Friday, November 14, 2025

Lamunan Pekan Biasa XXXII

Sabtu, 15 November 2025

Lukas 18:1-8

1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. 2 Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun. 3 Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. 4 Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, 5 namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku." 6 Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! 7 Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? 8 Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, agamawan tahu bahwa doa menjadi kegiatan amat penting. Orang akan berdoa sebelum dan sesudah tidur, makan, bekerja, dan kegiatan-kegiatan lain.
  • Tampaknya, orang tak hanya menjalani doa sendiri tetapi juga ada doa bersama. Itu adalah doa umat dalam pertemuan se lingkungan dan peribadatan lainnya baik yang wajib seperti Misa Minggu maupun yang jadi gerakan umat.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun ada saat-saat khusus untuk doa pribadi dan hari-hari khusus untuk ibadat bersama, semua harus dilandasi kesejatian doa sebagai hubungan batin dengan Tuhan sehingga pada saat apapun orang akan omong sekalipun sesaat dengan Tuhan dalam hati. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menjaga hubungan batin dengan Tuhan untuk mengontakkan apapun yang masuk dalam pikiran, perasaan, dan kehendak kapanpun dan dimanapun.

Ah, yang namanya doa itu ada saat dan jadualnya.

Thursday, November 13, 2025

Lansia Paroki Ketandan

Sebetulnya Rm. Bambang sudah berpikir "Rasa-rasane Slasa 11 Nopember arep ana tamu" (Rasanya pada Selasa 11 November 2025 akan ada tamu). Tetapi hingga waktu makan pagi itu tak ada pengumuman dari Rm. Andika sebagai Direktur. Tetapi pada sekitar jam 09.30, ketika sedang menikmati sinetron TV, Rm. Bambang diberi tahu karyawan "Rama, wonten Bu Theo saking Klaten badhe kepanggih rama" (Rama, Bu Theo dari Klaten datang akan jumpa Anda). Cahaya terang tiba-tiba seperti memancar di otak Rm. Bambang. Dia baru ingat bahwa Bu Theo akan datang mengunjunginya dengan 6 orang teman. Dalam benak Rm. Bambang yang akan datang adalah kelompok ibu-ibu. Ternyata ketika Rm. Bambang keluar kamar, selain ibu-ibu ada juga bapaknya. Ketika sudah duduk di bangku menerima tamu antara kamar Rm. Bambang dan Rm. Jarot dengan dapur, yang datang adalah 4 orang ibu dan 2 orang bapak. Kalau sedianya yang berencana datang ada 7 orang, satu di antaranya sedang ke Jakarta. Ternyata keenam tamu untuk Rm. Bambang mengatakan bahwa mereka mewakili Kelompok Lansia Paroki Ketandan, Klaten. Keenam orang tamu itu memang sudah mengenal Rm. Bambang ketika masih kiprah menjalani tugas. Bahkan salah satu bercerita mengenal Rm. Bambang yang dengan motor roda tiga sering sampai Klaten. Bahkan ada yang bilang dulu selalu ikut ke Novena Kerep ketika Rm. Bambang sering memimpin Misa. Perjumpaan sungguh penuh canda ria terisi berbagai kisah kegiatan Klaten tempo dulu. Maklumlah, mereka dulu mengalami Rm. Bambang jadi pastor di Paroki Maria Assumpta Klaten ketika Ketandan masih sebagai Stasi Paroki Klaten. Rm. Bambang juga memanggil Rm. Jarot untuk ikut menemui. Bagaimanapun juga Rm. Jarot berasal dari Gondang tetangga Paroki Klaten. Kedatangan 6 orang itu membawa berbagai macam oleh-oleh. Bahkan sebelum pulang mereka juga membeli kain batik.

