Monday, June 30, 2025

Rm. Hartanta CS Ulang Tahun Tahbisan Imam


Dalam bukunya yang berjudul Sejimpit Butir-butir Catatan dari Rumah Tua (Penerbit Pohon Caya: Yogyakarta, 2019 hal. 159) Rm. Bambang pernah menuangkan pemikiran "Kalau besok Domus Pacis menjadi salah satu bentuk karya pastoral, kepemimpinannya tentu tidak hanya dilakukan sebagai tugas sampingan. Yang menjadi pengurus Domus Pacis tentu bukan orang yang sudah memiliki beban tugas pokok yang membutuhkan perhatian besar. Imam demikian tidak akan mengalami kehidupan sehari-hari Domus Pacis karena tinggal di tempat tugas pokoknya". Itu adalah kutipan dalam "CATATAN TAHUN 2012: 
KARYA PASTORAL DOMUS PACIS SEBUAH GAGASAN" yang menjadi catatan tertulis Rm. Bambang pada Januari 2012. Dulu cukup lama kehidupan para rama sepuh di rumah sepuh Domus Pacis ditangani oleh pengurus yang punya tugas pokok. Ada yang dosen, ada yang pastor paroki, dan ada yang menjadi ketua Komisi Keuskupan Agung Semarang. Tentu saja perhatian cukup serius terhadap kehidupan para rama sepuh amat jauh dari realita. Puji Tuhan, mulai Agustus 2020 Bapak Uskup Agung Semarang menetapkan Rm. Florentius Hartanta menjadi Direktur Domus Pacis dan tinggal bersama para rama sepuh di Domus. Memang, Rm. Hartanta ditetapkan menjadi Direktur Domus Pacius Santo Petrus, Kentungan, yang pada Agustus 2020 ketika pembangunan gedungnya masih dalam proses penyelesaian. Padahal para rama sepuh, yang akan menjadi penghuni pertama Domus Pacis Santo Petrus, masih berada di Domus Pacis Puren, Pringwulung.

Yang sungguh mengherankan dan patut diacungi jempol, sekalipun sebenarnya untuk sementara diminta tinggal di Seminari Tinggi Kentungan, Rm. Hartanta memilih tinggal bersama para rama sepuh di Domus Pacis Puren sejak 1 September 2020. Dengan demikian beliau, yang usianya masih muda dibandingkan penghuni Domus, hingga kini sudah mengalami keseharian bersama para rama sepuh yang sudah mengalami segala kerentanan raga jiwa selama 5 tahun lebih. Perhatian beliau terhadap para rama sepuh sungguh mendalam. Karena banyak kasus muncul baik ragawi maupun jiwani dari para rama sepuh, Rm. Hartanta sungguh menjadi sosok yang tekun tetap melayani para rama sepuh sehingga tampaknya bisa menjadi pastor canggih mengelola kasus karena biasa hidup dalam kasus. Dan yang menakjubkan adalah, meskipun hidup dalam kasus kehidupan para rama sepuh, beliau biasa tampak ceria bersemangat. Itu pasti merupakan buah ketaatan kepada Uskup dan kesetiaan mengurus wilayah yang hanya seluas gedung Domus Pacis Santo Petrus dengan jumlah warga rama dan karyawan yang tak mencapai 30 jiwa. Beliau juga tampak menerima dengan ikhlas berbagai kehidupan harian yang amat berbeda dengan umat pada umumnya di paroki-paroki. 

Semua itu tentu harus disyukuri sebagai daya Roh Kudus yang dihayati oleh Rm. Hartanta. Maka layaklah kalau Domus Pacis menyelenggarakan perayaan amat istimewa untuk ukuran Domus untuk ulang tahun imamat Rm. Hartanta ke 16. Keistimewaan itu amat mencolok karena para rama seangkatan tahbisan Rm. Hartanta masing-masing datang bersama keluarga. Kelompok imam angkatan ini setahun sekali selalu merayakan ulang tahun tahbisan bergantian di tempat tugas masing-masing secara bergilir. Sebenarnya mereka ditahbiskan pada 29 Juni 2010. Tetapi, karena pada Minggu 29 Juni 2025 ada perayaan akbar Ulang Tahun Keuskupan Agung Semarang ke 85, perayaan ulang tahun imamat ke 16 Rm. Hartanta dan teman-teman terjadi pada 30 Juni 2025. Untuk ukuran Domus Pacis ini adalah perayaan besar, karena Bu Rini menyiapkan konsumsi untuk 425 orang. Maka Misa tidak dilaksanakan di Kapel tetapi di aula Domus. Bahkan sound system Domus dianggap tidak mencukupi sehingga Mas Tian, putra Bu Rini, mendatangkan dari Nandan milik Koh Hanjin. Ternyata rasa syukur dalam diri Rm. Hartanta juga tampak amat besar. Beliau membagikan banyak kain batik yang dibeli dari Rm. Bambang untuk seragam karyawan dan relawan serta rama Domus, sanak keluarga, dan kor.

Perayaan Misa memang dipimpin oleh Rm. Hartanta. Tetapi ada 11 orang rama teman-teman beliau ikut jadi selebran. Dengan demikian ada 12 orang rama memimpin Misa. Rm. Hartanta 16 tahun imamat bersama teman-teman: Rm. Ari Pur, Rm. Budi Purwantoro, Rm. Triwidi, Rm. Singgih, Rm. Yupi, Rm. Wondo. Yang 15 tahun: Rm. Bondan Prima, Rm. Nugroho, Rm. Deny. Dua lainnya: Rm. Novian Ardi (14 tahun) dan Rm. Dwi Hananto (2 tahun). Kor Pacem mengiringi Misa dengan sangat apik. Kor ini juga mempersembahkan lagu khusus untuk Rm. Hartanta. Lagunya dari Bapak Sulis umat Kevikepan Jogja Barat yang menjadi rekan kerja Rm. Hartanta dalam Komisi Karya Misioner Kevikepan Jogja Barat. Persembahan lagu ini untuk memulai bagian homili. Sebelum persembahan Kor Pacem, Rm. Bambang diberi kesempatan untuk memberikan ucapan. Rm. Bambang menyampaikan ucapan dengan kidung : Nyata agung; Jejer-jejer priya luhur; Tanggap warsa imam; Abdi Pasamuwan Suci; Mugi-mugi lestari ngantos palastra (Sungguh peristiwa agung; Kini berjajar para priya yang punya keluhuran hidup; Mereka berulang tahun imamat; Menjadi pelayan Gereja; Semoga bertahan hingga dipanggil oleh Tuhan). Rm. Wanda, Vikep Jogja Barat dan salah satu selebran, mengirimkan kesan tertulis kepada Rm. Hartanta. Beliau tampak amat terkesan dengan perayaan imamat di Domus.

