Wednesday, December 10, 2025

Pepesthèn

Selasa itu tanggal 9 Dersember 2025. Saya mendapatkan giliran untuk Misa Komunitas Domus Pacis Santo Petrus, rumah rama sepuh dimana saya tinggal. Ketika di pagi hari saya memperhatikan Injil, Misa biasa terjadi di sore hari, tiba-tiba saya teringat kata pepesthèn. Dalam kehidupan masyarakat Jawa ada kepercayaan bahwa Tuhan Allah sudah memberikan garis pasti dalam kehidupan seseorang. Memang, pepesthèn itu bisa menjadi hal yang menyenangkan dan membanggakan hidup seseorang, misalnya orang ditentukan menduduki jabatan penting atau kaya raya atau jadi cendekiawan. Tetapi tampaknya pepesthèn akan sangat terasa kalau itu menyangkut kehidupan tidak ideal atau menghadirkan rasa menderita. Inilah yang mewarnai persiapan saya untuk Misa Selasa 9 Desember 2025. 

Pepesthèn-ku

Untuk lebih memastikan diri dalam memikirkan pepesthèn, saya membuka google. Di situ saya menemukan penjelasan : "Pepesthèn (atau pepesten) adalah istilah Jawa yang berarti ketentuan, takdir, atau kehendak Tuhan yang tidak bisa diubah, menekankan bahwa ada hal-mutlak dalam hidup yang harus diterima, namun bukan berarti pasrah tanpa usaha; ini adalah konsep filosofis tentang penerimaan takdir dan keimanan, sering diungkapkan dalam budaya Jawa untuk mengajarkan ketenangan dan makna hidup, seperti dalam pepatah "Ora ana kasekten sing madhani pepesthèn" (Tidak ada kesaktian yang bisa menandingi pepesthèn)."

Omong tentang pepesthèn dalam diri saya, yang paling saya rasakan adalah kepincangan dan lahir dalam keluarga tidak harmonis. Katanya, ketika berumur sekitar setahun saya sudah bisa berjalan. Katanya, pada usia itu saya menderita sakit panas. Saya dibawa ke seorang mantri kesehatan dan mendapatkan suntikan. Setelah itu saya tak dapat berjalan hingga umur sekitar 5 tahun. Karena yang disuntik adalah pantat kiri, kaki kiri tidak tumbuh normal sehingga pertumbuhannya tidak sebesar dan semanjang kaki kanan. Maka, pincanglah saya. Masa kanak-kanak adalah masa saya kerap jengkel karena ejekan dari teman-teman sepermainan. Masa remaja menjadi masa selalu merasa direndahkan karena kepincangan. Simpati orang lain yang kerap melarang saya mengusung atau mengangkat barang atau misalnya meja-kursi agar tak terjatuh, itu justru membuat saya sering menyesali kepincangan saya.

Yang dulu juga sungguh menggoreskan rasa amat tidak nyaman adalah hidup dalam keluarga. Katanya, saya lahir ketika bapak dan ibu sudah berpisah. Hingga remaja usia SMP saya mengalami bergantian ibu tiri. Saya mengalami seorang ibu tiri dalam keluarga hingga 3 kali. Saya berjumpa dengan ibu kandung ketika sudah menginjang kelas I SMA. Semasa kanak-kanak dan remaja saya selalu kuatir mendapatkan pertanyaan dari orang “Siapakah ibu kandungmu?” Berkaitan dengan ibu tiri pengalaman pahit saya alami terutama dari salah satu yang saya alami ketika saya berada di usia sekolah dasar. Rasa-rasanya beliau punya kepekaan hebat untuk menemukan berbagai kesalahan dan kemudian kreatif untuk membuat saya menderita badan dan hati.

Kehendak Allah?