Santo Laurensius O'Toole

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 09 Agustus 2013 Diperbaharui: 13 November 2019 Hits: 13325

  • Perayaan
    14 November
  •  
  • Lahir
    Tahun 1128
  •  
  • Kota asal
    Castledermot, County Kildare, Irlandia
  •  
  • Wafat
  •  
  • 14 November 1180 di Eu, Normandy, Perancis | karena sebab alamiah
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Tahun 1225 oleh Paus Honorius III

Laurensius dilahirkan di Irlandia pada tahun 1128. Ayahnya seorang pejabat. Ketika usianya baru sepuluh tahun, seorang raja tetangga menyerang wilayah kekuasaan ayahnya dan membawanya pergi. Anak itu menderita selama dua tahun lamanya. Kemudian ayahnya memaksa raja untuk menyerahkan Laurensius kepada seorang uskup. Ketika raja memenuhi permintaannya, ayahnya segera datang menemui putranya. Dengan penuh syukur dan sukacita, ia membawa Laurensius pulang ke rumah.

Ayahnya ingin agar salah seorang puteranya melayani dan mengabdi Gereja. Ketika sedang bertanya-tanya siapakah gerangan yang akan memenuhi keinginannya itu, dengan tertawa Laurensius mengatakan kepada ayahnya agar jangan bingung lagi. “Itulah kerinduanku,” kata Laurensius, “bagian warisanku adalah melayani Tuhan dalam Gereja-Nya.” Maka, ayahnya membimbing tangannya dan menyerahkannya kepada uskup. Laurensius menjadi seorang imam dan abbas (= pemimpin biara) sebuah biara yang besar. Suatu ketika, terjadilah paceklik di mana bahan pangan sulit didapatkan di seluruh daerah sekitar biara. Abbas yang baik itu membagi-bagikan sejumlah besar bahan makanan agar penduduk terhindar dari bahaya kelaparan.

Laurensius juga harus menangani banyak masalah sehubungan dengan jabatannya sebagai pemimpin biara. Sebagian biarawan mengkritiknya karena terlalu disiplin. Meskipun demikian, Laurensius tetap membimbing komunitasnya dengan cara laku silih dan matiraga. Ada juga masalah dengan para penyamun dan perompak yang tinggal di bukit-bukit sekitarnya. Walaupun begitu, tidak ada suatu pun yang membuat Laurensius O'Toole gentar.

Laurensius menjadi begitu terkenal hingga tak lama kemudian ia dipilih sebagai Uskup Agung Dublin. Dalam kedudukannya yang baru itu, ia hidup kudus sepanjang hidupnya. Setiap hari, ia mengundang kaum fakir miskin untuk menjadi tamu kehormatannya. Di samping itu, ia memberikan pertolongan kepada banyak orang lain juga. Laurensius sangat mencintai umatnya dan negaranya, Irlandia, dan ia melakukan segalanya untuk menjadikannya damai sejahtera. Suatu ketika, seorang gila menyerang Laurensius ketika ia hendak naik ke altar untuk mempersembahkan Misa. Laurensius jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Namun, segera saja ia siuman kembali. Saat itu juga dibasuhnya luka-lukanya, lalu langsung mempersembahkan Misa.

Setelah tahun-tahun pengabdian bagi Gereja, St. Laurensius O'Toole sakit parah. Ketika ditanya apakah ia hendak menuliskan surat wasiat, uskup agung yang kudus itu tersenyum. Jawabnya, “Tuhan tahu bahwa aku tidak memiliki apa-apa di dunia ini.” Sejak lama ia telah memberikan segala yang ia miliki kepada orang-orang lain, sama seperti ia telah memberikan dirinya seutuhnya kepada Tuhan. St. Laurensius O'Toole wafat pada tanggal 14 November 1180. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Honorius III pada tahun 1225.

