatnya tidak bisa terlaksana karena ia jatuh sakit. Pada bulan Juni 1219, ia sekali lagi berangkat ke belahan dunia Timur bersama 12 orang temannya. Mereka mendarat di Damaieta, delta sungai Nil, Mesir. Di sana mereka menggabungkan diri dengan pasukan Perang Salib yang berkemah di sana. Nasib sial menimpa dirinya lagi. Ia ditawan oleh Sultan Mesir. Saat itu menjadi suatu peluang baik baginya untuk berbicara dengan Sultan Islam itu. Sebagai tawanan ia minta izin untuk berbicara dengan Sultan Mesir. Ia. berharap dengan pertemuan dan pembicaraan dengan Sultan, ia dapat mempertobatkannya. Sultan menerima dia dengan baik sesuai adat sopan santun ketimuran. Namun pertemuan itu sia-sia saja. Sultan tidak bertobat dan menyuruhnya pulang kepada teman-temannya di perkemahan setelah mendengarkan kotbahnya.

Setelah beberapa lama berada di Tanah Suci, Fransiskus dipanggil pulang oleh komunitasnya. Selama beberapa tahun, ia berusaha menyempurnakan aturan hidup komunitasnya. Selain itu ia mendirikan lagi Ordo Ketiga Fransiskan. Ordo ini dikhususkan bagi umat awam yang ingin mengikuti cara hidup dan ajarannya sambil tetap mengemban tugas sebagai bapa-ibu keluarga atau tugas-tugas lain di dalam masyarakat. Para anggotanya diwajibkan juga untuk mengikrarkan kaul kemiskinan dan kesucian hidup. Kelompok ini lazim disebut kelompok "Tertier". Tugas pokok mereka ialah melakukan perbuatan-perbuatan baik di dalam keluarga dan masyarakat dan mengikuti cara hidup Fransiskan tanpa menarik diri dari dunia.

Ordo Fransiskan ini berkembang dengan pesat dan menakjubkan. Dalam waktu relatif singkat komunitas Fransiskan bertambah banyak jumlahnya di Italia, Spanyol, Jerman dan Hungaria. Pada tahun 1219 anggotanya sudah 5000 orang. Melihat perkembangan yang menggembirakan ini maka pada tahun 1222, Paus Honorius III (1216-1227) secara resmi mengakui komunitas religius Fransiskan beserta aturan hidupnya. Pada tahun 1223, Fransiskus merayakan Natal di daerah Greccio. Upacara malam Natal diselenggarakan di luar gereja. Dia rnenghidupkan kembali gua Betlehem dengan gambar-gambar sebesar badan. Penghormatan kepada Kanak-kanak Yesus yang sudah menjadi suatu kebiasaan Gereja dipopulerkan oleh Fransiskus bersama para pengikutnya.

Pada umur 43 tahun ketika sedang. berdoa di bukit La Verna sekonyong-konyong terasa sakit di badannya dan muncul di kaki dan tangan serta lambungnya luka-luka yang sama seperti luka-luka Yesus. Itulah 'stigmata' Fransiskus. Luka-luka itu tidak pernah hilang sehingga menjadi sumber rasa sakit dan kelemahan tubuhnya. Semenjak peristiwa ajaib itu, Fransiskus mulai mengenakan sepatu dan mulai menyembunyikan tangan-tangannya di balik jubahnya.

Fransiskus dikagumi orang-orang sezamannya bahkan hingga kini karena berbagai karunia luar biasa yang dimilikinya. Ia dijuluki "Sahabat alam semesta" karena cintanya yang besar dan dalam terhadap alam ciptaan Tuhan. Semua ciptaan menggerakkan jiwanya untuk bersyukur kepada Tuhan dan memuliakan keagunganNya. Seluruh alam raya beserta isinya benar-benar berdamai dengan Fransiskus. Ia dapat berbincang-bincang dengan semua ciptaan seperti layaknya dengan manusia. Semua disapanya sebagai 'saudara': saudara matahari, saudari bulan, saudara burung-burung, dll. Ia benar-benar menjadi sahabat alam dan binatang.