Pepesthèn ternyata juga berarti takdir, yaitu kehendak Allah. Ada yang yakin bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Allah. Bahkan bencana alam akibat apapun juga termasuk pepesthèn. Dalam hal ini muncul pertanyaan mengapa Tuhan mengendaki keburukan? Bukankah Tuhan Mahabaik?

Pepesthèn itu realita

Di dalam kata pepesthèn dinyatakan bahwa tidak ada kesaktian yang bisa menandinginya. Ini berarti orang dengan segala kemampuannya tak akan bisa mengubah atau menghilangkan. Katanya, dulu keluarga sudah mengupayakan kesembuhan pincang saya. Kalau bidang medis sudah tak dapat mengatasi, katanya beberapa dukun atau orang pintar sudah diminta tolong. Tetapi kepincangan tetap saya sandang. Ada kisah yang membuat tawa dari banyak teman rama yang mendengarnya. Sebagai pemeluk baru agama Katolik, saya dibaptis ketika kelas I SMA pada tahun 1967, saya diajak ke Sendang Sono. Saya diberitahu bahwa dengan kesungguhan menjalani ziarah Ibu Maria akan menyembuhkan kaki pincang saya. Maka saya berjalan dari Klangon hingga Sendang Sono berangkat naik dan kembali turun. Perjalanan ziarah itu sungguh membuat derita yang saya tahan dalam hati. Setelah beberapa lama berjalan, pergelangan kaki kiri mulai terasa sakit dan makin lama makin sakit. Tetapi saya terus bertahan sampai kembali lagi di Klangon. Derita sakit kaki kiri sungguh amat mendalam dan saya terus bertahan. Eeeee …. Ternyata pincang saya tak hilang dan bahkan dalam 3 hari saya sulit berjalan. Ada teman rama mengejek “Soalnya kamu tidak percaya. Bukankah yang bisa menyembuhkan itu imanmu”. Kepincangan menjadi kenyataan hidup saya hingga kemudian harus memakai kruk dan kini terbiasa berkursi roda.

Dalam hal keluarga yang tidak ideal, dari lahir hingga kini menjelang umur 75 tahun saya tak pernah mengalami hidup serumah dengan ibu dan bapak kandung. Terus terang, saya pada masa remaja hingga SMP selalu malu punya keluarga berganti-ganti ibu tiri. Saya pernah punya catatan dalam buku Dari Peristiwa Lama Jumpa Karunia (Penerbit Pohon Jahaya, Yogyakarta: 2020 hal. 16-18) sebagai berikut :

“Katanya, bapak saya kawin lebih dengan empat orang perempuan termasuk ibu kandung saya. Tetapi yang masuk dalam pengalaman hidup saya adalah tiga ibu tiri. Dari ketiganya hanya seorang yang menjadi istri bapak tak sampai setahun. Barangkali dengan ibu kandung saya juga tak sampai setahun. Kedua ibu tiri lain saya alami masing-masing lebih dari enam tahun. Salah satu ibu tiri dalam hati saya memang terasa sebagai sosok yang sebetulnya mengerikan. Dengan membayangkan tanpa berhadapan saja saya selalu mengalami ketakutan. Rasa-rasanya dia amat kreatif menemukan celah-celah kesalahan yang saya buat. Entah bagaimana tampaknya bapak saya selalu mempercayai dia sehingga yang terjadi adalah kemarahan dan kadang dengan disertai dengan deraan fisik atas diri saya. Si ibu tiri pun juga amat ganas suaranya dan cubitan serta théotan (cubitan besar) biasa dikonsumsikan atas diri saya. Situasi kondisi seperti ini membuat saya selalu berhati-hati menghadapi ibu tiri yang sebenarnya cantik tetapi mata yang mungkin indah toh menjadi pemancar cahaya kengerian dalam diri saya. Saya berjuang untuk selalu menata diri mengikuti pola kehendaknya. Sekalipun tidak pernah terlepas dari deraan-deraan, saya tidak pernah berhenti berjuang untuk “menyenangkannya”. Bukankah kesenangan ibu itu akan menjadi kesenangan bapak saya?”   