Lamunan Pekan Biasa XXXII

Jumat, 14 November 2025

Lukas 17:26-37

26 Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: 27 mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. 28 Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. 29 Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. 30 Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. 31 Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. 32 Ingatlah akan isteri Lot! 33 Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya. 34 Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. 35 Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." 36 (Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.) 37 Kata mereka kepada Yesus: "Di mana, Tuhan?" Kata-Nya kepada mereka: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang tahu bahwa kematian adalah realita yang pasti disandang oleh semua orang. Ditolak dan dihalang seperti apapun, kematian pasti mendatangi setiap orang.
  • Tampaknya, dalam agama orang juga mendapatkan berbagai pendampingan dan pengembangan sikap batin untuk menyambut kematian dengan baik, benar, dan mulia. Mendekatkan diri pada Tuhan dengan doa, ibadat, dan baca Kitab Suci banyak dipandang menjadi siaga menghadapi kematian yang menghadirkan keselamatan kebahagiaan kekal.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun tekun jalani agama seperti doa, ibadat, dan baca Kitab Suci membantu orang siap menghadapi realita kematian, kesiagaan sejati untuk menerima kematian adalah keikhlasan diri kalau harus melepas hal duniawi termasuk harta kekayaan dan pisah dengan orang dekat. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa kesejatian kematian adalah kepisahan dengan duniawi baik dalam pengalaman masih berada di dunia maupun ketika meninggalkan hidup fana duniawi.

Ah, bagaimanapun juga yang namanya kematian adalah musibah.

Wednesday, November 12, 2025

Dalam Allah Hanya Kebahagiaan

Saya amat tersentuh ketika membaca Katekismus Gereja Katolik berkaitan dengan doa lisan, doa renung, dan doa batin. Ternyata semua doa itu menuntut landasan sama, yaitu ketenangan hati. Hati tenang menghadirkan aura kebahagiaan. Buahnya adalah hati bersyukur dalam segala hal baik ketika menyandang kesukaan maupun ketika menyandang ketidaknyamanan bahkan kedukaan. Tentu saja semua itu adalah anugrah Tuhan Allah. 

Kemanunggalan Ilahi

Saya harus jujur bahwa saya bukanlah orang yang punya fokus hidup mendekatkan hati ke Tuhan. Saya tidak memiliki kebiasaan saat-saat khusus doa pribadi seperti pada umumnya teman serumah. Kalau teman-teman serumah sering cerita bagaimana mereka berdoa sebelum dan sesudah tidur, saya biasa mudah terlelap ketika sudah melekat di kasur dan tersandar di bantal. Kalau beberapa teman serumah sharing doa rosario setiap hari, saya melakukan doa rosario ketika berada di tengah kebersamaan yang mendaraskan rosario. Ketika pada umumnya umat hafal mengucapkan doa-doa sesudah selesai persepuluhan rosario, saya hanya terdiam karena tidak tahu apalagi hafal. Doa sebelum dan sesudah makan saya lakukan terutama ketika makan bersama. Ketika makan sendiri saya memang membuat tanda salib. Tetapi kerap tidak ada kata-kata muncul di bibir. Ketika ikut Misa saya memang mengucapkan kata-kata jawaban liturgi dengan suara lantang karena saya menjaga diri agar tidak tertidur.   

Tetapi ada satu hal yang rasa-rasanya membuat saya biasa teringat Tuhan. Ketika kesadaran sudah terbangun dari tidur semalam, setelah melihat jarum jam menunjuk angka 02.00, saya masih meneruskan berbaring dan berselimut. Yang selalu saya ingat justru tidak lupa menggerak-gerakkan kelapak kaki dan jari-jarinya. Meskipun demikian dalam relung hati muncul kata “Gusti .....” Itu bisa beberapa kali. Ketika sudah turun dari tempat tidur dan lalu menghadapi laptop, saya mengerjakan ketikan. Sering kali terhenti dan muncul kata-kata dalam hati seperti “Gusti ..... Gimana ini”. Tak jarang saya heran dengan yang saya tulis. Dalam keadaan seperti ini kata-kata seperti “Ooooo .... Engkau ngomong gitu ya”. Tentu saja omongan-omongan spontan dalam hati itu terjadi dengan bahasa Jawa bagaikan glenikan (omong kecil-kecil) dengan teman dekat.

