Tidak jarang muncul gambaran lansia sebagai kelompok yang tradisionalistik dalam arti hidup melandaskan pada praktek-praktek kebiasaan yang sudah ada sejak dulu. Dalam ilmu kemasyarakatan tempo dulu ada pandangan perkembangan masyarakat dari yang hidupnya diwarnai sistem pertanian yang berubah ke sistem industri dan kemudian ke sistem global. Kaum lansia sering dicap sebagai sosok-sosok yang pandangan hidupnya dengan pola pertanian tradisional yang selalu berorientasi ke masa lampau. Sedang masyarakat industri berorientasi waktu ke masa kini, dan masyarakat global memandang hidup dengan membidik masa depan. Kehidupan orang-orang global lebih-lebih milenial akan menata hidup dengan rancangan masa depan dengan agenda-agendanya. Ini amat sangat berbeda dengan kaum tradisionalistik yang memandang hidup adalah siklus pengulangan-pengulangan masa lampau.
Bagaimanapun juga saya sudah masuk golongan lansia. Ketika masuk rumah para rama tua Domus Pacis, saya memang baru menjelang jadi kaum lansia dengan ukuran usia 60 tahun. Saya bersyukur karena dengan tinggal di rumah tua, sesudah 27 tahun ikut derap aktivitas umat, saya dihadapkan pada perubahan total kehidupan. Kalau sebelumnya setiap hari sibuk berkantor bersama dengan beberapa karyawan, di Domus saya banyak ada dalam kesendirian di kamar. Kondisi telah memaksa saya mengalami perubahan total. Tetapi syukur pada Allah, saya mendapatkan Rm. Agoeng yang masih muda mengajar dan melatih saya menggunakan merdia sosial. Kalau dulu saya tukang omong lisan face to face dengan umat, di dalam dominasi kamar saya tetap omong tetapi secara tertulis dalam media sosial. Memang, proses menulis omongan tidak bisa selancar dan sefasih omongan lisan. Meskipun demikian omongan dengan tulisan yang mungkin agak kacau sesudah saya publish ternyata tak sedikit yang membaca. Setiap hari aku mendapatkan tanggapan dan kontakan dengan pembaca. Ternyata dengan bisa bermedsos, saya juga kerap membaca artikel-artikel dari google. Ternyata sadar atau tak sadar saya terbawa ke alam global yang amat diwarnai oleh tekhnologi informasi. Sedangkal apapun saya tidak terlalu gagap dengan pola pikir masa kini. Kalau ada yang omong "Besok ....." saya sudah tak bersuara dalam hati "Ah, isi suwe kok diomongke" (Masih menungguh waktu lama ngapain dimomongkan). Sayapun bisa menghargai orang-orang yang sudah mengagendakan rencana ke depan dengan menetapkan hari dan jamnya. Apalagi kalau menyangkut sedikit atau banyak peran saya, saya juga harus mulai bersiap ke depan. Ketika Bu Retno dari Jakarta meminta kesempatan Misa Peringatan 1000 hari Ibu Wiraksi, dulu donatur tetap Domus, saya bisa langsung membicarakan dengan Rm. Andika Direktur Domus. Itu dikarenakan keluarga minta pelaksanaan di Domus pada 14 Februari 2026. Saya juga bisa menghubungkan dengan Bu Rini, relawan Domus, karena keluarga mengghendaksi ada sajian konsumsi tertentu. Selain itu pada Senin 24 November 2025 saya juga menerima WA dari Rm. Hartanta yang kini adalah Pastor Paroki Salam "Apakah bisa mengisi seminar tentang "credo" di paroki salam pada hari Minggu, 15 februari 2025 pk 10.00. Sasarannya adalah ketua lingkungan, prodiakon, tim liturgi, pewartaan dan umat yang mau". Saya mulai mereka-reka cara bagaimana besok pelaksanaannya. Saya juga yakin WA yang nulis 2025 maksudnya 2026.DOMUS PACIS PETRUS
Tuesday, November 25, 2025
Santo Konradus dari Konstanz
diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 11 Februari 2019 Diperbaharui: 19 November 2019 Hits: 8193
- Perayaan26 November
- LahirTidak Tercatat, Hidup pada abad ke-10
- Kota asalAltdorf (Sekarang Weingarten, Württemberg, Jerman)
- Wafat
- Tahun 975 | Sebab Alamiah
- Beatifikasi-
- Kanonisasi
- Tahun 1123 oleh Paus Kallistus II
Sebagai uskup, Konradus membimbing para imam dan umatnya melalui teladan dan ajaran. Ia sungguh-sungguh seorang gembala yang rajin. Banyak rumah khusus untuk kaum miskin, orang sakit dan para peziarah didirikan oleh Konradus. Selain itu, ia juga membangun banyak gereja baru dan melayani sesama manusia tanpa pamrih, tanpa mengenal lelah, demi keselamatan jiwa umatnya.
