diambil dari https://www.halodoc.com/artikel
Halodoc, Jakarta – Obstructive Sleep Apnea (OSA) sebenarnya bisa terjadi pada siapa saja. Namun, ada beberapa faktor yang disebut bisa meningkatkan risiko penyakit ini menyerang. Orang yang sudah lanjut usia alias lansia lebih mudah mengembangkan penyakit ini. Selain itu, jenis kelamin juga disebut bisa meningkatkan risikonya. OSA disebut tiga kali lebih berisiko menyerang pria dibanding wanita.
Obstructive Sleep Apnea merupakan penyakit yang terjadi karena ada gangguan pernapasan pada saat pengidapnya tidur. Secara umum, kondisi ini ditandai dengan adanya obstruksi jalan napas. Hal itu kemudian menyebabkan napas berhenti sejenak pada saat tidur, baik secara parsial maupun berhenti total. Seiring berjalannya usia, risiko penyakit ini menjadi lebih tinggi, terutama pada orang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun.
Penyebab dan Faktor Risiko Obstructive Sleep Apnea
Karena jalan napas terganggu, pengidap OSA bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga berkali-kali terjaga. Kondisi ini juga bisa menyebabkan pengidapnya terbangun karena merasa tercekik. Selain faktor usia, ada beberapa hal lain yang juga disebut bisa meningkatkan risiko terjadinya OSA. Penyakit ini rentan menyerang orang yang mengalami obesitas, post menopause, aktif merokok, pecandu alkohol, serta tidur dalam posisi telentang.
Secara umum, penyakit ini terjadi akibat otot di belakang tenggorokan terlalu rileks. Hal itu kemudian menyebabkan jalan napas menyempit bahkan menutup. Kalau itu yang terjadi, risiko pemblokiran udara akan semakin besar, baik sebagian maupun seluruhnya. Secara otomatis kadar oksigen dalam darah akan menurun dikarenakan napas berhenti, biasanya selama 10-20 detik.
Saat asupan oksigen dalam tubuh berkurang, otak menjadi panik dan membangunkan tubuh dengan paksa untuk bernapas kembali. Ada beberapa gejala yang bisa menjadi tanda gangguan tidur ini, mulai dari mulut terasa kering saat terbangun, konsentrasi mudah terganggu, depresi, penurunan daya ingat, hipertensi, mudah mengantuk, perubahan kepribadian, serta sakit kepala di siang hari.
Jika mengalami gejala menyerupai gangguan tidur ini, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke rumah sakit untuk mencegah terjadinya komplikasi. Kamu juga bisa menggunakan aplikasi Halodoc untuk mencari tahu atau menanyakan seputar obstructive sleep apnea pada dokter. Sampaikan keluhan yang dialami melalui Video/Voice Call atau Chat. Yuk, download Halodoc sekarang!
Diagnosis penyakit ini dilakukan langsung oleh dokter. Pemeriksaan dimulai dengan menanyakan keluhan-keluhan yang dialami, pola tidur, serta gejala apa saja yang dirasakan. Selain itu, dokter juga akan menanyakan orang sekitar, biasanya pasangan. Hal itu bertujuan untuk mengetahui seputar dengkuran yang dialami, yang bisa menjadi salah satu tanda OSA.
Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan diagnosis. Dokter akan melakukan PSG (polisomnografi), yaitu uji diagnostik untuk memeriksa gangguan tidur. Pemeriksaan ini dilakukan pada malam hari di dalam laboratorium yang sudah dirancang sedemikian rupa. Pemeriksaan PSG meliputi beberapa komponen yang nantinya bertujuan menghitung berapa jumlah total apnea ditambah hypopnea setiap jam selama tidur.
Penanganan yang cepat dan tepat perlu dilakukan untuk mengatasi kondisi ini. Pasalnya, OSA dianggap sebagai penyakit atau kondisi medis yang serius. Selain bisa mengganggu jalan napas pada saat tidur, penyakit ini juga bisa memicu terjadinya beragam komplikasi, mulai dari mudah merasa kelelahan pada siang hari, mengidap masalah kardiovaskular, gangguan pada mata, serta menurunkan kualitas tidur pasangan. Saat mengalami kondisi ini, terutama pada lansia, sebaiknya segera pergi ke rumah sakit dan lakukan pengobatan.
No comments:
Post a Comment