Sebenarnyalah saya biasa omong sendiri dalam hati. Apa yang saya pikir, saya rasakan, dan saya inginkan, itu menjadi kata-kata yang berbunyi dalam hati. Memang, itu lebih banyak menjadi kata-kata curhatan yang muncul dalam hati. Maklumlah, saya banyak sendiri berada sendiri dalam kamar yang pernah saya hitung besarannya sekitar 91% dari seluruh hidup. Sebenarnya pada umumnya lansia walau masih berada di tengah keluarga, mayoritas hidupnya ada dalam kesendirian. Memang, ada yang bilang kesendirian akan membuat rasa kesepian. Tetapi saya yakin itu hanya terjadi pada lansia yang tidak rela dengan realitas kesendiriannya. Lansia demikian akan dihinggapi keinginan membara berada bersama orang-orang lain entah dengan keluarga sendiri entah dengan teman-teman lain. Padahal berapapun banyak perjumpaan, dia akan terlempar dalam kesendirian lagi. Lain halnya dengan lansia yang sadar akan kewajaran dirinya, yang ada dalam banyak kesendirian. Apakah dia akan mengalami kediaman tanpa omongan? Kalau kediaman tanpa suara omongan bibir, jelas ya. Tetapi kesibukan omongan akan tetap ada dan ini terjadi dalam relung hati.

Barangkali yang perlu disadari adalah bahwa setiap orang adalah bait Allah. Roh Allah bertahta dalam hati setiap orang. Santo Paulus berkata “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor 3:16). Saya yakin bahwa kalau orang omong dalam hati, tentang hal atau peristiwa baik atau buruk, dia omong dengan Allah. Inilah doa personal sejati. Bukankah Tuhan Yesus berkata “jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi(Mat 6:6)? Bagi saya kamar tersembunyi adalah hati dalam rumah sejati, yaitu tubuh manusia. Omong-omong dengan relung hati adalah omong-omong dengan Allah. Tetapi omong-omong dengan relung hati sejatinya adalah keterbukaan orang terhadap Allah yang datang untuk mencari umat-Nya. Ketika orang-orang tidak terima Tuhan Yesus mengunjungi Zakeus, Dia berfirman “Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Luk 19:10). Bagaimanapun juga saya termasuk bagian pendosa. Bukankah Santo Paulus berkata “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23)? Kebiasaan omong tersembunyi ini sadar atau tak sadar bagi saya menjadikan orang ada dalam hidup doa. Bagi saya kebiasaan ini membuat saya menjalani yang oleh Katekismus Gereja Katolik di sebut doa renung. Katekismus mengajarkan bahwa “Doa renung, meditasi, pada dasamya adalah satu pencarian. Roh mencari agar mengerti alasan dan cara kehidupan Kristen, agar dapat menyetujui dan menjawab apa yang dikehendaki Tuhan” (2705). Pembiasaan seperti ini sungguh membuat orang mengalami kemanunggalan ilahi. Allah mencari dan orang terbuka menyambut.  

Bergelimang Kebahagiaan

Orang bisa saja kebingungan dengan kata-kata Tuhan Yesus dalam Injil Matius 5:1-12. Dalam hidup, realita negatif mudah membuat orang akan susah dan menderita. Tetapi apa kata Tuhan Yesus? “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.  Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:3-12)