Uskup Konradus menjadi sahabat dan pembimbing rohani bagi Kaisar Otto I (Otto yang Agung, Otto the Great, Otto der Große (Jerman), Ottone il Grande (Italian), Raja Jerman sejak tahun 936 dan Kaisar Kekaisaran Romawi Suci sejak tahun 962 sampai tahun 973). Ia juga pernah menjadi pembimbing Rohani bagi Ibunda Raja Otto I, Ibu Suri Santa Mathilda. Uskup yang kudus ini juga dipercaya menemani Raja Otto I dalam perjalanan ke Roma Italia pada tahun 962. Di Roma, Kaisar Otto dimahkotai oleh Paus Yohanes XII sebagai Romanorum Imperator.
Dalam telinganya nyaring terngiang-ngiang sabda Jesus ketika mengutus para rasul supaya mewartakan Kabar Gembira ke penjuru bumi : “Sekalipun kamu meminum racun, namun kamu tak akan mendapat celaka.”
Konradus tercatat melakukan tiga perjalanan ziarah ke Yerusalem. Ia tutup usia dengan tenang di Konstanz pada tahun 975.
Lamunan Pekan Biasa XXXIV
Rabu, 26 November 2025
Lukas 21:12-19
12 Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku. 13 Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. 14 Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. 15 Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. 16 Dan kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh 17 dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. 18 Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang. 19 Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu."
Butir-butir
Permenungan
- Tampaknya, orang dapat yakin bahwa bagaimanapun juga untuk menjadi dan berbuat baik memang membutuhkan keteguhan batin. Makin baik seseorang makin kentara yang tidak suka.
- Tampaknya, bagaimanapun juga untuk mengembangkan kebaikan dalam hidup bersama, ada saja yang tidak cocok. Makin gigih tindakan dan perjuangannya makin besar pula risikonya.
- Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun banyak tantangan dan ancaman serta besar risikonya untuk bertahan dalam menghadirkan kebaikan, orang justru mengalami kesejatian hidup yang penuh kebahagiaan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar bahwa dalam perjuangan kebaikan risiko dan kebahagiaan batin adalah bagaikan satu koin sama hanya beda sisi.
Ah, kalau sudah baik kok masih terancam, ya berhenti saja.
Monday, November 24, 2025
Katekis Paroki Lampersari
Santa Katarina dari Alexandria
diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 10 Agustus 2013 Diperbaharui: 18 November 2019 Hits: 25029
- Perayaan25 November
- LahirHidup pada Abad ke-4
- Kota asalAlexandria - Mesir
- Wafat
- Martir, Dipenggal kepalanya di tahun 305 di Alexandria, Mesir
- Kanonisasi
- Pre-Congregation
St. Katarina baru berusia delapan belas tahun ketika Kaisar Maxentius mulai melakukan penganiayaan terhadap umat Kristen. Tanpa gentar sedikit pun, gadis Kristen yang cantik ini menghadap raja untuk mengatakan pendapatnya tentang perbuatan raja yang kejam. Ketika raja berbicara tentang berhala-berhala, Katarina dengan gamblang menunjukkan kepadanya bahwa berhala-berhala itu adalah bohong. Kaisar Maxentius tidak dapat membantah penjelasan Katarina. Oleh karenanya, ia memerintahkan agar dipanggil lima puluh orang ahli fisafat kafir yang terbaik. Sekali lagi, Katarinalah yang berhasil membuktikan kebenaran imannya. Kelimapuluh ahli filsafat itu menjadi yakin bahwa Katarina benar. Karena amat murka, Maxentius membunuh semua ahli filsafat itu.
