Pada umumnya orang memandang kematian sebagai batas akhir hidup. Hidup adalah perjalanan dari awal kelahiran, bahkan pembuahan dalam rahim ibu, sampai terminal akhir yang namanya kematian. Dengan perbandingan kehidupan dari zaman ke zaman, dari beribu tahun sebelum Masehi hingga kini tahun 2025 Masehi, sekalipun mencapai umur 250 tahun orang hanya ada di dunia ini tak lebih dari 0,05 waktu. Tetapi, siapa di antara kita yang akan berumur 250 tahun? Pada umumnya masih di bawah 100 tahun. Kata Mbah Google “Rata-rata usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2024 adalah 72,39 tahun”. Itu berarti hanya numpang 1,46% dari keberadaan manusia hingga kini atau 0,0146 waktu. Dalam hal ini layaklah kalau orang Jawa bilang “Urip kuwi mung mampir ngombé” (Hidup itu bagaikan hanya mampir minum).
Sekalipun ada berbagai gambaran dan pandangan tentang kematian, di sini yang terjadi adalah perjumpaan kaum lansia untuk pengembangan iman akan Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu pembicaraan tentang kematian akan menjadi pendalaman hidup dengan terang iman sebagai para murid Kristus.
Yang Pokok Jadi Milik Kristus
Ada pandangan dalam hidup keagamaan bahwa kematian terjadi karena orang berdosa. Adam dan Hawa mengalami kematian karena terusir dari Firdaus, alam hidup kekal, ke dunia sebagai alam hidup fana. Kematian adalah imbalan atas tidakan dosa. Tetapi kehadiran Kristus, yang mengalami wafat dan bangkit, telah menghadirkan hidup duniawi akhirati. Santo Paulus berkata “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. (Rm 6:23). Hidup kekal bukanlah alam sesudah orang meninggalkan dunia fana. Hidup kekal adalah buah orang terbuka berhubungan dengan Allah. Tuhan Yesus berkata “Inilah hidup yang kekal: bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh 17:3). Bagi orang yang beriman pada Kristus, yang harus diperjuangkan adalah untuk menjaga diri menjadi milik Kristus. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5) demikian Santo Paulus mengatakan. Kepada umat di Korintus Santo Paulus menjelaskan tentang kematian sebagai berikut :
“Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: ‘Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu?’ Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1Kor 15:51-57)
Kata-kata Santo Paulus memang berkaitan dengan iman akan kebangkitan. Jaminan kebangkitan badan adalah dasar dan pegangan utama murid Kristus, yaitu kebangkitan Kristus yang setahun sekali dirayakan sebagai Hari Besar Paskah. Yang jelas kebangkitan Tuhan Yesus telah membuat maut menjadi mandul dan expired tanpa daya dan tanpa kekuatan apapun. Di dalam Allah Tritunggal yang ada hanya hidup. Memang, hidup di dunia fana adalah peziarahan untuk masuk ke dalam keluarga Allah yang definitif di dunia keabadian. Inilah yang harus diwartakan oleh warga Gereja yang sebagai “Persekutuan orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus yang dibimbing oleh Roh Kudus dalam ziarah mereka menujui Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang” (GS 1). Semua pengikut Tuhan Yesus menghayati itu sebagai warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Itulah warta Injil atau sukacita yang harus menjadi kegembiraan murid Kristus yang diungkapkan dalam omongan dan diwujudkan dalam tindakan yang membuat banyak orang lain mengalami getar sukacita batin.