Kata-kata Tuhan Yesus dalam khotbah di bukit itu memang bisa menjadi batu sandungan bagi yang merasa damai bahagia ditentukan oleh kondisi nyaman di tengah dunia. Orang bisa mengatakan bahwa kebahagiaan ada tingkat-tingkatannya. Tingkat dasar adalah pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan. Kalau itu terpenuhi kebutuhan meningkat ke pengembangan hidup dengan terjaminnya pendidikan, kesehatan. Kedudukan sosial dan hidup berkeluarga bisa menjadi tingkat lebih tinggi. Gambaran bahagia bisa juga dihubungkan dengan dengan terjadinya keselarasan hidup dalam hubungan dengan keluarga, pergaulan, masyarakat, dan bahkan dengan dirinya sendiri. Tetapi dalam realita kita bisa mengalami krisis kebutuhan dan keselarasan hubungan. Di sinilah, yang memiliki kesadaran hidup dengan terang relung hati, akan menyadari bahwa semua yang lahiriah duniawi bukanlah landasan kebahagiaan sejati. Hidup dalam naungan Allah adalah kubangan kebahagiaan yang berlimpah-limpah. Kebetulan saya menemukan tulisan yang dibuat oleh Gaudensia Sihaloho KSSY dalam renungan 8 Juni 2020 yang diberi judul “Allah Sumber Kebahagiaan Sejati” (https://www.lbi.or.id/2020/06/08/allah-sumber-kebahagiaan-sejat). Terhadap Mat 5:3-12 dia mengatakan :

“Yesus mengingatkan kita bahwa sumber kebahagiaan sejati adalah Tuhan. Apa yang selama ini kita sebut sebagai sumber kebahagiaan kita adalah milik Tuhan, yang dapat hilang lenyap dalam sekejap jika dikehendaki-Nya. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Karena itu, hal-hal duniawi tidak dapat kita jadikan ukuran kebahagiaan, termasuk harta benda, bahkan usia kita sendiri. Menggantungkan hidup kepada Tuhan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kebahagiaan yang tidak bisa direbut oleh siapa pun. Menggantungkan hidup kepada Tuhan berarti juga melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Semoga kita senantiasa mengalami kebahagiaan karena menjadi putra-putri Allah.”

Santo Stanislaus Kostka

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 16 Agustus 2014 Diperbaharui: 12 November 2019 Hits: 18189

  • Perayaan
    13 November
  •  
  • Lahir
    28 Oktober 1550
  •  
  • Kota asal
    Rostkowo, dekat Przasnysz, Polandia
  •  
  • Wafat
  •  
  • Antara jam 3 - jam 4 pagi tanggal 15 Agustus 1568 di Roma, Italia karena demam tinggi
  •  
  • Beatifikasi
    19 Oktober 1605 oleh Paus Paulus V
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • 31 Desember 1726 oleh Paus Benediktus XIII

Awal kehidupan

Santo Stanislaus Kostka Ia lahir di Rostkowo, dekat Przasnysz, Polandia, pada tanggal 28 Oktober 1550. Ayahnya bernama Yohanes Kostka, adalah seorang senator Kerajaan Polandia dari keluarga  bangsawan Zakroczym, dan ibunya bernama Margaret de Drobniy Kryska.  Ia adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Kakaknya, Paul Kostka masih hidup saat upacara beatifikasinya pada tahun 1605. Di rumahnya, kedua kakak-beradik ini dididik dengan keras, bahkan kadang-kadang kelewat keras. Untungnya, tindakan itu bermuara pada sifat kesalehan, kerendahan-hati, kesederhanaan dan kepatuhan anak-anak tersebut.

Sekolah di Vienna

Pada tanggal 25 Juli 1564, Stanislaus, Paul serta guru pribadi mereka tiba di Vienna Austria untuk masuk sekolah Yesuit yang baru saja dibuka empat tahun sebelumnya. Stanislaus cepat menjadi seorang siswa yang menyolok di antara teman-temannya selama tiga tahun ia bersekolah disitu. Tidak hanya karena keramah-tamahan dan keceriaannya, tapi juga karena kesalehan dan semangat religiusnya yang tinggi.  Saat dalam proses beatifikasi, Paul saudaranya berkata: "Ia mempersembahkan dirinya sepenuhnya pada hal-hal spiritual yang kerap kali menyebabkannya tak sadar diri, terutama saat berada di gereja para pendiri Yesuit di Vienna. Hal seperti itu juga benar telah pernah terjadi pada diri saudara saya di rumah kami saat Paskah ketika ia sedang duduk di meja bersama orang tua kami dan orang-orang lain."