Kemudian, raja yang sebenarnya juga terpesona dengan kecantikan putri Kristen itu membujuknya dengan menjanjikan mahkota ratu baginya. Katarina dengan tegas menolak dengan menyatakan bahwa suaminya adalah Yesus Kristus, kepada siapa ia mempersembahkan kesuciannya. Penolakan Katarina ini membuat Kaisar murka. Ia memerintahkan agar Katarina dicambuk dan dipenjara.
Selama dalam penjara banyak orang datang untuk melihatnya, termasuk istri Maxentius, seorang pejabat istana dan dua ratus pasukan pengawal. Pada awalnya mereka hanya penasaran dan ingin mendengar gadis Kristen yang menakjubkan ini berbicara. Namun setelah bertemu dengan Katarina mereka semua bertobat. Semua menjadi Kristen dan kemudian martir.
Katarina sendiri dihukum mati dengan cara digilas pada roda berduri besar hingga tewas. Ketika roda mulai berputar, secara misterius roda berduri itu terbelah menjadi dua dan hancur berantakan. Pada akhirnya, St. Katarina menemui ajalnya dengan dipenggal kepalanya.
Pada masyarakat Kristen perdana di Timur Tengah terdapat "mitos" yang mengatakan bahwa setelah kematiannya para malaikat kemudian membawa jenazah St. Katarina ke puncak Gunung Sinai, di mana, di abad ke-6, Kaisar Yustinus kemudian mendirikan sebuah biara yang indah yang sampai saat ini disebut Biara Santa Katarina, Gunung Sinai.
Gereja utama Biara ini dibangun antara tahun 548 dan tahun 565, dan biara ini menjadi situs ziarah terutama bagi pemeluk Kristen Timur dan Barat.
Biara Santa Katarina dapat bertahan sampai hari ini, dan merupakan warisan seni dan arsitektur dari kebudayaan Kristen perdana.
Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja
Lamunan Pekan Biasa XXXIV
Selasa, 25 November 2025
Lukas 21:5-11
5 Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: 6 "Apa yang kamu lihat di situ--akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan."
7 Dan murid-murid bertanya kepada Yesus, katanya: "Guru, bilamanakah itu akan terjadi? Dan apakah tandanya, kalau itu akan terjadi?" 8 Jawab-Nya: "Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan: Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka. 9 Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera." 10 Ia berkata kepada mereka: "Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, 11 dan akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit.
Butir-butir
Permenungan
- Tampaknya, ada yang sungguh tak mau berbicara tentang kematian. Meskipun demikian kematian adalah realitas yang harus dihadapi oleh setiap orang.
- Tampaknya, karena keyakinan akan hidup abadi, ada yang sungguh serius mempersiapkan diri berhadapan dengan kematian. Tetapi ada juga yang kebingungan bagaimana harus siap kalau tiba-tiba kematian datang.
- Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun orang tak bisa mengerti kapan dan di mana kematian akan datang, orang sadar atau tidak sadar sudah berjalan benar kalau menjaga kemesraan hubungan dengan relung hati. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan relung hati, sekeliru apapun pemahamannya tentang kematian, orang tak akan tersesat.
Ah, bagaimanapun juga kematian itu mengerikan.
Sunday, November 23, 2025
Dari Sanjungan Sadar Karunia
Bagaimanapun juga sanjungan memang bisa menghadirkan kegembiraan bagi yang disanjung. Sayapun, sekalipun sudah lansia dan bahkan sebagai seorang rama, juga merasa sening karena mendapatkan sanjungan. Barangkali pengalaman tersanjung bukan muncul dari banyak orang. Tetapi kalau sanjungan itu disikapi seperti Bunda Maria menghadapi sebuah peristiwa, itu sungguh bisa disadari sebagai karunia. Ketika mendapatkan kehadiran para gembala untuk melihat bayi Yesus, menghadapi ocehan kata para gembala Bunda Maria “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). Di sini saya akan mensharingkan pengalaman saya ketika mendapatkan yang saya sebut saja sebagai sanjungan.