Beato Antonio Rosmini

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 21 Januari 2019 Diperbaharui: 22 Januari 2019 Hits: 5359

  • Perayaan
    23 Desember
  •  
  • Lahir
    24 Maret 1797
  •  
  • Kota asal
    Rovereto, Trentino, Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • 1 Juli 1855 di Stresa, Viterbo, Italia | Sebab alamiah
  •  
  • Venerasi
    26 Juni 2006 oleh Paus Benediktus XVI (decree of heroic virtues)
  •  
  • Beatifikasi
    18 November 2007 oleh Paus Benediktus XVI
  •  
  • Kanonisasi

Antonio Rosmini lahir pada 24 Maret 1797 dari pasangan Pier Modesto dan Giovanna dei Conti Formenti di kota Rovereto, Trentino Italia. Ia menjalani pendidikan dasar di Trento lalu melanjutkan ke Universitas Padua di mana ia meraih gelar doktor di bidang Teologi dan Hukum Gereja.

Pada bulan Februari 1820 Antonio menemani saudara perempuannya, Margherita, pergi ke Verona dimana mereka bertemu dengan Beata Maddalena di Canossa pendiri Konggregassi Suster Puteri Kasih atau Konggregasi suster Canossian. Beata Maddalena mengajak Antonio bergabung untuk ikut mendirikan Konggregassi imam Canossian yang saat itu tengah dirintis, namun dengan sopan pemuda bergelar Doktor ini menolak.

Pada tanggal 21 April 1821 Antonio ditahbiskan menjadi imam di Chioggia, Italia. Pada tahun 1823 ia diketahui melakukan perjalanan ke Roma bersama Uskup Agung Venesia, untuk sebuah audiensi pribadi dengan Paus Pius VII. Dalam audiensi itu, Paus mendorong mereka untuk melakukan reformasi di bidang filsafat.

Di tahun 1826 Antonio pergi ke Milan untuk melanjutkan penelitian dan menerbitkan hasil studi filsafatnya. Dia adalah seorang penulis produktif yang menulis tentang banyak hal, termasuk tentang Sifat Jiwa Manusia, Etika, Hubungan Antara Gereja dan Negara, Filsafat Hukum, Metafisika, Rahmat, Dosa asal, Sakramen dan Pendidikan. Dua bukunya kelak diterbitkan pada tahun 1829 ("Maxims of Christian Perfection" dan "Origin of Ideas") dan mendapat banyak pujian dari para Sarjana dimasa itu.

Pada tahun 1827 Antonio Rosmini yang masih berada di Milan bertemu dengan Abbé Loewenbruck yang mengajaknya untuk mendirikan sebuah Institusi Religius yang akan mempromosikan Pendidikan dan Spiritualitas yang lebih baik bagi para imam. Pater Antonio dapat merasakan tuntunan Roh Kudus untuk melalui permintaan ini. Ia pun memutuskan untuk bergabung. Namun, karena percaya penuh bahwa Tuhan akan melakukan segala sesuatu yang diperlukan, Antonio tidak pernah mengajak siapa pun untuk bergabung dengan Komunitas Religius yang akan didirikan. Ada dua atau tiga orang yang telah mengenalnya dengan baik yang kemudian bergabung atas keinginan mereka sendiri. Tiga orang anggota perdana Institute of Charity (atau dalam bahasa Latin : Societas a charitate nuncupata, disingkat : I.C.) ini mulai menjalani hidup sesuai Aturan Dasar yang ditulis oleh Antonio Rosmini.

Paus Pius VIII, yang terpilih pada bulan Maret 1829, memanggilnya ke Roma untuk sebuah audiensi. "Anakku Antonio," kata Sri Paus, "Jika kamu berpikir untuk mulai dengan sesuatu yang kecil, dan menyerahkan sisanya kepada Tuhan, kami dengan senang hati menyetujuinya; namun tidak demikian jika kamu berpikir untuk memulai dalam skala besar." Dengan menundukkan muka Antonio menjawab bahwa ia berupaya untuk mengawali karyanya dengan kerendahan hati. Ketika kembali ke Milan, Antonio mulai bekerja keras mengembangkan Institusi yang didirikannya.

Pada tahun 1832, para Rosminian mulai menyebar ke Italia Utara dan pada tahun 1835 biara Rosminian pertama di Inggris didirikan. Masyarakat Inggris menyambut baik para Rosminian karena pola hidup mereka yang kudus. Mereka mempromosikan dan mempraktekkan “Quarantore” (Devosi 40 Jam tanpa jeda di hadapan Sakramen Maha Kudus) dengan penuh disiplin, mempromosikan penggunaan Skapulir, Novena, Prosesi publik dan merayakan bulan Mei sabagai bulan Devosi pada Bunda Maria.

Institute of Charity mendapat pengukuhan resmi dari Paus Gregorius XVI pada tanggal 20 Desember 1838. Pada tanggal 20 September 1839 Antonio Rosmini diangkat menjadi Superior Jenderal Rosminian seumur hidup.

Antonio Rosmini tutup usia pada tanggal 1 Juli 1855 dalam usia 85 tahun. Institusi yang didirikannya saat ini telah menyebar dan berkarya di berbagai negara seperti di New Zealand, Irlandia, Amerika Serikat, Africa Timur, Venezuela dan India.  (qq)

Lamunan Pekan Biasa XIII

Selasa, 1 Juli 2025

Matius 8:23-27

23 Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya. 24 Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. 25 Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." 26 Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. 27 Dan heranlah orang-orang itu, katanya: "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, kalau berhadapan dengan masalah besar orang bisa mengalami kebingungan. Hatinya diwarnai kegelisahan dan kekuatiran.
  • Tampaknya, masalah besar bisa membuat sulit tidur. Mengantukpun bisa jauh dari perasaan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul akrab dengan kedalaman batin, sekalipun tidur bahkan kantuk bisa sulit dialami oleh yang bermasalah, sebesar apapun tantangan dan masalah dihadapi, orang bisa memiliki ketenangan batin sehingga kemampuan tidur nyenyak menjadi pertanda iman. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan selalu bersandar pada penyelenggaraan Tuhan sehingga berhadapan dengan masalah besar apapun tetap punya ketenangan batin. 

Ah, mana bisa tidur kalau hidup berada dalam ancaman.