Sikap ketaatan Stanislaus yang luar biasa ini pernah membuat jengkel Paul kakaknya. Kejengkelannya ini menyebabkan dirinya memperlakukan Stanislaus yang tidak bersalah dengan kekerasan. Stanislaus menerima semuanya dengan tabah. Namun suatu hari, habis juga kesabarannya, dan suatu malam saat ia menderita cacian dan pukulan lagi dari kakaknya, ia membalasnya dengan kata-kata, "Perlakuan kasarmu akan berakhir saat aku pergi jauh nanti dan tidak akan kembali lagi. Kamu nanti harus menjelaskan kepergianku kepada ayah dan ibu." Mendengar kata-kata tersebut Paul kembali membalasnya dengan cacian yang lebih kasar pada adiknya.

Menuju Roma

Sementara itu kehidupan religiusnya semakin mendalam; ia lalu memutuskan untuk masuk biara Serikat Yesus dan menjadi seorang imam. Selama enam bulan ia telah mempertimbangkan keinginannya ini, sebelum ia memberanikan diri untuk berbicara tentang hal ini kepada para atasan di sekolah Jesuit di Vienna. Mereka ragu-ragu untuk menerimanya, karena takut akan masalah yang mungkin ditimbulkan oleh ayahnya apabila ia tidak setuju dengan keputusan anaknya tersebut. Stanislaus bisa memahami situasi ini. Karena itu ia memutuskan untuk melamar ke Biara Induk Serikat Jesus di Roma.

Jarak dari Wina ke Roma jauhnya lebih dari seribu kilometer, dan Stanislaus harus menempuhnya dengan berjalan kaki. Pada masa itu, untuk perjalanan sejauh itu, dengan tanpa kendaraan, tanpa bekal, tanpa pemandu dan tanpa perlindungan, adalah sangat berbahaya. Namun semua itu tidak menghalangi Stanislaus untuk berangkat ke Roma dan masuk biara Jesuit.

Pada pagi hari disaat ia hendak berangkat, ia memanggil pelayannya dan menyuruhnya untuk memberitahu kakaknya Paul dan gurunya bahwa ia tidak akan kembali hari itu untuk makan malam. Kemudian pemuda bangsawan ini mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa dipakai oleh para pengemis dan mulai melangkah menuju Roma.

Saat malam tiba Paul dan gurunya baru menyadari bahwa Stanislaus telah melarikan diri. Dengan marah mereka mulai mengejarnya. Namun setelah sekian lama mengejar dan mencar-cari; mereka tidak juga menemukannya. Ketika kuda-kuda mereka sudah kelelahan, mereka menolak untuk mencari lebih jauh dan pulang ke Vienna. Mereka mungkin mencari pada rute yang keliru, atau mungkin karena tidak mengenali Stanislaus yang mengenakan pakaian seorang pengemis.

Stanislaus sempat tinggal selama satu bulan di kota Dillingen Jerman, dimana Provincial Serikat Jesus saat itu, Santo Petrus Kanisius, menempatkannya bersama para calon novis di asrama sekolah untuk mengujinya.  Stanislaus tiba di Roma pada tanggal 25 Oktober 1567. Ia sudah sangat kelelahan dan lemah oleh perjalanannya. Karena itu Superior Jendral Jesuit saat itu, Santo Fransiskus Borgia, memintanya untuk beristirahat dan memulihkan diri terlebih dahulu selama beberapa hari, sebelum masuk novisiat Jesuit di Biara Santo Andreas.  Selama sepuluh bulan sisa hidupnya, menurut kesaksian pemimpin biara Novisiat tersebut, Giulio Fazio SJ, "Stanislaus adalah model dan cermin dari kesempurnaan hidup religius”. 