Kata Tiga Teman
Sebetulnya yang masuk dalam hati saya adalah sanjungan yang hanya berasal dari 3 orang rama. Dua orang rama tinggal serumah bersama saya di rumah rama sepuh yang bernama Domus Pacis Santo Petrus. Sedang seorang lain adalah seorang rama yang masih segar dan bugar serta menjadi salah seorang pastor paroki di Keuskupan Agung Semarang.
Dua rama serumah tampak mengagumi saya. Kekaguman salah satu saya dengar beberapa kali dari kata-katanya kepada rombongan tamu pengunjung Domus Pacis. Sebagai salah satu rama yang masuk di Domus karena kondisi sakit yang membutuhkan pelayanan dan penjagaan khusus, beliau kerap membandingkan ketika masih di paroki dan ketika sudah di Domus. “Saya melihat Rama Bambang bisa segar penuh keceriaan padahal juga menanggung penyakit seperti saya. Rama Bambang bisa disiplin dalam menyantap menu makan. Beliau dengan tenang tak mengambil menu yang berbahaya untuk penyakitnya” demikian sekitar kata-kata yang saya dengar tak hanya sekali. Bahkan salah satu perawat home care, yang datang setiap Rabu di Domus Pacis, tak hanya sekali berkata “Wah, kalau omong tentang Rama Bambang, beliau selalu mengatakan teladan segalanya”.
Sedang sanjungan dari rama serumah lain saya dengar dari Bu Rini. Bu Rini pernah terlibat omong-omong dengan rama ini. Rama ini berkata kepada Bu Rini bahwa ketika ditetapkan tinggal di Domus Pacis, beliau sebenarnya merasa amat tidak nyaman. “Di Domus saya akan hidup bersama dengan Rama Bambang. Jujur saja, saya takut karena Rama Bambang itu galak. Ternyata sesudah berada di Domus, Rama Bambang itu menyenangkan. Beliau selalu tampak segar dan paling sehat” kata beliau yang sebenarnya juga tahu bahwa saya setiap hari menyantap obat-obat dar dokter. Ada yang bilang bahwa rama itu dulu biasa menolak obat rumah sakit. Yang jelas, yang saya ketahui di Domus beliau selalu minum obat dan sering juga terdengar kata-katanya “Endi obatku?” (Mana obatku) kalau karyawan belum menyediakan obat di bagian menjanya ketika makan bersama.
Sedang rama yang masih aktif melayani paroki berbicara tentang saya, hal ini juga saya dengar dari Bu Rini. Beliau memang masih terhitung muda karena belum mencapai 20 tahun menjadi imam. “Saya besok akan seperti Rama Bambang. Sekalipun masih bisa aktif tetapi sudah masuk lansia, beliau masuk rumah tua. Di Domus beliau masih tetap bisa terbuka melayani umat. Bahkan hingga kini, ketika sudah tak bisa banyak keluar karena tak lagi bermotor dan bermobil, Rama Bambang masih bisa ikut berbuat untuk komunitas. Bahkan kadang-kadang masih bisa diminta datang ke umat” kata rama itu menurut Bu Rini. “Katanya omongan itu juga muncul ketika beliau memimpin Misa di depan umat” kata Bu Rini berdasarkan kisah kenalannya yang ikut Misa rama tersebut.
Karunia Derita
Mendengar kata-kata bernuansa sanjungan memang menghadirkan rasa bangga dalam diri saya. Tetapi kalau saya menelusuri kembali peristiwa awal dari hal yang membuat tersanjung, saya menyadari hal yang bagi saya baru.
Ketika sadar gagap perkembangan pastoral
Sebenarnya ketika masuk Domus Pacis pada 1 Juni 2010 saya masih bisa ke sana-sini sendiri. Memang saya sudah memakai kruk untuk alat bantu berjalan. Tetapi saya masih bisa mengendarai mobil sendiri. Padahal pada waktu itu saya belum mengenal mobil matic. Saya mengenalnya baru pada tahun 2013. Bermotor roda 2 memang sudah kesulitan. Tetapi dengan menjadikan modifikasi roda 3, saya masih bisa tegar kuat bermotor hingga Magelang dan Sala. Maka, saya masih bisa banyak melayani permintaan umat untuk Misa Keluarga. Untuk membantu Misa-misa Paroki dan atau kapel-kapel Stasi/Wilayah juga masih bisa saya jalani. Saya juga masih diminta untuk bersedia masuk jadual pelayanan hari besar seperti Natal dan Paskah di Paroki peminta. Bahkan memimpin rekoleksi dan retret juga terjadi. Yang pokok, saya tidak mau mendapatkan jadual rutin untuk Paroki atau tempat pelayanan tertentu. Rasa-rasanya bisa menjadi seperti pastor pembantu terbatas yang bebas mengatur jadual sendiri.