Karena Sumbangan Dana : Umat Dekat Para Rama Domus

Ternyata bulan Juni adalah bulan cukup banyak peringatan. Ada peringatan hari lahir pada tanggal 12 untuk Mgr. Blasius genap 90 tahun dan tanggal 29 untuk Rm. Supriyanto genap 29 tahun. Untuk hari kelahiran Domus mengadakan makan bersama menu khusus para rama dan karyawan Domus serta mengundang antara 5-10 orang keluarga yang berulang tahun. Pada tanggal 17 Mgr. Blasius genap 46 tahun sebagai uskup. Untuk ini ada Misa khusus dengan kor dan yang dipestakan bisa mendapatkan kesempatan mengundang keluarga dan orang-orang dekat. Sementara itu tanggal 29 juga menjadi hari ulang tahun tahbisan imamat Rm. Hartanta yang ke 15. Pelaksanaan ulang tahun imamat Rm. Hartanta akan dilaksanakan pada 30 Juni 2025. Teman-teman seangkatan imamat beliau juga diundang dan bisa membawa keluarga. Dalam hal ini tentu saja Bu Rini yang harus sibuk mengurus konsumsi. Untuk pembeayaan memang bukan dari anggaran dari Keuskupan. Rm. Bambang dibantu oleh Bu Rini mendapatkan dana dengan penjualan kain batik. Tentu saja hasil penjualan batik tidak cukup. Puji Tuhan, ada saja sosok-sosok warga umat yang membantu untuk kepentingan konsumsi Domus. Kepedulian mereka ada yang untuk snak harian penghuni Domus, dan ada juga yang menyumbang khusus untuk hajatan peringatan-peringatan yang diadakan oleh Domus. Tentu saja hal ini membuat para rama Domus boleh tetap merasakan kehidupan bersama dan terdukung oleh umat Katolik. Sekalipun sudah jauh dari derap pelayanan untuk umat, para rama Domus tetap merasakan kasih umat yang menghampirinya. Adapun para warga yang memberikan kepedulian konsumsi untuk bukan Juni 2025 adalah sebagai berikut:

  • Penyumbang Snak : 1. Ibu Emma; 2. Ibu Rachel; 3. Ibu Tita; 4. Ibu Kanti; 5. Ibu Septi Unanto; 6. Ibu Rini; 7. Kelompok Santa Chatarina; 8. Ibu Joni; 9. Ibu Yudi; 10. Ibu Tutik; 11. Ibu Wahyuni; 12. Ibu Anna Jatmiko; 13. Ibu Endang Prayitno; 14. Ibu Novi; 15. Ibu Atik; 16. Ibu Sintari; 17. Ibu Dewo; 18. Ibu Lucinda; 19. Ibu Topo; 20. Ibu Andreas; 21. Ibu Elly; 22. Ibu Jondit; 23. Ibu Wahyu; 24. Ibu Daniek; 25. Ibu Ibu Debby; 26. Sdri. Lusi.
  • Penyumbang Hajatan : 1. Ibu Yinni Tjia; 2. Ibu Sri Daruningsih; 3. Ibu Coleta Tanti Sanvero; 4. Ibu Kanaya; 5. Ibu Ambar; 6. Ibu Nadya; 7. Keluarga Patuk (5 orang); 8. Ibu Happy Rianawati; 9. Ibu Umi; 10. Bapak Blasius Chasto; 11. Ibu Sri Purwaningsih; 12. Ibu Agnes Trijoko; 13. Ibu Yucha; 14. Apotek Jaya Sehat, 15. Ibu Nike.

Sunday, June 29, 2025

Santo Theobaldus dari Provins

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 03 Juni 2014 Diperbaharui: 15 Februari 2017 Hits: 9830

  • Perayaan
    30 Juni
  •  
  • Lahir
    Tahun 1017
  •  
  • Kota asal
    Provins, Brie, Perancis
  •  
  • Wilayah karya
    Vicenza - Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • 30 Juni 1066 di Salanigo Vicenza Italia - Oleh sebab alamiah
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Tahun 1073 oleh Paus Alexander II

Santo Theobaldus dari Provins adalah seorang pertapa suci dari Perancis. Ia lahir di kota Provins Perancis dalam sebuah keluarga bangsawan tinggi Kerajaan.  Ayahnya Arnoul, adalah seorang Pangeran Palatine dari Champagne.

Sebagai seorang pemuda, ia sangat senang membaca kisah kehidupan para pertapa suci seperti santo Yohanes Pembabtis, Santo Paulus Pertapa, Santo Anthonius Agung, dan Santo Arsenius. Ia juga sering mengunjungi seorang rahib pertapa bernama Burchard, yang tinggal di sebuah pulau kecil di tengah-tengah Sungai Seine.

Bacaan-bacaan ini dan teladan dari Burchad menumbuhkan benih panggilan Allah dalam hatinya untuk menjalani hidup seperti para pertapa kudus tersebut. Ia sungguh mengagumi cara hidup asketis dan mati-raga dari para pertapa dalam perjuangan mereka untuk meraih kesempurnaan hidup Kristiani.

Hasratnya bernyala-nyala untuk menjadi seorang pertapa membuat pemuda bangsawan ini menolak untuk menikah atau berkarir di bidang Militer.  Ketika pecah perang antara sepupunya Pangeran Blois, Odo II dan Raja Conrad II (Conrad the Salic) karena memperebutkan  mahkota Kerajaan Burgundi, Theobaldus menolak untuk memimpin pasukan dalam pertempuran untuk membantu sepupunya itu. Ia malah berusaha meyakinkan ayah dan keluarganya untuk membiarkannya pergi dan menjadi seorang pertapa.

Karena keinginannya tidak kunjung direstui oleh ayahnya, pada tahun 1054 Theobaldus memutuskan untuk meninggalkan rumah dengan diam-diam.  Bersama seorang teman bernama Walter, mereka pergi untuk menjadi pertapa di daerah Suxy di Distrik Chiny. Kemudian mereka melakukan perjalanan ke Pettingen, di mana dua orang pemuda bangsawan ini mengasah kerendahan hati mereka dengan bekerja sebagai kuli kasar, sambil terus menjalani hidup bermati-raga dan doa secara diam-diam.

Theobaldus dan Walter kemudian menjadi peziarah melalui rute ziarah Santo Yakobus (The Way of St. James) dan setelah itu mereka kembali ke keuskupan Trier. Mereka lalu melanjutkan perziarahan mereka ke Roma dan berencana untuk pergi ke Tanah Suci Yerusalem melalui Venecia. Namun, Walter jatuh sakit dekat di kota Salanigo di Vicenza. Karena itu mereka memutuskan untuk menetap di sana. Tidak lama kemudian Walter wafat. Pertapa suci ini pergi ke surga dengan senyum kebahagiaan di wajahnya.