Lama kelamaan kesehatannya semakin menurun dan pandangan matanya mulai kabur. Dalam kondisi itu, ia menyusun karyanya yang besar "Gita Sang Surya." Salah satu kidung di dalamnya, yang melukiskan tentang 'keindahan saling mengampuni' dipakainya untuk mendamaikan Uskup dengan Penguasa Asisi yang sedang bertikai. Ia diminta untuk mendamaikan keduanya. Untuk itu ia menganjurkan agar perdamaian itu dilakukan di halaman istana uskup bersama beberapa imam dan pegawai kota. Ia sendiri tidak ikut serta dalam pertemuan perdamaian itu. Namun ia mengutus dua orang rekannya ke sana dengan instruksi untuk menyanyikan lagu "Gita Sang Surya", yang telah ia tambahi dengan satu bagian tentang 'keindahan saling mengampuni'. Ketika mendengar nyanyian yang dibawakan dengan begitu indah oleh dua orang biarawan Fransiskan itu, Uskup dan Penguasa Asisi itu langsung berdamai tanpa banyak bicara.

Menjelang tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mengundurkan diri. Sebab, di antara saudara-saudarariya seordo terjadilah selisih paham mengenai penghayatan hidup miskin seperti yang diointai dan dihayatinya sendiri. Pada tanggal 3 Oktober 1226 dalam umur 44 tahun, Fransiskus meninggal dunia di kapela Portiuncula. Dua tahun berikutnya, ia langsung dinyatakan 'kudus' oleh Gereja.

Fransiskus adalah orang kudus besar yang dikagumi Gereja dan seluruh umat hingga kini. Kebesarannya terletak pada dua hal berikut: kegembiraannya dalam hidup yang sederhana, menderita lapar dan sakit, dan pada cintanya yang merangkul seluruh ciptaan. Ketika Gereja menjadi lemah dan sakit karena lebih tergiur dengan kekayaan dan kekuasaan duniawi, Fransiskus menunjukkan kembali kekayaan iman Kristen dengan menghayati sungguh-sungguh nasehat-nasehat dan cita-cita Injil yang asli: kerendahan hati, kemiskinan dan cinta!

Lamunan Peringatan Wajib

Santo Fransiskus dari Assisi

Jumat, 4 Oktober 2024

Lukas 10:13-16

13 "Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. 14 Akan tetapi pada waktu penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. 15 Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! 16 Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang akan bisa bangga karena punya kemampuan berbicara tentang agama. Kalau menjadi nara sumber hidup keagamaan banyak orang ikut jadi audiens.
  • Tampaknya, orang akan bisa bangga kalau punya kemampuan menuangkan renungan keagamaannya dalam bentuk tulisan. Hasil tulisannya dalam media apapun banyak pembacanya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun pembicaraan dan atau tulisan hidup keagamaannya banyak didengar dan atau dibaca oleh banyak orang, kalau itu merupakan ungkapan dialog dengan Tuhan dalam relung hati, omongan dan tulisannya jadi alat Tuhan omong dengan banyak orang. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung orang menghadirkan suara Tuhan dalam omongan dan tulisan di hadapan banyak orang. 

Ah, kalau banyak peminat berarti banyak jalan mendapatkan rejeki.

Pemerhati Rama Praja

Salah satu kelompok Gereja Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bernama PUPIP. Kalau di luar DIY itu merupakan kepanjangan dari Paseduluran Umat Peduli Imam Praja, di DIY kata Paseduluran diganti Pamitran. Tetapi semua beranggotakan umat paroki yang memiliki perhatian khusus untuk kehidupan imam praja Keuskupan Agng Semarang. Dalam hal ini ada kelompok PUPIP dari Kevikepan Jogja Barat yang memiliki perhatian khusus untuk para rama Domus Pacis Santo Petrus. Para rama yang tinggal di Domus Pacis memang termasuk Imam Praja Keuskupan Agung Semarang. Bahkan, kecuali yang menjadi Direktur Domus, semua rama sudah lansia dan ada dalam kondisi difabel. Kelompok PUPIP pemerhati Domus biasa menyebut diri PUPIP Domus. Tetapi karena kelompok itu dari Paroki Medari, kini kerap terdengar itu sebagai PUPIP Medari-Domus. Mereka selalu siaga membantu kerja kalau Domus menyelenggarakan hajatan ulang tahun imamat dan peringatan arwah rama penghuni Domus. Selain itu para anggota juga selalu membantu penjualan kain batik Domus yang hasilnya untuk menunjang dana hajatan Domus. Penjualan memang biasa terjadi kalau ada rombongan tamu kunjungan dan hajatan. Tetapi dalam setiap Pertemuan PUPIP DIY sebulan sekali, mereka juga akan membawa kain batik diambil dari kamar Rm. Bambang. Hal ini juga terjadi pada Sabtu 28 September 2024. Pada hari itu ada Pertemuan PUPIP DIY yang bertempat di Paroki Kumetiran. PUPIP Medari-Domus datang lebih dahulu di Domus Pacis. Mereka mengambil tumpukan kain batik dari kamar Rm. Bambang untuk dibawa ke Kumetiran.

