Thursday, June 26, 2025

Rm. Hartanta Akan 15 Tahun Imamat (1)

Pada Kamis 5 Juni 2025 malam, ada omong-omong antara Rm. Hartanta, Bu Rini, dan saya tentang rencana tanggal 30 Juni 2025. Itu adalah hari Perayaan Ulang Tahun Imamat ke 15 dari Rm. Hartanta yang menerima tahbisan imamat pada 29 Juni 2010. Rm. Hartanta akan merayakan di Domus Pacis Santo Petrus bersama dengan teman-teman seangkatan imamat yang akan mengajak keluarga masing-masing. Akan ada banyak tamu diundang untuk ukuran Domus Pacis. Bu Rini akan menyiapkan hidangan konsumsi bagi 425 orang termasuk warga Domus. Terhadap peristiwa itu saya dalam permenungan menemukan beberapa butir dalam paparan berikut.

Ingat Almarhum Sr. Yoseph OSU

Terus terang saya tidak akrab dan tak punya hubungan dekat dengan para rama angkatan Rm. Hartanta. Saya tidak tahu bagaimana mereka berkarya di tempat tugas masing-masing. Saya juga tidak tahu bagaimana karakter mereka satu persatu. Kalau sedikit tahu akan karya dan sikap beberapa di antara mereka, hal itu dikarenakan saya sering mendengarkan cerita dari Rm. Hartanta. Untuk angkatan ini saya hanya kenal Rm. Hartanta. Beliau hidup menjadi satu komunitas dengan saya sejak 1 September 2020 karena diangkat oleh Bapak Uskup Agung Semarang menjadi Direktur Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan. Memang, keberadaan beliau dari 1 September 2020 hingga 31 Mei 2021 adalah di Domus Pacis Puren, Pringwulung. Secara institusional ketika di Puren pada waktu itu saya menjadi pengelola Komunitas karena fungsi saya sebagai Minister Domus Pacis Puren. Tetapi keberadaan Rm. Hartanta di Puren saya sikapi sebagai masa transisi pergantian kepemimpinan Komunitas Para Rama Sepuh. Maklumlah, pada waktu itu sudah ada putusan bahwa semua rama sepuh Domus Pacis Puren akan dipindahkan ke Domus Pacis Santo Petrus. Sebagai pelaksanaan masa transisi saya pada Oktober 2020 menyerahkan semua uang Domus Pacis ke tangan dan kebijakan Rm. Hartanta.

Satu hal yang harus dicatat adalah realita bahwa Rm. Hartanta adalah sosok generasi muda di hadapan saya. Dari segi umur, di antara Rm. Hartanta dan saya ada perbedaan 30 tahun. Rm. Hartanta pernah bilang kepada saya “Dhèk rama tahbisan kula tesih ngompol” (Ketika rama menerima tahbisan imamat, saya masih ngompol). Rm. Hartanta lahir pada 13 Desember 1980 dan saya tahbisan pada 22 Januari 1981. Sebagai imam, Rm. Hartanta juga terhitung jauh lebih muda daripada saya. Pada tanggal 29 Juni 2025 beliau 15 tahun menjadi imam sementara saya 44 tahun pada 22 Januari 2025. Kemudaan beliau begitu terasa di hati saya karena ketika beliau ditahbiskan saya sudah menjadi anggota Komunitas Para Rama Sepuh di Domus. Bahkan ketika beliau masuk Domus saya sudah 10 tahun bebas tugas. Kini beliau adalah rama yang amat sangat segar bugar baik dalam menjalani tugas maupun dalam kondisi kesehatan. Beliau juga terlibat ke berbagai macam kegiatan baik dalam Kevikepan Jogja Barat maupun UNIO Para Rama Praja Keuskupan Agung Semarang. Bagi saya Rm. Hartanta adalah sosok imam yang berada dalam masa giat-giatnya dalam karya imamat, sementara saya berada dalam kehidupan para rama yang kerap saya sebut sebagai kaum expired.

Jujur saja, berhadapan dengan sosok imam yang memiliki jenjang besar usia kelahiran dan tahbisan, saya kerap mengalami kebingungan tentang yang diomongkan dan kebijakan yang diterapkan serta juga kegiatan-kegiatan luar Domus yang dijalani. Tetapi, entah bagaimana, saya bisa tetap berada dalam keceriaan hati sejak bersama beliau 1 September 2020 hingga saat ini. Ketika saya merenungkan hal ini, saya teringat masa awal imamat saya pada tahun 1981-1982. Pada waktu itu saya menjadi Pastor Pembantu Paroki Santa Maria Assumpta Klaten. Ingatan saya terarah ke arah sosok salah seorang suster Komunitas Suteran Ursulin Klaten. Beliau biasa dipanggil dengan sebutan Suster Yoseph. Apakah itu nama susternya? Bukankah Yoseph adalah laki-laki. Apakah lengkapnya adalah Yosepha? Saya tidak tahu. Pokoknya beliau biasa dipanggil Suster Yoseph. Bahwa ingatan saya ke beliau, hal itu karena ketika saya memimpin Misa beliau selalu duduk di muka. Khotbah saya memang biasa diwarnai kata-kata spontan muncul dari dalam hati yang ternyata kerap bernuansa humor. Gelak tawa umat memang biasa muncul. Ketika umat tertawa pandangan mata saya kerap terpana melihat Suster Yoseph juga tertawa terbahak-bahak dengan mulut ternganga-nganga dan mata berbinar-binar. Ketika saya bergiliran memimpin Misa di Komunitas Susteran Ursulin, pada suatu ketika Suster Yoseph berkata “Saya senang sekali kalau rama Misa. Saya selalu akan duduk di muka”. Pada waktu itu saya bertanya kepada Suster Yoseph “Suster, hal apa yang paling mengesan dari isi khotbah saya?” Ternyata jawaban suster sungguh mengejutkan “Saya tidak pernah tahu apa yang rama katakan. Tetapi saya senang sekali, Saya percaya isinya pasti baik”. Saya tertegun dan heran. Pada waktu itu umur saya 30-31 tahun. Suster Yoseph kalau berjalan sudah agak tertatih karena berusia 91 tahun. Tak tahu dan bahkan mungkin bingung ternyata tidak selalu menjadikan orang menderita. Hal itu saya alami di Domus Pacis Santo Petrus di tengah kebersamaan dengan Rm. Hartanta dan para rama sepuh lain.

No comments:

Post a Comment