Theobaldus tetap tinggal di Salanigo dan melanjutkan hidupnya sebagai seorang pertapa. Ketika orang-orang mengetahui akan kesucian hidup Theobaldus, banyak orang datang untuk menjadi muridnya. Merasa terganggu dengan kedatangan banyak orang, Theobaldus lalu berusaha mencari tempat yang lebih sepi untuk dapat mengasingkan diri dan menjalani hidup bermati-raga dengan lebih keras. Namun tetap saja ia diikuti oleh orang-orang yang tertarik untuk mendapat bimbingannya.  

Keharuman namanya dan kesucian hidupnya membuat suatu hari Uskup Vicenza memutuskan untuk mengunjungi pertapaannya.  Sang uskup kemudian mentahbiskan Theobaldus sebagai seorang imam.  Kepada Uskup, Theobaldus kemudian menceriterakan tentang latar belakang keluarganya dan tak lama kemudian kedua orang tuanya datang berkunjung ke pertapaan. Ibunya, Gisela, lalu memutuskan untuk mengikuti jejak Theobaldus dan menjadi seorang pertapa wanita di dekat pertapaan anaknya.  

Theobaldus tutup usia pada tanggal 30 Juni 1066. Sesaat sebelum kematiannya ia memutuskan menjadi seorang biarawan Benediktin Kamaldoli (OSB Cam). Karena itu setelah kematiannya, para pengikutnya pun bergabung dengan Konggregasi yang didirikan oleh santo Romualdus tersebut.

Santo Theobaldus dikanonisasi oleh Paus Alexander II pada tahun 1073.

Lamunan Pekan Biasa XIII

Senin, 30 Juni 2025

Matius 8:18-22

18 Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. 19 Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." 20 Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." 21 Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." 22 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka ."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, yang namanya menyeberang itu berarti ada yang ditinggalkan. Orang mengarah ke yang lain.
  • Tampaknya, dengan menyeberang orang akan berhadapan dengan yang kini belum dijumpai. Orang siaga mengalami kebaharuan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul dekat dengan kedalaman batin, sekalipun orang bisa kerasan terhadap kondisi yang kini dihadapi, kalau sungguh beriman orang akan siaga berhadapan dan menghayati hal baru yang bisa lain dari yang biasanya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang siaga untuk meninggalkan zona nyaman agar selalu siaga mengalami tata hati dan tata pikir baru dan diperbarui.  

Ah, kalau sudah enak mengapa harus merobah diri.

Rm. Petrus Supriyanta Ulang Tahun

Hari itu, Selasa 17 Juni 2025, ada 2 buah kenthongan di kursi depan kamar Rm. Bambang. Kenthongan adalah "alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek" (https://www.google.com/search?q=Alat+musik+kenthongan). Dua kenthongan itu dibuat oleh Mas Hari, salah satu karyawan Domus Pacis Petrus. Rm. Bambang mengajak untuk mengadakan kothekan, yaitu kesenian rakyat tradisional rakyat Jawa. Sifatnya yang merakyat membuat kothekan bisa cukup dengan alat-alat sederhana. Sesudah semua selesai makan siang, baik para rama maupun karyawan Domus, Rm. Bambang berlatih dengan 3 orang karyawan Domus, yaitu Mas Hari, Mas Fallah, dan Mas Andre. Mas Andre dan Mas Fallah memegang kenthongan. Mas Hari menggunakan galon air mineral yang dipakai sebagai gendang. Rm. Bambang menjadi penyanyi yang melantunkan kidung megatruh, salah satu jenis kidung tradisional Jawa yang bernama macapat. Syair yang dikidungkan adalah sebagai berikut : "Ing samengko Rama Supriyanta Petrus; Wus ganep kang yuswa yektiPitu enem aneng taunKapareng ngenyam dumadi; Kanugrahan 'king Hyang Manon" (Kini Rm. Petrus Supriyanto; Sudah sampai pada kegenapan usia; Tujuhpuluh enam tahun; Boleh menikmati hidup; Anugerah dari Tuhan Allah).

Kidung itu memang dipersembahkan untuk Rm. Petrus Supriyanta yang pada Minggu 29 Juni 2025 genap berusia 76 tahun. Beliau sudah masuk menjadi warga Komunitas Rama Sepuh Domus Pacis sejak tahun 2020 ketika masih di Puren. Bagi Rm. Bambang Rm. Priyanta menjadi salah satu teman sesama masuk Seminari Menengah Mertoyudan pada tahun 1970. Beliau adalah lulusan SPG van Lith di Muntilan. Karya terakhir Rm. Pri berada di Paroki Sragen. Di Sragen Rm. Pri sudah mulai mengidap dimensia. Ketika masuk di Domus Pacis Puren beliau sudah mengalami lupa tidak mengingat para rama serumah. Kini di Domus Pacis Santo Petrus Rm. Supri sudah harus dilayani dalam segalanya. Secara praktis beliau sudah terus berada di kamar. Puji Tuhan, Keuskupan Agung Semarang menyelenggarakan perhatian khusus untuk para rama sepuh dengan berbagai macam kondisinya. Bahkan Keuskupan memiliki gedung khusus yang diberi nama Domus Pacis Santo Petrus. Lebih dari itu mulai Agustus 2020 ada rama khusus yang diberi SK untuk menjadi Direktur purna waktu yang tinggal bersama para rama sepuh. Bahkan kini jumlah tenaga yang melayani para rama sungguh memadahi karena tak sedikit umat juga ikut menopang sumbangan untuk tambahan honor. Tetapi ketika Rm. Bambang melantunkan kidung di kamar Rm. Priyanta, yang berbaring di tempat tidurnya, ada perubahan pengiring kothekan. Mas Fallah yang pernah latihan bertugas menunggu Rm. Harto yang opname di Rumah Sakit Panti Rapih. Peran Mas Fallah diganti Mas Enggar dan masih ada seorang karyawan lain, Mas Bayu, ikut membunyi logam.

Saturday, June 28, 2025

Santo Paus Petrus Rasul

 diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 01 September 2013 Diperbaharui: 13 Oktober 2019 Hits: 49921

  • Perayaan
    29 Juni
    22 Februari (Pesta Tahta St.Petrus)
  •  
  • Lahir
    Hidup abad pertama
  •  
  • Kota asal
    Galilea - Israel
  •  
  • Wilayah karya
    Yerusalem, Asia Kecil, Roma
  •  
  • Wafat
  •  
  • Sekitar Tahun 67 - Martir. Disalibkan secara terbalik, Kepala dibawah dan kaki diatas
  •  
  • Kanonisasi

Petrus adalah pemimpin para rasul dan Paus kita yang pertama. Nama asli rasul besar ini adalah Simon, tetapi Yesus mengubahnya menjadi Petrus, yang artinya batu karang, yang mengisyaratkan bahwa Yesus meletakkan landasan gereja-Nya di atas Petrus. “Engkaulah Petrus,” kata Yesus, “Dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku.” 