Wednesday, October 2, 2024

Santo Ewaldus Bersaudara, Martir

diambil dari  https://www.imankatolik.or.id/kalender

Kedua bersaudara ini dikenal sebagai bangsawan Inggris. Mereka mempunyai ciri khas masing-masing. Ewaldus pertama berambut hitam, emosional tetapi ahli Kitab Suci; sedangkan Ewaldus kedua berambut pirang, berperangai tenang dan pragmatis.

Mereka masuk Ordo Benediktin dan ditahbiskan menjadi imam. Bersama Santo Willibrodus, keduanya berkarya sebagai misionaris. Mula-mula mereka berkarya di Antwerpen, Belgia. Dari sana mereka melancarkan pewartaan Injil kepada suku-suku bangsa yang masih kafir di wilayah-wilayah sekitar. Semangat mereka untuk mempertobatkan bangsa-bangsa kafir mendesak keduanya mewartakan Injil diantara orang-orang Sakson yang masih kafir tulen. Di tepi sungai Lippe, mereka diterima baik oleh kepala suku itu dengan penuh tanda tanya.

Kedatangan mereka diketahui oleh seluruh penduduk dengan penuh kecemasan dan kecurigaan. Mereka dicurigai sebagai orang-orang jahat yang membahayakan kemerdekaan bangsa Sakson. Oleh karena itu, keduanya diserang dan dipukuli dengan pentung. Ewaldus kedua yang tenang itu menemui ajalnya ketika itu juga; sedangkan Ewaldus pertama yang emosional itu tidak mau menyerah begitu saja. Ia masih berbicara untuk menerangkan maksud utama kedatangan mereka. Namun usahanya ini sia-sia. Ia bahkan disiksa lebih ngeri lagi hingga mati. Peristiwa ini terjadi pada tahun 692.

Gereja menghormati kedua bersaudara ini sebagai misionaris martir yang mati terbunuh dalam karya pewartaannya di kalangan orang-orang kafir.

Lamunan Pekan Biasa XXVI

Kamis, 3 Oktober 2024

Lukas 10:1-12

1 Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. 2 Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. 3 Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. 4 Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan. 5 Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. 6 Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. 7 Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. 8 Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, 9 dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu. 10 Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: 11 Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. 12 Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom a  akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang bisa senang dan bangga kalau menjadi orang dekat sosok berpangkat tinggi apalagi kaya. Dia bisa memperoleh fasilitas melebihi orang kebanyakan sehingga hidupannya damai sejahtera.
  • Tampaknya, orang bisa memandang seorang duta besar negara adalah untuk negara lain. Berbagai kebutuhan dan pasti juga keamanan akan terjamin karena mewakili pemerintahan negaranya di negara lain.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun Tuhan diyakini memiliki kemahakuasaan dalam segala lini kehidupan, orang-orang dekat-Nya yang bahkan menjadi duta-Nya justru harus sadar di dunia ini berhadapan dengan kekuatan-kekuatan anti kebaikan-Nya yang secara duniawi jauh lebih kuat dibanding duta-Nya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa pejuang kebaikan batin secara duniawi akan menjadi sosok lemah duniawi bahkan dipandang musuh di tengah sosok-sosok duniawi. 

Ah, kalau setia pada Tuhan, siapa dapat mengalahkan?