Saya mendengar beberapa rama bertanya mengapa saya tinggal di Domus Pacis. Banyak yang tahu bahwa sedikit banyak itu adalah keinginan dan pilihan saya yang disetujui oleh Pimpinan Keuskupan, yang pada waktu itu adalah Rm. Pius Riana Prapdi sebagai Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang. “Njenengan niku tesih isa aktif lho. Kénging napa kok pun mlebet Domus?” (Anda bisa bisa aktif. Mengapa sudah masuk Domus?) tanya seorang rama ketika saya membantu di Parokinya. Saya hanya tertawa dan tidak menjawab. Apapun jawaban saya, komentar beberapa sekitar “Bambang ki cèn nakal kok. Mung golèk senengé dhéwé” (Bambang memang nakal, Hanya cari senang sendiri) dari beberapa teman rama. Mereka tidak tahu betapa saya sungguh merasa sudah merasa berat untuk meneruskan kerja di Komisi Karya Misioner (KKM) dan Karya Kepausan Indonesia (KKI) serta Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM) di Keuskupan Agung Semarang. Itulah bidang karya misi yang saya jalani selama 27 tahun. Perkembangan hidup menggereja dan zaman sudah mulai membuat saya gagap. Apalagi tuntutan-tuntutan institusional lebih-lebih yang berkaitan dengan tata administratif dan akuntansi, saya sungguh ketinggalan. Sebagai tenaga full timer karya Keuskupan, menyaksikan perkembangan karya Paroki termasuk tuntutan-tuntutannya, saya sudah merasa akan amat gagap kalau harus ikut menangani sekalipun hanya bertugas sebagai pembantu.
Tinggal di Domus Pacis bagi saya memang masuk dalam dunia kehidupan yang amat berbeda dengan dunia karya misioner yang saya jalani 27 tahun sebelumnya. Saya hidup bersama dengan para rama sepuh yang masuk karena memang kondisi tubuh karena putusan dari Keuskupan dan memang sungguh sudah bebas tugas pelayanan dengan datang ke umat. Memang saya mengalami 10 tahun bersama Rm. Agoeng yang memilih tinggal di Domus. Beliau memang termasuk anggota pengurus Domus. Tetapi sebagai Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan, beliau amat sibuk dan kerap memiliki kegiatan luar Domus. Yang jelas, dengan menjadi penghuni Domus, saya jauh lebih banyak mengalami kesendirian di kamar. Bahkan saya mengawali tinggal di Domus dengan memegang kata hati “Kecuali karena diminta melayani Misa, aku tak akan pergi keluar Domus sebelum merasa nyaman tanpa kegelisahan dengan berada dalam kamar”. Tetapi selewat 59 hari, saya bisa menghayati kenyataan dunia Domus. Bahkan ketika masuk 5 bulan saya tiba-tiba terlibat membantu teman serumah. Dengan persetujuan Rm. Agoeng saya mencari seorang pramurukti untuk melayani salah satu rama yang dalam segalanya membutuhkan penjagaan dan bantuan. Maklumlah, jumlah tenaga Domus bagi saya tidak memadahi. Ketika bulan keenam saya ikut memulai terjadinya acara yang selama 10 tahun belum pernah terjadi. Pada tanggal 21 Desember 2010 Domus mengadakan Pesta Ulang Tahun Imamat 2 rama sepuh Domus dengan mengundang umat. Dari sini mulailah jaringan hubungan dengan umat.