Semua itu adalah kenyataan yang harus diterima. Saya memandang yang namanya pepesthèn atau takdir adalah realita hidup. Bagi orang beriman itu adalah kehendak Allah.

Demi kebaikan

Sebenarnya ada yang merasa terpasung dengan adanya pepesthèn. Orang bisa merasa terbelenggu oleh adanya situasi dan atau kondisi yang digariskan oleh Allah. Tetapi saya sungguh mendapatkan keceriaan karena bacaan Injil untuk Misa Selasa 9 Desember 2025 :

12 "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? 13 Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. 14 Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang." (Mat 18:12-14)

Tuhan Allah sungguh amat peduli pada damai sejahteranya manusia. Kaum sesat dan pendosa dicari. Bahkan ayat 14 mengatakan “Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang”. Dengan ayat ini saya mendapat keyakinan bahwa kenyataan apapun yang ada dalam hidup ini, baik itu disebut pepesthèn atau tidak, berada dalam karya ilahi yang menghendaki kebaikan dan kemuliaan manusia. Apalagi dalam diri Tuhan Yesus Kristus, Dia adalah anugerah kasih Allah yang begitu besar bagi manusia (lihat Yoh 3:16). Dari sini saya yakin apapun itu kenyataan yang di luar perhitungan dan kemampuan manusia, entah pepesthèn menyenangkan atau membuat derita, itu adalah sarana Allah menghadirkan kebaikan bagi manusia. Bahkan di dalam Kristus pepesthèn yang tampak buruk yang ternyata terjadi dalam kaum papa menderita, itu justru menjadi tanda istimewa keberadaan Tuhan di tengah kehidupan manusia (lihat Mat 25:31-46).

Sarana pertobatan

Saya menghubungkan kalimat Mat 18:14 “Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang” dengan hal yang sama dalam Luk 15:7 Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." Anak-anak yang hilang dalam Mat 18:14 adalah kaum pentobat. Pertobatan adalah kata-kata awal Tuhan Yesus ketika mulai tampil publik. Bertobat adalah sikap membuka hati pada Tuhan dengan segala kehendak dan karyanya. Memang, bagi kaum pendosa itu berarti berbalik dari sikap abai Tuhan ke terbuka ikut Tuhan dalam perkembangan situasi hidup dan budaya setempat. Berkaitan dengan pepesthèn bagi saya itu berarti menerima realita sebagai anugerah ilahi dan menjadi cahaya bagi orang lain untuk juga bisa menerima pepesthèn sebagai tanda Tuhan menampakkan kehendak kasih-Nya.

Pepesthèn sebagai anugerah

Saya memang pernah sungguh merasa menderita dengan kaki pincang. Selain harus menanggung ejekan dari teman-teman di masa kanak-kanak dan rasa dianggap lemah di masa remaja, saya juga harus menahan sakit kalau harus berjalan cukup jauh. Berjalan jauh terjadi ketika harus bersama orang lain seperti mau nonton wayang atau juga pengalaman berziarah ke Sendang Sono dan Sendang Sriningsih. Tetapi entah bagaimana semua itu tidak pernah saya keluhkan kepada orang lain sekalipun keluarga sendiri. Memang ada keluhan-keluhan, tetapi itu semua terjadi dalam hati. Pengalaman kepahitan bersama ibu tiri demikian pula, yaitu tertahan di dalam hati saya. Di luaran, ketika saya berjumpa atau ada dalam kebersamaan dengan orang lain, saya biasa tampil ceria dan bisa berkelakar.