Wafat

Pada malam tanggal 10 Agustus 1568, saat perayaan pesta Santo Laurentius, tubuh Stanislaus jatuh sakit akibat demam tinggi, dan ia tampaknya bisa merasakan bahwa saat-saat terakhir hidupnya telah tiba. Ia memulis sepucuk surat pada Bunda Maria meminta-Nya untuk mengangkatnya kesurga agar dapat merayakan Pesta kenaikan Bunda Maria ke Surga bersama-sama. Imannya dalam Bunda Maria, yang telah memberinya banyak tanda Ilahi,  sekali lagi memberikan mujizat.

Pada tanggal 15 Agustus, sekitar pukul empat dini hari, saat ia sedang khusyuk berdoa kepada Tuhan, bersama para orang suci dan Bunda Maria, jiwanya yang indah meninggalkan tubuhnya dan kembali pada Sang Pencipta. Wajahnya bercahaya dengan penuh ketenangan.

Seluruh kota Roma segera menjadikannya sebagai seorang santo. Banyak orang dari berbagai daerah buru-buru datang untuk memberikan penghormatan pada diri Stanislaus dan, kalau memungkinkan, memperoleh peninggalan miliknya. Dikemudian hari, banyak orang cacat yang menjadi sembuh karena pengantaraannya.

Kanonisasi

Tahta Suci Vatikan meresmikan beatifikasi Stanislaus pada tahun 1605. Dan ia di-kanonisasi pada tanggal 31 Desember 1726. Santo Stanislaus adalah seorang santo yang terkenal di Polandia, dan banyak institusi religius yang telah memilihnya sebagai santo pelindung murid-murid mereka. Penggambaran dirinya dalam dunia seni sangatlah beragam. Ia kadang-kadang digambarkan menerima Komuni Suci dari tangan para malaikat; kadang-kadang digambarkan menerima tubuh Bayi Yesus dari tangan Bunda Maria; atau ia digambarkan sedang berada di tengah-tengah peperangan mengusir para musuh dari tanah airnya. Terkadang ia juga digambarkan sedang berada di dekat sebuah sumber air dan sedang meletakkan kain yang basah di dadanya. Ia menjadi tujuan doa orang-orang untuk kesembuhan penyakit jantung yang berdebar-debar dan penyakit-penyakit yang berbahaya.

Lamunan Pekan Biasa XXXII

Kamis, 13 November 2025

Lukas 17:20-25

20 Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kata-Nya: "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, 21 juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." 22 Dan Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Akan datang waktunya kamu ingin melihat satu dari pada hari-hari Anak Manusia itu dan kamu tidak akan melihatnya. 23 Dan orang akan berkata kepadamu: Lihat, ia ada di sana; lihat, ia ada di sini! Jangan kamu pergi ke situ, jangan kamu ikut. 24 Sebab sama seperti kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain, demikian pulalah kelak halnya Anak Manusia pada hari kedatangan-Nya. 25 Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini. 

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang dapat percaya bahwa rumah ibadat adalah Rumah Tuhan. Kata menghadap Tuhan bisa berarti ikut beribadat di rumah ibadat.
  • Tampaknya, orang dapat percaya bahwa tempat peziarahan adalah tempat kehadiran Tuhan secara khusus. Pergi berziarah kerap diartikan jumpa Tuhan di tempat kudus.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun rumah ibadat dan tempat ziarah bisa dipercaya menjadi tempat hadirat Tuhan, semua sungguh menjadi tempat kudus kalau menjadi sarana hadirat Tuhan sejati yaitu persekutuan umat. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati ikatan orang-orang yang berkehendak baik adalah tanda dan sarana sejati kehadiran Tuhan.

Ah, hadirat Tuhan itu yang paling jelas itu ya di rumah ibadat.

Lamunan Pekan Biasa XXXII

Sabtu, 15 November 2025 Lukas 18:1-8 1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berd...