Ketika Kamar Almarhum Rm. Tri Hartono Dibuka

"Wingi pihak keluarga jan damel tentrem" (Kemarin pihak keluarga sungguh membuat rasa tentram) kata Rm. Hartanto sesudah makan pagi hari Rabu 2 Oktober 2024. "Urusan pun rampung napa tesih enten soal?" (Apakah urusan sudah selesai ataukah masih ada soal-soal yang harus diselesaikan?). Sesudah mengatakan "Pun rampung" (Sudah selesai), Rm. Hartanta kemudian bercerita peristiwa Selasa 1 Oktober 2024 yang terjadi di Domus Pacis Santo Petrus. Pada hari itu ada acara khusus Domus yang baru diketahui oleh Rm. Bambang pada sekitar jam 09.30. Pada saat itu Bambang, yang baru menikmati nonton sinetron TV sambil berbaring di tempat tidur, agak dikejutkan oleh masuknya Rm. Sugiyono dan langsung duduk di pinggir kasur tempat tidur. Dari omong-omong Rm. Bambang baru tahu bahwa pada hari itu Keluarga Almarhum Rm. Tri Hartono akan datang dan kemudian bersama rama dari Keuskupan dan pimpinan Domus Pacis akan membuka kamar almarhum. Acara seperti itu di Keuskupan Agung Semarang (KAS) biasa dilakukan untuk kamar rama praja KAS yang baru saja meninggal. Rm. Tri Hartono sudah diperingati wafatnya di Domus pada 23 September 2024. Sesuai dengan kesepakatan 3 pihak akan membuka kamar Rm. Tri Hartono pada Selasa 1 Oktober 2024. Ada 4 orang datang dari keluarga. Dari Keuskupan yang datang adalah Rm. Sugiyono sebagai Vikjen (Vikaris Jendral) dan Rm. Triwidi sebagai Wakil Ekonom). Tentu saja Rm. Hartanta bertindak sebagai pihak Komunitas Domus Pacis Santo Petrus. Ketiga pihak bersama-sama mengumpulkan barang benda dan apapun yang ada di kamar Almarhum. Sesudah itu mereka memilah-milah mana milik Rm. Tri Hartono, mana milik Keuskupan, dan mana milik Domus Pacis. Yang amat mengharukan, kata Rm. Hartanta, ternyata keluarga menyerahkan barang-barang termasuk uang tunai dan tabungan Almarhum kepada Domus. Padahal mereka berkesempatan untuk mengambil semua milik pribadi almarhum. Untuk uang keluarga menyerahkan untuk kepentingan kesehatan para rama Domus. Keluarga hanya mengambil beberapa helai baju Almarhum untuk kenangan.

Tuesday, October 1, 2024

Pesta Para Malaikat Pelindung

 https://pontianak.tribunnews.com/2021/10/02/kisah-orang-kudus-katolik

Gereja percaya bahwa Tuhan Allah memberikan kepada setiap orang beriman seorang malaikat pelindung.


Kepercayaan akan perlindungan malaikat sebagai utusan Allah sudah ada semenjak Perjanjian lama.


Bacaan pertama dalam Misa Kudus hari ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan malaikatNya sebagai pelindung dan penasehat bangsa Yahudi.


"Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan. . . "(Kel 23:22 dst).


Bangsa Yahudi harus selalu mendengarkan dia agar bisa selamat.


Dalam Injil, Yesus mengatakan: "Ingatlah, janganlah menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini.

Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapakKu yang di sorga" (Mat 18: 10).


Setiap kita mempunyai seorang malaikat pelindung.


Ia bertugas melindungi, membimbing dari mempersembahkan doa dan karya-karya kita kepada Allah.

Kita harus selalu menghormati malaekat pelindung kita, karena dialah sahabat kita yang ditugaskan Tuhan untuk mendampingi kita dalam hidup ini.

Lamunan Peringatan Wajib

Para Malaikat Pelindung

Rabu, 2 Oktober 2024

Matius 18:1-5.10

1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" 2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka 3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. 5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." 10 Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, antar orang dalam hidup bersama memang biasa ada perbedaan. Posisi dalam kebersamaan kerap menghadirkan perbedaan kewenangan.
  • Tampaknya, kekuatan ekonomi juga bisa menimbulkan perbedaan. Ada kata ada miskin, ada menengah ada di atas menengah, itu semua juga menimbulkan perbedaan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun orang-orang bisa berbeda satu sama lain berdasarkan kondisi sosial, politik, dan ekonomi, di hadapan Tuhan semua sama-sama memiliki pelindung daya ilahi. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa semua orang masing-masing memiliki pelindung anugrah sorgawi.  

Ah, masakan dalam iman Kristiani ada seperti penjaga gaib untuk setiap orang bagaikan penjaga gaib untuk setiap tempat keramat.

Jadi Katekumen Masuk Sorga Minggu 5

    "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Ker...