Petrus adalah seorang sederhana yang giat bekerja. Ia murah hati, jujur, polos seperti anak kecil dan amat dekat dengan Yesus.   Namun, Petrus juga seorang yang penakut. Beberapa kali Injil mencatat sifat petrus yang satu ini. Ketika melihat Yesus berjalan diatas air Petrus dengan penuh iman berseru :

..... "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air. Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. --Mat 14:28

Namun ketika merasakan dinginnya tiupan angin yang menerpa wajahnya, dan melihat gelombang disekelilingnya; Petrus mulai takut.  Imannya yang tadi bernyala-nyala seketika padam.

...... Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!"  --Mat 14:30

Dan atas sikap penakut dan kurang percayanya itu Petrus mendapat sebuah teguran dari Yesus.

..... "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" --Mat 14:31

Ketika Yesus ditangkap, sekali lagi Petrus ketakutan. Saat itulah ia berbuat dosa dengan menyangkal Kristus sebanyak tiga kali. Petrus kemudian menyesali perbuatannya dengan sepenuh hati. Ia menangisi penyangkalannya sepanjang hidupnya. Yesus mengampuni Petrus.

Sesudah kebangkitan-Nya, Yesus bertanya tiga kali kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Sesungguhnya, Yesus memang tahu! Petrus benar. Dengan lembut Yesus berkata, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Yesus mengatakan kepada Petrus untuk mengurus Gereja-Nya, sebab Ia akan naik ke surga. Yesus menetapkan Petrus sebagai pemimpin para pengikut-Nya.

Pada hari Pentakosta Petrus dan para rasul lainnya menjadi penuh dengan kuasa Roh Kudus. Mereka berkata-kata dalam bahasa roh sehingga membingungkan orang-orang yang melihat mereka.  Maka bangkitlah Petrus dan menyampaikan kotbahnya yang pertama setelah kebangkitan Yesus. Para pendengarnya begitu terkesima dengan kata-kata nelayan dari Galilea  ini; yang penuh dengan hikmat dan kuasa. Dalam hari itu juga mereka memberikan diri untuk dibabtis. Jumlah orang yang dibabtis pada hari itu sungguh luar biasa; Tiga ribu orang. (Kis 2 : 14 - 41)

Di kemudian hari Petrus pergi mewartakan kabar gembira hingga ke kota Roma, kota terbesar dan juga ibukota dari Kerajaan Romawi. Petrus tinggal disana dan mempertobatkan banyak orang. Ketika penganiayaan yang kejam terhadap orang-orang Kristen dimulai, umat memohon pada Petrus untuk meninggalkan Roma dan menyelamatkan diri. Dan sekali lagi Petrus ketakutan.

Menurut tradisi, ia memang sedang dalam perjalanan meninggalkan kota Roma ketika ia berjumpa dengan Yesus di tengah jalan.  Petrus bertanya kepada-Nya, "Domine, Quo vadis..? (Tuhan, hendak ke manakah Engkau pergi?)” Yesus menatapnya dan menjawab, “Aku hendak ke Roma untuk disalibkan lagi..”   Dan Petrus yang malang seketika jatuh tersungkur di kaki Yesus dan menangis tersedu-sedu.  Sama seperti saat ia menangisi penyangkalannya di Yerusalem puluhan tahun yang lalu, Petrus kini kembali harus menyesali rasa takutnya. Dengan berderai airmata ia berbalik dan kembali ke kota Roma.

Kembali ke Roma, Paus kita yang pertama ini segera ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.  Karena ia seorang Yahudi dan bukan warga negara Romawi, sama seperti Yesus, ia dapat disalibkan. Petrus kini sudah menguasai rasa takutnya. Kali ini Ia tidak lagi menyangkal Kristus. Ia tidak lagi melarikan diri dan siap untuk wafat sebagai saksi Kristus.  Petrus minta agar ia disalibkan dengan kepalanya di bawah, sebab ia merasa tidak layak menderita seperti Yesus. Para prajurit Romawi tidak merasa aneh akan permintaannya, sebab para budak disalibkan dengan cara demikian.

St. Petrus wafat sebagai martir di Bukit Vatikan sekitar tahun 67. Pada abad keempat, Kaisar Konstantinus membangun sebuah gereja besar di atas tempat sakral tersebut. Penemuan-penemuan kepurbakalaan baru-baru ini menegaskan kisah sejarah tersebut.

Lamunan Hari Raya

Santo Petrus dan Santo Paulus, Rasul

Minggu, 29 Juni 2025

Matius 16:13-19

13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" 14 Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." 15 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" 16 Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" 17 Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. 18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. 19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, memang ada gambaran umum bahwa beriman itu beragama. Orang beriman dengan kesediaan menerima pokok-pokok pengakuan sebagaimana disajikan dalam agama.
  • Tampaknya, untuk sungguh beriman orang harus dibaptis. Kalau baptisan remaja dan dewasa, orang harus mengikuti pelajaran agama persiapan baptis.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun dengan beriman orang mengikatkan diri dengan agama tertentu dengan mengucapkan syahadat yang disediakan, kesejatian iman berakar pada sikap batin buah mendengarkan petunjuk ilahi dalam relung hati. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa beriman adalah buah keterbukaan orang atas kemesraannya dengan Tuhan yang bertahta dalam nubari.

Ah, beriman itu ya jelas taat menjalani tatanan hidup yang diberikan oleh agama.

Friday, June 27, 2025

Ikut Misa Tahbisan


"Mangke wetawis jam sanga dalu punika badhe wonten tigang rama rawuh nyipeng Domus" (Nanti sekitar jam 09.00 malam akan ada 3 orang rama menginap di Domus) kata Rm. Hartanta memberi pengumuman kepada para rama sepuh ketika sedang makan sehabis Misa sore pada Kamis 26 Juni 2025. Pada makan pagi berikutnya yang ikut makan pagi bersama bertambah 2 orang rama, yaitu Rm. Sugiono (Vikjen Keuskupan Agung Semarang) dan Rm. Wahadi (salah satu rama Paroki Baciro). Keduanya memang datang pada malam hari dan menginap di kamar lantai 2 Domus Pacis. Sebenarnya masih ada satu lagi, yaitu Rm. Budi Purwantoro pastor Paroki Wonogiri. Ketika para rama makan pagi bersama Rm. Budi masih tidur. Mungkin kecapekan perjalanan dari Wonogiri sampai Domus Pacis.

