Kalau ada rombongan tamu datang di Domus Pacis Santo Petrus Rm. Hartanta selalu akan membuka dengan selamat datang dan memperkenalkan para rama sepuh dan tenaga karyawannya. Dia juga akan tampil dalam acara penutup yang berisi doa, berkat dan foto bersama. Di antara pembuka dan penutup selalu ada omong-omong interaktif di antara para tamu dan para rama. Para tamu biasa diberi kesempatan mengajukan pertanyaan tentang kehidupan Domus termasuk para rama. Dalam omong-omong interaktif ini Rm. Hartanta biasa meminta Rm. Bambang menjadi pemandu dan sering dengan berkata “Sekarang yang akan menjadi host adalah Rm. Bambang”.
Rm. Bambang biasa diminta jadi pemandu barangkali dengan pertimbangan karena dia memiliki kemampuan segar dalam mengolah pertanyaan dan mendampingi para rama dalam menjawab. Gorengan proses tanya jawab bisa menghadirkan suasana penuh humor. Dia biasa menghadirkan para rama termasuk dirinya menjadi obyek kelucuan. Semua yang hadir bisa tertawa terbahak-bahak. Tampaknya kehadiran Rm. Bambang yang membuat suasana gelak gembira juga dirasakan oleh kehidupan Domus Pacis. Ketika ada yang bertanya apakah di Domus tidak pernah merasa bosan, tak ada satupun dari rama Domus yang omong tentang rasa tak senang dan tak bahagia tinggal di Domus. Bahkan ada beberapa rama berkata “Apalagi di sini ada Rama Bambang yang membuat kami senang”.
Satu hal yang biasa menjadi bahan lucu-lucuan yang diketengahkan oleh Rm. Bambang adalah kondisi para rama, termasuk dirinya, yang sudah diwarnai oleh berbagai kekurangan dan kelemahan. Semua ini menjadi bahan ejekan untuk para rama termasuk untuk diri Rm. Bambang sendiri. Dalam tanya jawab dengan para rama Rm. Bambang biasa menyampaikan berbagai fakta peristiwa dan kondisi kekurangan dan kelemahan menjadi omongan lucu yang memunculkan gelak tawa. Pada umumnya para tamu terkesan dengan suasana ceria penuh kegembiraan. Tak jarang ada yang datang akan menampilkan hiburan untuk para rama sepuh berkata “Kami datang untuk menghibur tetapi justru kami yang mendapatkan hiburan”.
Meskipun demikian pernah terjadi dua kali dalam dua
kunjungan ada yang bertanya kepada para rama “Bagaimana perasaan para rama
menerima ejekan dari Rm. Bambang?”. Yang muncul adalah jawaban sekitar “Saya
senang, kok”, “Rama Bambang memang begitu”, “Diterima saja” dan sejenisnya.
Bahkan salah satu tamu menyebut yang disampaikan oleh Rm. Bambang adalah
“bullying” atau perundungan. Ini bisa menjadi tindakan intimidasi yang
menyengsarakan orang lain. Ketika merenungkan hal ini, Rm. Bambang menyadari
bahwa dia bisa mengejek orang lain kalau memiliki hubungan dekat dengannya.
Terhadap yang tidak suka atau tak punya keakraban dia akan berlaku sopan.
Kebetulan dia mengalami pergaulan yang biasa berisi ejek-mengejek. Bahkan di
Seminari banyak calon imam memiliki “poyokan” (sapaan negatif). Rm.
Bambang dulu kerap dipanggil dengan sebutan “Rama Bambang dhé”.
Sebetulnya sebutan dhé berawal dari singkatan huruf “D” di depan
namanya. Itu adalah singkatan dari nama baptis Dominicus. Tetapi itu menjadi
sebutan “dhé” yang kerap dilontarkan baik oleh teman-teman rama maupun
para awam yang sudah akrab dengannya. Dengan kata “dhé” mereka mau mengejek dengan kata “Rm. Bambang dhéglog”. Kata Jawa dhéglog berarti
pincang. Maklumlah, kaki kiri Rm. Bambang tak tumbuh normal sehingga tak
sebesar dan sepanjang kaki kanan. Yang jelas dengan suasana enak saling ejek,
terasa adanya suasana akrab persaudaraan. Di Domus Pacis hal ini juga menjadi
warna hubungan antar rama dan antar karyawan serta antara para rama dan
karyawan. Ketika membuka internet Rm.
Bambang menemukan https://www.google.com/search?q=Nyek-nyekan&rlz yang mengatakan :
"Nyek-nyekan" dalam bahasa Jawa memiliki arti perundungan verbal atau ejek-ejekan, yang kadang juga hanya sebagai gurauan. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan suasana kekompakan dan keakraban dalam suatu komunitas, seperti komunitas seniman.
Domus Pacis, 7 Mei 2025
No comments:
Post a Comment