Penglaman itu masuk dalam permenungan khusus ketika saya akan merayakan 40 tahun imamat pada Januari 2021. Dalam permenungan, saya menyadari bahwa justru pengalaman dengan pepesthèn pincang dan ibu tiri membuat saya menemukan jalan relatif seperti jalan tol untuk ikut Tuhan Yesus Kristus. Entah bagaimana saya dalam hidup menjadi cukup lekat dengan kata-kata Tuhan Yesus “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). Pepesthèn saya telah menjadi jalan yang membawa saya rasa-rasanya sudah akrab dengan Tuhan Yesus sejak belum menjadi Katolik. Segala tantangan dan ancaman serta berbagai penghalang sebagai imam rasa-rasanya selalu menjadi tawaran persahabatan untuk makin mesra dengan Tuhan Yesus. Kebiasaan omong batin dan tak keluh mengeluh ke orang lain, itu telah membuat saya akrab dengan relung hati. Padahal dalam hati setiap orang ada Roh bertahta. Bukankah Santo Paulus pernah berkata “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor 3:16) Keakraban dengan relung hati lewat biasa omong batin pada saat ini menjadi anugerah besar sehingga saya bisa tenang dan nikmat sekalipun 90% mengalami kesendirian di dalam kamar no 1-13 di Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan.

Pepesthèn sebagai daya misioner

Sebagai lansia saya dikenal ceria penuh kegembiraan dan mudah membuat orang lain juga bergembira. Saya sadar bahwa itu benar dan bukan menjadi rekayasa tampilan. Saya yakin itu mengalir secara spontan alamiah dari kedalaman batin saya. Itu pasti berasal dari kolam sukacita anugerah kebiasaan menyangkal diri atas derita salib harian. Sebenarnya di masa kini saya juga termasuk yang setiap hari menyantap obat-obatan. Saya menderita hipertensi sejak usia 21 tahun. Setelah itu mulai umur 40an, 50an, dan 60an tahun ada tambahan penyakit-penyakit asam urat, kolesterol, trigliserida, dan dibetes. Penyakit-penyakit itulah yang membuat saya memaksa pucuk lidah saya menyantap yang membahayakan tubuh. Bahwa saya bisa melawan pucuk lidah tentu ada daya kekuatan karena penyakit-penyakit itu tertanam dalam tanah pepesthèn yang saya hayati sebagai anugerah Allah. Maka secara spontan alamiah pepesthèn itu telah menjadi daya misioner untuk mewartakan kesukacitaan sejati bagi banyak orang lain.

Domus Pacis, 11 Desember 2025

Santo Damasus I

diambil dari https://www.mirifica.net/santo-damasus-i-11-desember/

DAMASUS dilahirkan di Roma dan hidup pada abad keempat, pada masa Gereja Perdana. Ia adalah seorang imam yang murah hati dan suka berkurban. Ketika Paus Liberius wafat pada tahun 366, Damasus diangkat menjadi paus. Ia harus menghadapi banyak persoalan yang berat. Ada seorang paus tandingan (anti paus) bernama Felix. Felix beserta para pengikutnya berusaha menganiaya Damasus. Mereka menyebarkan berita bohong tentang dirinya, terutama tentang kehidupan moral pribadinya. Karenanya, Paus Damasus harus dihadapkan ke pengadilan di bawah penguasa Romawi. Damasus terbukti tidak bersalah, tetapi ia mengalami begitu banyak penderitaan karena peristiwa tersebut. Sahabatnya, St. Hieronimus, berbicara dengan tegas mengenai kebaikan-kebaikan paus. Dan Hieronimus mempunyai martabat yang tinggi.

Paus Damasus menyadari bahwa para imam di kota mempunyai gaya hidup yang terlalu mewah. Sementara para imam di desa hidup jauh lebih sederhana. Damasus meminta para imam untuk menyederhanakan gaya hidup mereka dan tidak terikat pada harta serta milik. Ia sendiri menjadi teladan yang mengagumkan.