Ketiga rama itu akan mengikuti Tahbisan Imamat di Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan. Rm. Vikjen tentu akan ikut jadi selebran memimpin Misa bersama Mgr. Rubiyatmoko. Sementara itu Rm. Wahadi bilang bahwa beliau memenuhi pesan Rm. Bambang untuk menginap di Domus dan di hari berikutnya berangkat ke Seminari ikut tahbisan bersama para rama Domus. Rm. Wahadi memang sudah termasuk rama sepuh dan kalau berjalan harus hati-hati dan tidak bisa cepat. "Njing saking Domus ngangge kursi rodha mawon, rama" (Besok dari Domus ke Seminari dengan kursi roda saja) kata Rm. Bambang ketika berjumpa Rm. Wahadi di Baciro pada Sabtu malam tanggal 21 Juni 2025. Itulah latarbelakang mengapa rombongan rama Domus bertambah satu orang rama sepuh ketika pada Jumat 27 Juni 2025 jam 09.30 berangkat menuju Kapel Seminari Tinggi Kentungan. Rm. Wahadi memang duduk di kursi roda Domus yang didorong oleh Bu Rini. Hari itu di Seminari Tinggi memang ada tahbisan 5 orang diakon menjadi imam praja Keuskupan Agung Semarang. Yang memimpin adalah Mgr. Rubiyatmoko didampingi Rm. Vikjen KAS dan Rm. Rektor Seminari Tinggi.

Santo Ireneus dari Lyons

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 01 September 2013 Diperbaharui: 03 April 2021 Hits: 24312

  • Perayaan
    28 Juni
  •  
  • Lahir
    antara tahun 120-140
  •  
  • Kota asal
    Yunani
  •  
  • Wilayah karya
    Lyon - Perancis
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir di Lyon pada tahun 202. Makamnya di hancurkan oleh kaum Calvinis pada tahun 1562
  •  
  • Venerasi
    -
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Ireneus adalah seorang Yunani yang dilahirkan antara tahun 120-140. Ia beroleh kesempatan istimewa menjadi murid St. Polikarpus.  Polikarpus sendiri adalah murid dari Rasul Yohanes. Suatu ketika Ireneus mengatakan kepada seorang teman, “Aku mendengarkan pengajaran St. Polikarpus dengan amat seksama. Aku menuliskan setiap tindakan maupun perkataannya, bukan di atas kertas, melainkan dalam hatiku.”

Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam, Ireneus diutus ke Lyons di Perancis. Di kota inilah Uskup St. Pothinius wafat sebagai martir bersama banyak orang Kristen yang namanya tidak tercatat. Ireneus selamat dari pembantaian ini karena saat itu ia diminta rekan-rekan imam untuk pergi ke Roma untuk menyampaikan pesan mereka kepada paus. Dalam surat itu, mereka menyebut Ireneus sebagai seorang yang penuh semangat iman.

Ketika Ireneus kembali ke Perancis sebagai Uskup Lyons, masa penganiayaan telah berakhir. Namun demikian, muncul suatu bahaya lain, yaitu ajaran sesat yang disebut Gnostisisme. Bidaah ini memikat sebagian orang dengan iming-iming mendapatkan ajaran rahasia. Uskup Ireneus mempelajari ajaran sesat ini dan memahami bahwa meskipun sepintas terlihat sama, namun Gnostisisme sebenarnya sangat berbeda dengan ajaran iman Kristiani. Secara umum Gnostisisme mengajarkan bahwa dunia fana ini jahat; bahwa dunia ini diciptakan dan diperintah oleh kuasa malaikat, bukan Tuhan; dan bahwa Tuhan berada jauh dan tidak ada hubungannya dengan dunia ini. Keselamatan menurut para Gnostik dapat diraih dengan mempelajari ajaran-ajaran rahasia dan kaum Gnostik adalah orang-orang yang kehidupan rohaninya lebih unggul daripada orang-orang Kristen biasa. Para Gnostik mendukung pendapat ini dengan Injil-Injil Gnostik yang biasanya mencatut nama para rasul.

Demi melawan bidaah Gnostisisme, Ireneus menulis buku Melawan Ajaran Sesat yang isinya membeberkan kebodohan "ajaran yang secara keliru disebut Gnostik". Dengan menyitir gambaran dari Perjanjian Lama dan Baru, Uskup Ireneus membuktikan kesesatan aliran tersebut. Tentang para pengikut Gnostisisme ia menulis :

Dalam perjuangannya melawan Gnostisisme Uskup Ireneus berpegang teguh pada keabsahan pengajaran iman yang diturunkan dari para Rasul. Ia adalah murid Santo Polikarpus, yang adalah murid dari Rasul Yohanes, salah seorang dari 12 murid Yesus. Ireneus menegaskan bahwa para rasul mengajar di tempat-tempat umum dan tidak ada satu pun yang dirahasiakan. Di seluruh kekaisaran, gereja berpegang pada ajaran yang disampaikan para Rasul Kristus, dan hanya inilah satu-satunya dasar keyakinan. Ireneus menyatakan bahwa para uskup yang merupakan pelindung iman Kristen adalah penerus para rasul yang sah. Argumentasinya yang tersebar luas membuat ajaran Gnostis kehilangan pengaruhnya di masa itu. Meski demikian ajaran ini tetap bertahan sampai abad pertengahan dan gagasan Gnostis kembali muncul seiring dengan bertumbuhnya gerakan mistis esoteris pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 di Eropa dan Amerika Utara.

Santo Ireneus wafat sebagai martir sekitar tahun 202 M.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

Lamunan Peringatan Wajib

Hati Tersuci Santa Perawan Maria

Sabtu, 28 Juni 2025

Lukas 2:41-51

41 Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. 42 Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 43 Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. 44 Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. 45 Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. 46 Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. 47 Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. 48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau." 49 Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" 50 Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. 51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, tak sedikit orang selalu menghubungkan hidup suci dengan agama. Dengan taat menjalani agama orang akan suci.
  • Tampaknya, ada yang memandang praktek doa dan ibadat membuat orang sambung dengan Tuhan. Dengan doa dan ibadat orang kena kekudusan Tuhan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul akrab dengan kedalaman batin, sekalipun agama banyak dipandang sebagai jalan kesucian, sejatinya kesucian berakar dari kehidupan orang yang biasa olah hati. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menghayati kehidupan termasuk dalam beragama dengan landasan membawa segala yang dihadapi menjadi kesibukan dialog dalam hati.

Ah, asal rajin doa dan ibadat orang akan suci.