Perhatian kepedulian umat untuk penghuni Domus makin berkembang bahkan ketika masih di Domus Pacis Puren terjadi sajian lauk pauk 3 kali sehari datang dari keluarga-keluarga lintas Paroki yang berhenti sesudah siaga dan pindah di Domus Pacis Santo Petrus pada tahun 2021. Domus Pacis tak hanya menerima kepedulian umat. Domus juga menyelenggarakan pelayanan pastoral. Dengan makin banyak umat datang, kunjungan-kunjungan rombongan umat bisa dijadikan kesempatan mensharingkan kehidupan menjadi lansia, bahkan dengan kondisi berkebutuhan khusus namun bisa ceria berbahagia. Tak sedikit rombongan datang minta pelayanan Misa dan atau rekoleksi. Pastoral Ketuaan berkembang dan kemudian terjadilah Novena Domus Pacis setiap Minggu I dari Maret sampai November sejak tahun 2013. Novena ini selalu berisi seminar 2 jam ditutup Misa. Banyak umat ikut terlibat jadi relawan. Pelayanan ke kelompok-kelompok lansia di beberapa paroki terjadi dalam program Jagongan Iman yang berisi pendalaman keagamaan.
Mulai November 2020 saya sudah tak bermotor atau pergi mengendarai mobil sendiri. Ketajaman saya menurun. Semua derap pelayanan pastoral amat banyak menghilang sesudah berada di Domus Pacis Santo Petrus Kentungan. Dari hitung-hitungan jam di Domus Petrus 90% lebih saya berada di kamar. Menghilangnya banyak aktivitas pastoral memang bermula dari terjadinya pandemi Covid-19. Tetapi kondisi usia lebih dari 70 tahun memang membuat saya sudah tak sekuat dulu apalagi sejak 2014 sudah selalu berkursi roda. Meskipun demikian saya masih bisa memiliki sisa kemampuan public speaking sehingga bisa ikut menyemarakkan penyambutan rombongan-rombongan kunjungan dengan memandu interaksi pengunjung dengan para rama Domus. Puji Tuhan, atas pendampingan dulu oleh Rm. Agoeng dan beberapa bantuan karyawan, saya mendapatkan anugrah bermedia sosial. Hal ini membuat saya, yang mayoritas hidup di kamar, bisa ambil bagian punya hubungan dengan umat umum walaupun secara maya. Saya bisa menayangkan renungan harian, kisah santo-santa, dan peristiwa Domus atau juga pikiran-pikiran pastoral ketuaan. Bahkan lewat hubungan maya saya boleh ikut membantu Domus mengumpulkan dana untuk tambahan honor karyawan dan menerima kepedulian umat untuk dana hajatan. Saya ikut ambil bagian terjadinya hajatan untuk pesta ulang tahun imamat masing-masing rama, peringatan arwah rama yang pernah jadi penghuni Domus, dan even-even lain seperti menyemarakkan Malam Natal/Paskah. Bersama Bu Rini saya juga bisa ikut mencari dana lewat penjualan kain batik.
Ketika sadar kondisi kesehatan
Sejak minggu terakhir Desember 1972 saya sudah harus minum obat tensi setiap hari. Itu berarti sejak saya umur 21 tahun. Di usia 40an ada tambahan obat setiap hari untuk asam urat. Menu obat bertambah pada 50an tahun karena ada kelebihan kolesterol dan trigliserida. Terhadap kenyataan seperti itu saya tenang-tenang saja. Toh menu favorit masih bisa saya nikmati. Bagi saya menu favorit adalah gudeg, nasi goreng, bakmi baik goreng maupun godog.