Ada juga begitu banyak bidaah (=ajaran sesat) selama masa kepemimpinannya sebagai paus. Damasus menjelaskan iman yang benar. Ia juga mengadakan Konsili Ekumenis Kedua yang diselenggarakan di Konstantinopel. Paus Damasus dengan sungguh-sungguh berusaha membangkitkan semangat untuk mencintai Kitab Suci. Ia menugaskankan St. Hieronimus untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Ia juga mengubah bahasa resmi liturgi dari bahasa Yunani – kecuali Kyrie – ke bahasa Latin.

Paus St. Damasus wafat pada usia sekitar delapanpuluh tahun pada tanggal 11 Desember 384. Ia dimakamkan di samping ibu dan saudarinya di sebuah kapel kecil yang dibangunnya.

Paus Damasus banyak menderita oleh karena tuduhan-tuduhan palsu. Berapa sering aku membuat orang lain menderita karena kecurigaanku?

Sumber yesaya.indocell.net

Lamunan Pekan Adven II

Kamis, 11 Desember 2025

Matius 11:11-15

11 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. 12 Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. 13 Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes 14 dan--jika kamu mau menerimanya--ialah Elia yang akan datang itu. 15 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, dengan beragama orang disadarkan sebagai ciptaan Tuhan. Manusia berada di bawah kuasa Tuhan.
  • Tampaknya, dengan menjalani agama orang berusaha untuk hidup seturut kehendak Tuhan. Dengan doa dan ibadat orang berjuang menjadi abdi-Nya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun dengan beragama orang menyadari diri sebagai ciptaan dan di bawah kuasa Tuhan, kalau terlalu mementingkan diri dalam doa dan ibadat orang justru tak sadar akan menguasai Tuhan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan relung hati orang akan sadar bahwa dalam beragama juga bisa punya sikap mau memerintah Tuhan memberikan yang dikehendakinya.

Ah, asal rajin doa dan ibadat Tuhan pasti memberikan yang diinginkan orang.

Tuesday, December 9, 2025

Menuju Malam Natal Domus 2025

Pada Minggu 27 November 2025 Rm. Bambang membuat pengumuman untuk Misa Malam Natal 2025 di Domus Pacis Santo Petrus. Misa yang akan dimulai pada jam 17.30 dibuka untuk umat yang ingin ikut merayakan Malam Natal bersama para rama sepuh. Yang ingin ikut harus mendaftarkan nama dan paroki asal. Pendaftaran cukup lewat pesan WA ke Rm. Bambang dalam HP no. 087-834-991-969. Pendaftaran sangat penting untuk tahu jumah peserta Malam Natal Domus, karena sesudah Misa ada ramah tamah bersama dengan sajian konsumsi. Pendaftaran akan ditutup pada hari Rabu tanggal 17 Desember 2025. Tampaknya ada cukup banyak yang berminat ikut Malam Natal Domus. Ketika Domus Pacis mengadakan perayaan ulang tahun imamat untuk 3 rama di Minggu 7 Desember 2025, Bapak Khalil dari Lingkungan Pedaran Paroki Klepu bilang kalau sudah ada 20 orang mencatatkan nama pada beliau. Memang, pada beberapa kali Malam Natal/Paskah dari Pedaran selalu ada lebih dari 20 orang umat sepuh ikut Domus dengan menyewa bus. Yang jelas hingga hari Selasa 9 Desember 2025 sudah ada 96 orang mendaftarkan diri. Mereka berasal dari 19 paroki. Tentu saja hitungan itu di luar jumlah anggota kor dari Paroki Pringgolayan yang akan mengiringi Misa.  Nama-nama dan paroki asal yang sudah terdaftar adalah sebagai berikut :