Menghayati Hidup dengan Sukacita
Orang memang bisa saja mengatakan bahwa kematian adalah sebuah realita. Gereja Katolik juga mempunyai hari khusus pada tanggal 2 November untuk memperingati semua arwah orang beriman. Di dalam Misa selalu ada doa untuk mereka yang sudah meninggal dunia. Bahkan dalam kebiasaan umat Katolik Jawa kematian mendapatkan momen-momen khusus untuk memperingati yang telah wafat dari hari ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, ke setahun, ke 2 tahun, dan ke 1000 hari. Tetapi penghayatan iman akan Kristus membawa orang pada kesadaran bahwa kematian adalah sebuah peristiwa dalam keseluruhan hidup. Katekismus Gereja Katolik mengatakan bahwa “Warga Kristen yang menyatukan kematiannya dengan kematian Yesus, menganggap kematian sebagai pertemuan dengan Yesus dan sebagai langkah masuk ke dalam kehidupan abadi”. (KHK 1020)
Yang perlu mendapatkan pertimbangan barangkali adalah bagaimana menghayati peristiwa kematian dalam sukacita. Dalam hal ini kiranya sharing di bawah ini bisa menjadi pertimbangan :
- Menghargai kesendirian. Bagaimanapun juga makin tua dan makin lansia orang akan mengalami banyak berada dalam kesendirian. Memang, ada yang mengatakan bahwa kesendirian akan membuat kesepian. Dalam kesendirian orang memang tak punya orang lain diajak omong-omong. Orang memang bisa menyuarakan lagu-lagu. Kesendirian membuat orang berada dalam kondisi diam. Tetapi justru kondisi diam adalah langkah indah membangun kemesraan dengan Allah. Dengan diam orang memang masih aktif berpikir, merasa, dan menginginkan sesuatu. Bahkan dengan diam orang memang masih bisa omong, tetapi omong dalam hati. Dengan omong dalam hati sadar atau tidak sadar orang omong dengan Roh Kudus yang bersemayam di dalam hati. Santo Paulus berkata “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1Kor 6:19) Dalam kesendirian orang sungguh bisa berdialog dengan Allah. Ibu Maria menjadi teladan dalam hal diam. Beliau biasa memasukkan segala peristiwa dalam hati dan merenungkannya (Luk 2:19.51). Hal ini secara leluasa bisa terjadi dalam saat-saat khusus doa seperti malam atau pagi. Tetapi ini juga bisa terjadi secara sesaat setiap ingat Tuhan ketika berhadapan sesuatu seperti kirim WA.
- Punya kegiatan rutin. Ada yang bilang bahwa yang rutin itu mudah membosankan. Tetapi justru kegiatan rutin harian menghadirkan jaminan isi hidup. Barangkali untuk kaum lansia akan bilang sudah tak bisa apa-apa. Bisa juga lansia mengatakan dengan pensiun atau pekerjaan cari nafkah berhenti, orang bisa tak terpakai lagi. Tetapi tanpa memiliki hal rutin yang dalam keadaan biasa dilakukan, orang mudah akan frustasi tak bahagia. Memang, bisa saja orang mencari kesibukan kumpulan-kumpulan atau dolan ke sana-sini. Tetapi bagaimanapun juga makin tua dan makin lansia orang banyak dalam kesendirian. Inilah yang menuntut kegiatan rutin pribadi. Kegiatan itu bisa saja seperti menjerang air, menanak nasi, doa, ikut misa harian. Syukur bisa baca-baca dan atau tulis menulis hal-hal baik yang disebar lewat media sosial.
- Belajar meninggal dunia. Untuk mengalami hidup kekal lewat kematian sebagai pintu masuk jumpa Kristus dari muka ke muka, orang harus meninggalkan kehidupan dunia fana. Dunia fana adalah situasi hidup yang diwarnai pembaruan dan perubahan. Kalau hidup kekal terutama hubungan personal dengan Allah (Yoh 17:3), dunia fana adalah proses hidup orang dari bayi, balita, kanak-kanak, remaja, muda, dewasa, tua, dan lansia. Bahkan dalam setiap tahap hidup orang akan mengalami perkembangan dan perubahan situasi hidup dan budaya setempat. Orang selalu memiliki masa lampau dengan suka dukanya, masa kini dengan suka dukanya, dan harapan ke masa depan. Orang meninggalkan yang sudah lalu, orang belajar meninggalkan kefanaan yang sudah lewat. Di sini harus belajar untuk ikhlas, belajar untuk menjadi gembira pernah punya pembelajaran masa lampau. Kalau ada hal-hal yang sudah tak bertahan hingga kini, orang belajar untuk tidak menangisi. Semua menjadi omongan dengan Allah dalam relung hati. Kebahagiaan pasti mengalir dalam hidup. Seandainya masuk dalam kedefinifan abadi, orang dalam situasi dan kondisi hati bahagia. Katanya “Dengan memikirkan kematian dapat membuat kita untuk selalu menghargai waktu yang ada.” (https://www.google.com/ search?q=Kematian+bagian+Kehidupan)
Domus Pacis, 16 Mei 2025
🙏🙏🙏
ReplyDelete