Thursday, June 26, 2025

Rm. Hartanta Akan 15 Tahun Imamat (2)

Pada Kamis 5 Juni 2025 malam, ada omong-omong antara Rm. Hartanta, Bu Rini, dan saya tentang rencana tanggal 30 Juni 2025. Itu adalah hari Perayaan Ulang Tahun Imamat ke 15 dari Rm. Hartanta yang menerima tahbisan imamat pada 29 Juni 2010. Rm. Hartanta akan merayakan di Domus Pacis Santo Petrus bersama dengan teman-teman seangkatan imamat yang akan mengajak keluarga masing-masing. Akan ada banyak tamu diundang untuk ukuran Domus Pacis. Bu Rini akan menyiapkan hidangan konsumsi bagi 425 orang termasuk warga Domus. Terhadap peristiwa itu saya dalam permenungan menemukan beberapa butir dalam paparan berikut.

Komunitas Ketaatan

Kami sebagian besar para rama sepuh Domus sudah bersama dengan Rm. Hartanta sejak 1 September 2025. Beliau mendapatkan Surat Keputusan dari Bapak Uskup menjadi Direktur Domus Pacis Santo Petrus mulai dengan 1 Agustus 2025. Pada waktu itu gedung Domus Pacis Santo Petrus masih dalam proses penyelesaian. Tetapi Rm. Hartanta sudah masuk dalam kehidupan kami yang berada di Domus Pacis Puren, Pringwulung, pada September 2020. Sekalipun kami belum jadi penghuni Domus Petrus kami menerima beliau sebagai Direktur pilihan Bapak Uskup.

Terhadap sosok Rm. Hartanta bagi saya yang paling teringat dalam rangka ulang tahun imamat beliau ke 15 adalah ucapan beliau “Kami para rama Domus Pacis ini adalah orang-orang yang taat kepada Uskup”. Ucapan seperti ini biasa muncul kalau ada pertanyaan dari rombongan-rombongan tamu pengunjung tentang apa syarat seorang rama bisa masuk menjadi penghuni Domus Pacis. Saya sungguh disadarkan bahwa kami adalah Komunitas Rama Taat. Saya tidak mengatakan bahwa rama-rama lain bukan rama taat. Tetapi rumah Domus Pacis Santo Petrus sejauh saya tangkap bukanlah tempat tinggal idaman para rama praja Keuskupan Agung Semarang. Pada umumnya para rama sepuh tidak menghendaki atau bahkan tidak suka untuk tinggal di Domus Pacis. Ketika Domus Pacis Santo Petrus hampir jadi ada 3 orang rama sepuh menghampiri saya dan berkata “Kok kowé gelem ta pindah nèng Domus Kentungan?” (Mengapa kamu mau pindah ke Domus Kentungan?” Ada juga rama yang masih enerjik berkata kepada saya “Kowé ora nolak ta pindah Petrus?” (Mengapa kamu tidak menolak dipindah ke Domus Petrus?). Bahkan, kata seorang umat, ada rama yang masih terhitung muda yang mendapat pertanyaan dari umat “Rama bénjang yèn sepuh ugi lenggah ing Domus, nggih?” (Besok kalau sudah tua rama juga akan tinggal di Domus, ya?). Apa jawabnya? “Ora!.... Ora! .... Aku emoh! ....” (Tidak! Tidak! Aku tidak mau). Bahkan ada rama yang sudah mendapatkan SK Uskup tetapi tidak pernah menginjakkan kakinya di Domus. Maka layaklah kalau Rm. Hartanta menyebut para rama penghuni Domus adalah para rama yang taat uskup.

Sejauh saya rasakan yang namanya ketaatan selalu, sekalipun terselip sedikit, ada ketidaknyamanan tertentu. Bahkan bisa jadi dalam ketaatan ada rasa derita entah lahir entah batin. Dalam pengalaman Tuhan Yesuspun yang namanya ketaatan juga menjadi pembelajaran. Surat kepada orang Ibrani mengatakan “sekalipun Anak, Ia telah belajar menjadi taat; ini ternyata dari apa yang telah diderita-Nya!” (Ibr 5:8) Barangkali ketaatan Rm. Hartanta dan para rama sepuh tampak dalam hal-hal berikut :

  • Ketaatan Rm. Hartanta. Beliau sering mengatakan di hadapan para tamu pengunjung bahwa tinggal di Domus Pacis adalah konsekuensi pilihan hidup imamat. Sebagai imam Rm. Hartanta harus taat kepada Uskup. Uskup menetapkan beliau untuk bertugas di Domus Pacis. Katanya, beliau menangkap ada teman atau teman-temannya yang bicara menaruh kasihan karena harus tinggal bersama para rama sepuh. Rm. Hartanta memang berkata “Saya bahagia bisa belajar dari kehidupan para rama sepuh. Saya bahagia bisa bersama para rama yang sungguh memiliki ketaatan”. Tetapi saya tahu bahwa beliau sering mengalami kebingungan berhadapan dengan perilaku yang sejatinya bertentangan dengan kebijakan dan kehendaknya. Sebenarnya beliau menurut penangkapan saya sering gelisah kalau mendengar kata-kata rama sepuh yang sebetulnya semacam bernada memprotes. Menurut penangkapan saya di antara kehidupan kami para rama sepuh sedikit banyak memang ada nuansa post power syndrome. Hal ini sering meletup dalam tindakan dan atau omongan tertentu. Apalagi bagi kami yang sudah masuk dalam derita kepikunan sekalipun tidak total. Kesalahpahaman menangkap rumusan kata-kata bisa menambah ketidaknyamanan batin Rm. Hartanta. Ada yang menangkap isi homili Rm. Hartanta dalam Misa Harian sebagai teguran. Padahal beliau hanya mengulang kata-kata Kitab Suci. Ada yang menangkap secara lain kata-kata Rm. Hartanta “Yèn kagungan kersa ngandika kemawon dhateng kula. Mesthi dipun usahakaken” (Kalau memiliki kehendak atau keinginan bilang saja ke saya. Pasti akan diupayakan). Ternyata kata “ngandika kémawon dhateng kula” ditangkap sebagai “Kenapa kudu nganggo ijin” (Mengapa harus minta izin). Bagi saya, dengan beberapa contoh pengalaman derita itu, Rm. Hartanta tampak selalu memiliki semangat dan banyak tampak ceria dalam menjalani tugas di Domus. Beliau amat memperhatikan kondisi masing-masing rama. Semua yang saya omongkan baru hubungan Rm. Hartanta dengan para rama sepuh. Sebenarnya dalam urusan dengan para karyawan juga ada berbagai pengalaman yang membuat keprihatinan di hati beliau. Tetapi saya tak akan menambahkan dalam cerita ini.
  • Ketaatan para rama sepuh. Yang sudah disinggung tentang rama sepuh yang barangkali bisa membuat Rm. Hartanta tidak nyaman, itu sudah menjadi bagian dari ketidaknyamanan para rama sepuh. Sebenarnya yang paling banyak tahu berkaitan dengan kondisi tidak enak para rama sepuh termasuk dalam berhadapan dengan kebijakan Rm. Hartanta adalah para karyawan Domus. Kondisi ketidaknyamanan para rama sepuh sering meletup dan yang terkena adalah para karyawan. Dalam hal ini muncul humor bahwa para karyawan hanya kerja di hari Senin. Ini berkaitan dengan hari-hari seminggu yang dalam bahasa Jawa disebut “Senèn, Slasa, Rebo, Kemis, Jemuwah, Setu, Minggu “ (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu). Kalau dikatakan karyawan hanya kerja di hari Senin, karena dalam kerja mereka harus siaga disenèni yang kalau dibahasakan Indonesia berarti dimarahi. Mereka tak pernah “dislasani, direboni, dikemisi, dijumati, disabtui, diminggoni” (diselasa-in, dirabu-in, dikamis-in, dijumat-in, disabtu-in, diminggu-in). Tetapi suasana ketidaknyamanan para rama sepuh terutama saya tangkap ketika makan bersama pada waktu Rm. Hartanta tidak ada. Sering ada yang bertanya kepada saya “Direkturé nèng ngendi?” (Kemana Sang Direktur?). Kalau ada hal tertentu yang dirasa jadi soal, ada rama yang bilang ke saya “Pripun niki? Njenengan rak wakil dirèktur” (Gimana ini? Bukankah Anda wakil direktur?). Pada saat Rm. Hartanta tidak ada, barangkali karena satu sama lain merasa semartabat sebagai anggota biasa di Domus Pacis, bisa saja muncul omongan omelan atau tiba-tiba marah atau berulah yang tak jelas maunya. Hal-hal seperti ini sering disebut drama dengan aktor salah satu rama sepuh tertentu. Meskipun demikian, semua tak pernah melanggar apapun yang sudah digariskan oleh Rm. Hartanta. Bahkan semua bisa bercerita kepada para tamu bahwa di Domus para rama terjamin, terperhatikan, dan terlayani. Maka layaklah kalau Rm. Hartanta di hadapan rombongan tamu kerap mengatakan bahwa para rama sepuh di Domus adalah sosok-sosok taat Uskup dan menjalani SK Uskup.