I. Kevikepan Kedu (1 Paroki, 1 orang)

  1. Mertoyudan (1 orang) : 1. Hilda
II. Kevikepan Yogyakarta Timur (8 Paroki, 30 orang)
  1. Kalasan (2 orang) : 1. Yosaphat Sugiyatno, 2. Oktavia Padmini
  2. Pringwulung (8 orang) : 1.  Felisitas Yosefin Astri Gumilang, 2. Fransiskus Xaverius Pujiono, 3. De eL, 4. Bu Atik, 5. Fitri, 6. Ariel, 7. Pak Ardi, 8. Bu Ratna
  3. Kotabaru (2 orang) : 1. Bambang Handoko, 2. Rinawati Widodo
  4. Nandan (2 orang) : 1. S Happy Rianawati, 2. JC Anindito Riwanto
  5. Bintaran (2 orang) : 1. Yohanes Rama, 2. Asteria Lucyanie
  6. Pringgolayan (4 orang) : 1. Nani Han, 2. Chosa, 3. Pipit, 4. Bu Sumardi
  7. Jetis : 1. Fx Debyo S, 2. G Granindya Resti, 3. Nakrama, 4. Naya

  8. Kumetiran : 1. Ag Supomo, 2. B Wartini, 3. Ag Alek Indra S, 4. S Novi Tri S, 5. G Kesia Naura 6. B Gunaksa

III. Kevikepan Yogyakarta Barat (5 Paroki, 45 orang)
  1. Banteng (26 orang) : 1. Y.Karel Harianto, 2. V.Yenawati, 3. Vera, 4. Hengki, 5. Jessica, 6. Anna, 7. 1. Iwan Kurniawan, 8. Jenny irawati, 9. Ibu Stephanie, 10. Mila, 11. Rere, 12. Thesa, 13. Pak Anton, 14. Bu Eni, 15. Bapak Unanto, 16. Ibu Septi, 17. Bapak Anton Soedjarwo, 18. Ibu Kartika, 19. Erika, 20. Rommi, 21. Ivana, 22. Robertus Ari P, 23. Dominika Anna S, 24. Ferdinandus David P, 25. Katarina Siena Indranandita, 26. Dionisius Dimas A.P
  2. Warak (3 orang) : 1. Yosepha Tanti, 2. Maria Florensia, 3. Barcelonia Leoni Dede
  3. Medari (5 orang) : 1. Tian, 2. Rachel, 3. Chrissel, 4. Nel, 5. Mbak War
  4. Gamping (3 orang) : 1. Ibu Sri Daruningsih, 2. Ibu Sri Setyati, 3. Felix W I
  5. Klepu (7 orang) : 1.Suwarno, 2.Tri Suwarni, 3.Ib Marsudiyem, 4.Bp.Saptana Is Nugraha, 5. Bp.Catur Santosa, 6.Ib.Eni Rasawati, 7.Ib.Sumartinah
IV. Kevikepan Surakarta (2 Paroki, 10 orang)
  1. Delanggu (1 orang) : 1. V Sumini paroki Delanggu
  2. Gondang (9 orang) : 1. Dono Budoyo, 2. Niken, 3. Terania, 4. Yosa, 5. Hardono, 6. Anik, 7. Elgiva, 8. Ibu Sumarni Suroso, 9. Clarysta Putri
IV. Luar Keuskupan Semarang (3 Paroki dari Jakarta, 10 orang)
  1. Cilandak (4 orang) : 1. Thomas Danu, 2. Birgita, 3. Stella, 4. Florent
  2. Cikarang (4 orang)  : 1. Stephanus Rio Setiawan, 2.  Regina Ambar Ayu, 3. Pascalia Kinanthi, 4.  Nathanael Girisa
  3. Jagakarsa (2 orang) : 1. Laurensius Hendra, 2. Vanesa Hena

Santo Paus Miltiades

diambil dari https://www.mirifica.net/santo-paus-miltiades-10-desember/

PAUS MILTIADES (Melchiades) adalah paus kita yang ke tiga puluh dua (ke-32). Ia lahir di Afrika Utara pada tanggal yang tak diketahui. Seperti juga Santo Agustinus Hippo, Paus Miltiades adalah seorang putra Afrika Utara dari suku Berber. Ia memimpin Gereja dari tahun 311 sampai tahun 314, menggantikan Santo Paus Eusebius yang tutup usia pada tahun 309.