Kejutan datang pada Januari 2012 ketika saya sudah berada di Domus Pacis. Ternyata penyakit yang ngendon di tubuh saya tambah, yaitu diabetes. Dari beberapa kali kontrol dokter disertai periksa laboratorium, termasuk juga pencobaan obat-obat tertentu, kadar gula selalu di atas 200. Saya tidak pernah digelisahkan oleh hipertensi, asam urat, kolesterol, dan trigliserida. Tetapi terhadap diabetes saya sungguh ketakutan. Dari informasi penyakit gula bisa diam-diam menyerang organ-organ tubuh lain. Yang paling saya takuti adalah kalau karena gula darah harus terjadi penderitaan cuci darah. Dokter mengatakan bahwa saya harus berhenti menikmati menu-menu favorit saya. Makan nasi pun harus pakai ukuran. Itulah yang membuat saya berkonsultasi ke ahli gizi untuk tanya menu yang baik untuk mengendalikan gula darah sekalipun harus tetap menerima tambah obat harian. Itulah yang membuat saya sehari 3 kali makan sayur sebagai pengganti nasi. Pikir saya makan itu yang paling pokok kenyang. Tidak nasi tidak apa asal kenyang. Sebetulnya saya tak suka sayuran dan buah-buahan. Tetapi dari petunjuk ahli gizi sayuran amat baik. Enam hari pertama saya memang merasakan tubuh lemas. Tetapi pada hari ketujuh jadi biasa. Jujur saja, sebetulnya hingga kini saya belum bisa mengatakan enak menyantap daun-daun sayuran. Tetapi hati saya diwarnai oleh pemahaman bahwa “Beriman itu berarti semakin mengikuti Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat” (Arah Dasar Umat Allah Keuskupan Agung Semarang 1996-2000). Yang jelas dengan santapan ini saya mengalami kesegaran badan dalam keseharian. Gula darah selalu biasa tidak menyentuh angka 200 bahkan biasa di bawah 150. Kalau ada rasa tak nyaman, saya biasa ingat kata-kata Tuhan Yesus “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). Bagi saya penyangkalan diri dalam makan adalah mengalahkan selera pucuk lidah. Kalau saya bisa menang terhadap sepucuk kecil bagian tubuh, seluruh tubuh mengalami kenyamanan tubuh. Di sini saya juga merasa diyakinkan oleh firman “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20).
Karunia tak selalu mengenakkan
Bagaimanapun juga pengalaman saya ketika masuk Domus Pacis bukanlah pengalaman enak. Ketidakenakan sesungguhnya mewarnai hidup saya. Memang, kata-kata Tuhan Yesus yang saya ungkapkan berkaitan dengan kesehatan tubuh, sebenarnya juga mewarnai perjalanan awal saya tinggal di Domus Pacis. Tetapi segala ketidaknyamanan itu justru menghadirkan hidup segar, ceria, dan tak ada rasa merana. Ternyata pilihan saya tinggal di rumah sepuh Domus Pacis menghadirkan inspirasi bagi salah satu rama Paroki. Di hadapan beberapa rama yang bertanya kepada saya mengapa saya tinggal di Domus walau masih segar, saya biasa menjawab “Itu hak saya sebagai rama sepuh”. Ternyata sikap dan tindakan saya menghadapi penyakit menghadirkan semangat ke 2 orang rama sepuh serumah di Domus. Ketika ditanya mengapa saya tahan makan menu sekalipun tak masuk selera, saya menjawab “Saya juga harus taat pada kehendak tubuh”.
Sebenarnya saya dalam pengalaman itu tidak berpikir dan berkeinginan untuk menghadirkan keteladanan bagi teman-teman lain. Saya menjalani segala ketidakenakan itu karena yakin akan mengalami keenakan mendalam. Bahwa kemudian ada 3 orang menyatakan mendapatkan inspirasi, entah bagaimana saya berpikir apakah yang tidak enak ini juga merupakan karunia atau anugrah ilahi. Dari sini saya merasa mendapatkan karunia “bisa masuk rumah tua meninggalkan hiruk pikuk menyenangkan berada di tengah kancah kegiatan umat”. Ada juga karunia yang saya terima “Saya bisa sakit. Saya bisa hidup bersahabat dengan penyakit”. Dalam permenungan saya yakin bahwa itu adalah karunia bisa enak dalam ketidakenakan. Saya jadi ingat kata-kata Santo Paulus “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. ..... Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1Kor 12:4.7).
Agar Jadi Lansia Agak Trendi
Tidak jarang muncul gambaran lansia sebagai kelompok yang tradisionalistik dalam arti hidup melandaskan pada praktek-praktek kebiasaan yang ...
-
"Siapakah dia?" Barangkali, kalau pertanyaan ini disertakan pada gambar foto dalam berita ini, akan ada beberapa orang yang ikut b...
-
Rm. Stefanus Istata Raharja adalah salah satu Imam Praja Keuskupan Agung Semarang. Tuhan memanggil beliau pada Minggu 5 Oktober 2025 jam 15....
-
"Apakah diperkenankan kalau ada di antara kami ada yang datang lalu mengajak Rama Hartana keluar jajan?" tanya seorang di antara r...