Buah Kebahagiaan Dari Kristus

Saya memiliki keyakinan bahwa para rama yang ada di Domus sungguh memiliki kelekatan dengan Tuhan Yesus Kristus. Para rama sepuh lebih dari 91% hidupnya berada di kamar masing-masing. Pada hari-hari besar seperti Natal, Paskah, dan Idul Fitri, Rm. Hartanta biasa menawarkan kesempatan untuk berlibur pulang ke keluarga. Tetapi tak ada satupun yang bersedia liburan. Karena semua tetap berada di Domus Pacis, Rm. Hartanta juga selalu siaga di Domus karena banyak karyawan berlibur. Rm. Hartanta akan mengunjungi ibundanya sesudah karyawan lengkap masuk kerja. Memang, ada 2 orang rama sepuh yang kadang ada yang menjemput dan bisa pergi bahkan kemudian menginap. Saya sendiri sebulan sekali memang pergi mendampingi pendalaman keagamaan sebuah kelompok lansia. Kadang-kadang saya juga keluar jajan dengan sebuah keluarga. Tetapi saya selalu dijemput dan diantar pulang. Yang lain kalau pergi biasanya karena harus pergi periksa dokter di rumah sakit.

Saya yakin bahwa pada umumnya para rama, yang 91% lebih berada dalam kamar, lebih banyak sibuk dengan pikiran, perasaan, dan bahkan mungkin juga keinginan sendiri. Saya yakin, sadar atau tidak sadar para rama sepuh mengomongkannya dalam hati. Dengan demikian sadar atau tidak sadar dalam mayoritas hidup dalam kesendirian, semua biasa bergaul dekat dengan Roh Kudus. Bukankah dalam hati ada tahta Allah? Bukankah Santo Paulus berkata “tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah?” (1Kor 6:19) Saya yakin Rm. Hartanta minim 60% hidupnya juga ada dalam kesendirian di Domus sekalipun teriring dengan laptopnya. Semua ini membuat saya, kalau ada suasana tidak nyaman bahkan derita dalam hidup harian, sadar atau tidak sadar semua menghayati Sabda Kristus “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk 9:23) Ini semua tentu membuat hidup sedikit banyak terwarnai oleh keceriaan Injil atau kebahagiaan. Dan bagi saya semua itu adalah karena penghayatan hidup taat. Dalam permenungan saya membayangkan bahwa model ketaatan Rm. Hartanta cukup berbeda dengan para rama sepuh yang dipimpinnya.

  • Ketaatan Rm. Hartanta. Rm. Hartanta memiliki sikap pokoknya Uskup berkata apa, kemudian beliau langsung “Ya”. Sebagai imam beliau sudah menyatakan janji akan taat kepada Uskup dan pengganti-penggantinya. Sebenarnya kalau omong senang dan tidak senang, kata beliau, berkarya di paroki amat menyenangkan. Tetapi Uskup dan kemudiaan disusul dengan Surat Keputusan meminta beliau mengurus para rama sepuh. Di sini saya membayangkan Rm. Hartanta seperti Bunda Maria ketika mendapatkan tugas untuk mengandung dan melahirkan Putra Allah. Sebenarnya itu tugas yang barangkali tidak jelasdan  di luar nalar. Tetapi Bunda Maria berkata “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Rm. Hartanta sadar akan kedudukannya sebagai pembantu Uskup. Uskup mengucapkan kata penugasan, Rm. Hartanta menjawab “Sendika dhawuh” (Siap melaksanakan!).
  • Ketaatan para rama sepuh Domus. Saya menyadari kondisi kami para rama sepuh yang sudah tua bahkan lansia. Kerentanan fisik bahkan ada juga yang psikis membuat kami mau tidak mau bergantung pada uluran tangan orang lain. Di Domus Pacis Santo Petrus kami para rama sepuh amat bergantung pada Rm. Hartanta dan tim kerjanya yang terdiri dari para karyawan dan relawan. Kondisi seperti ini mengingatkan saya pada kata-kata Tuhan Yesus Kristus kepada Santo Petrus “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” (Luk 21:18) Model ketaatan kami para rama sepuh adalah kesediaan ada di dalam kebijakan kepemimpinan Rm. Hartanta.

Ikut Perayaan Ulang Tahun Imamat ke 25 dan ke 40

Sebenarnya para rama Domus Pacis Santo Petrus termasuk anggota yang namanya UNIO KAS. UNIO adalah Persaudaraan Rama Praja atau Diosesan, dan...