Masa kepemimpinannya ini tergolong suatu kurun waktu yang amat bergelora bagi umat Kristen. Pada awalnya Miltiades mengalami banyak kesulitan baik dari lingkungan Gereja sendiri maupun dari Kaisar Maximianus; namun hal itu tidak berlangsung lama, karena semua kekerasan itu berakhir dengan naiknya Konstantinus Agung, putera Santa Helena ke atas takhta Kekaisaran Romawi pada tahun 312. Kenyataan itu diperkuat lagi dengan terbitnya Edik Milano pada tahun 313 yang memberi kebebasan beragama kepada semua orang Kristen di seluruh kekaisaran di bawah perlindungan Kaisar Konstantinus.

Pada masa kepemimpinannya berkembanglah suatu aliran sesat di Kartago di bawah pimpinan Donatus. Sesuai nama pencetusnya aliran sesat ini disebut Donatisme. Salah satu ajarannya ialah bahwa sah-tidaknya sakramen-sakramen tergantung pada suci-tidaknya si pemberi sakramen itu. Seandainya Permandian diberikan oleh seorang berdosa, maka permandian itu tidak sah.

Pertentangan Miltiades dengan para Donatist itu tampak mencolok pada waktu pengangkatan Sesilianus menjadi Uskup Kartago menggantikan Uskup Kartago yang meninggal dunia. Semua imam di keuskupan Kartago bersama segenap umat dengan suara bulat memilih Sesilianus menjadi uskup yang baru. Miltiades mendukung pilihan itu, karena Sesilianus dikenal sebagai imam yang setia pada iman yang benar dan agama Katolik yang Apostolik. Namun para Donatist tidak menyukai dan menolak Sesilianus. Bagi mereka Sesilianus adalah pendosa besar dan oleh sebab itu ia tidak layak diangkat sebagai uskup. Mereka menuduh bahwa Sesilianus pernah menyangkal iman Kristiani-nya pada masa penganiayaan terhadap umat Kristen. Hal ini bertentangan dengan ajaran mereka bahwa seorang yang berdosa tidak bisa melayani sakramen-sakramen secara sah.

Mereka berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadu domba antara kaisar Konstantinus dengan paus Miltiades. Mereka mencoba memutar balikkan kuasa dan perlindungan Kaisar terhadap Gereja sebagai dasar untuk mempengaruhinya agar dapat berperan dalam urusan-urusan internal Gereja. Mereka menghadap Kaisar Konstantinus dan memohon agar kaisar turun tangan dalam menyelesaikan pertikaian mereka dengan Paus Miltiades perihal pengangkatan Sesilianus sebagai Uskup Kartago. Mereka lebih menghargai Kaisar Konstantinus daripada Miltiades sebagai pemimpin tertinggi Gereja Kristus.

Namun Konstantinus Agung sama sekali tidak terpancing oleh taktik busuk mereka. Ia menyerahkan perkara itu kepada Paus Miltiades dan meminta Miltiades untuk segera mengadakan suatu sinode terbatas guna menyelesaikan masalah itu. Atas inisiatifnya sendiri, Paus Miltiades menyelenggarakan konsili dan dengan persetujuan Kaisar Konstantinus, ia melipatgandakan jumlah uskup peserta. Konsili itu diselenggarakan pada bulan Oktober 313 di istana Lateran. Dengan suara bulat konsili tetap mengangkat Sesilianus sebagai Uskup Kartago dan menghukum aliran Donatisme. Miltiades dalam kedudukannya sebagai Paus mengekskomunikasikan Donatus dan para pengikutnya dari Gereja.

Miltiades bertindak bijaksana terhadap penganut paham sesat itu, sehingga banyaklah yang berpaling ke pangkuan Gereja. Inilah yang menyebabkan Santo Agustinus berkata: “Betapa mulia Paus ini! Sungguh-sungguh ia seorang tokoh pencinta perdamaian dan Bapa umat Kristiani.”

Santo Paus Miltiades tutup usia pada tanggal 11 januari 314 dan dimakamkan di  Katakombe Santo Kalisitus di Roma – Italia.

Sumber: katakombe.org

Lamunan Pekan Adven II

Rabu, 10 Desember 2025

Matius 11:28-30

28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, tak ada orang yang tak menginginkan kebahagiaan. Segala yang menjadi beban akan menghalang hadirnya kebahagiaan.
  • Tampaknya, yang namanya beban memang selalu menyusahkan. Beban selalu membuat tidak enak.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun yang namanya beban selalu tidak enak bahkan membuat derita, kalau itu merupakan realita hidup, itu justru akan menghadirkan kenyamanan hidup kalau dihayati dengan ikhlas. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menghayati segala realita setidakenakapapun yang justru akan menghadirkan keenakan sejati.

Ah, yang namanya beban hidup mudah membuat hati frustrasi.

Monday, December 8, 2025

Pelayanan Sakramen Tobat

"Bukankah tadi bapak-bapak dan ibu-ibu akan ke Domus Pacis siap-siap? Bukankah semua mandi dulu termasuk sikap gigi lrbih dahulu? Bukankah semua berdandan bahkan ibu-ibu pakai lipen juga. Bukankah semua akan tampil rapi, baik, dan menarik? Di Domus semua akan berjumpa dengan para rama terutama yang baru dirayakan". Itulah kata-kata Rm. Andika ketika berkhotmah dalam Misa Perayaan Ulang Tahun Imamat Rm. Suhartana, Rm. Yadi, dan Rm. Supriyanto pada Minggu 7 Desember 2025. Para tamu undangan sekitar 200 orang kerapa tertawa karena kata-kata Rm. Andika yang enak didengar dengan menyebut kata-kata kaum sepuh tempo dulu. Rm. Andika juga mengaitkan itu dengan Misa yang memakai Liturgi Adven II. 

"Kita berdandan untuk berjumpa dengan misalnya Rama Bambang. Bukankah umat Kleben juga sungguh bersiap diri untuk jumpa Rama Bambang?" Tertawa ngakak bergema karena seperempat tamu lebih datang dari Kleben yang diundang khusus oleh Rm. Bambang agar jumpa dengan Rm. Yadi yang memang juga berasal dari Kleben. Rm. Andika meneruskan kata-kata "Sekarang kita masuk dalam Masa Adven II untuk merayakan perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus sebagai hadirnya Allah Sang Kasih. Kita juga siap berdandan dan berbersih hati." Rm. Andika juga berkata "Besok sore saya juga akan ke Kapel Kleben. Saya berharap semua umat Kleben yang kini datang ke sini, besok juga datang ke Kapel untuk mengaku dosa. Besok saya dan Rm. Jarot mendapat jadual dari Rama Paroki Klepu untuk melayani Pengakuan Dosa di Kleben". Seperti Rm. Hartanta ketika menjadi Direktur Domus, Rm. Andika juga terlibat dengan Kevikepan Jogja Barat untuk membantu pengakuan dosa di paroki-paroki dalam Masa Adven. Dalam hal ini ternyata Rm. Jarot menjadi satu-satunya rama sepuh Domus yang ikut mendaftar untuk membantu pelayanan pengakuan. Pada makan siang Senin 8 Desember 2025 Rm. Andika bertanya kepada Rm. Jarot "Mangke badhe mangkat jam pinten?" (Nanti berangkat jam berapa?) yang dijawab oleh Rm. Jarot "Kula ndherek mawon, rama" (Saya ikut Rama saja).

Pepesthèn

Selasa itu tanggal 9 Dersember 2025. Saya mendapatkan giliran untuk Misa Komunitas Domus Pacis Santo Petrus, rumah rama sepuh dimana saya ti...